Delapan - Insecure

1308 Words
Sore ini Raina sedang berdua dengan Kakak perempuannya, Lia. Rencananya Lia akan mengajari Raina ootd yang bagus setiap harinya. Ia akan merubah Adiknya itu se-perfect mungkin. Padahal Raina selalu cantik meskipun tak dipoles. Hanya saja dia selalu menggunakan piyama tidur karena tak memiliki aktivitas yang berada diluar rumah. Lia membuka walk in closet milik Adiknya. Ia tersenyum melihat seluruh koleksi baju yang dipilihkan Avio selaku Bundanya. "Rain ... Baju kamu banyak gini????" teriak Lia dari dalam bilik baju. Raina yang sedang nyemil kripik kentang langsung berlari menuju kakaknya. "Ya emang banyak, Kak." Lia menggaruk kepalanya bingung, "Terus kamu kenapa pake piyama terus?" "Terus Raina pake baju apa? Harus banget Raina pake kebaya di dalem rumah?" tanya Raina dengan wajah polosnya. Lia menggeram kesal. "Minimal pake hot pants kek, kan bisa di modifikasi gaya kamu." "Malu, Kak. Raina nggak cantik, badan Raina juga nggak sebagus Kakak," jawab Raina dengan menunduk sedih. Raina ini tipikal orang yang nggak bisa menilai diri sendiri. Ia selalu merasa kurang, padahal dirinya sangat cantik dengan badan yang sintal. Lia mendengus kesal. Kalau dilihat-lihat, badan Adiknya lebih bagus daripada badannya sendiri. Siapapun yang melihat badan Raina pasti bakalan iri karena sangat sempurna. "Udah, mulai besok pake baju yang bener. Jangan pake piyama mulu!" ucap Lia dengan melirik sinis Adiknya. Mau tak mau Raina menganggukkan kepalanya. Daripada harus berdebat dengan Kakak cerewet nya tersebut. *** Jam sudah memasuki waktu makan malam. Para maid di kediaman Harison menyiapkan segala keperluan sang majikan untuk makan malam. Raina dan Lia masih bergelung dibalik selimut hangatnya tak peduli dengan suara ketokan pintu kamar. Karena jengkel, seseorang yang sedari tadi mengetok pintu langsung memasuki ruangan tersebut. Erlang melangkah dengan kedua tangan yang ia masukkan kedalam saku celana trainingnya. Ia melihat kedua Adik perempuannya masih terlelap dalam mimpinya. Erlang mendekati Lia terlebih dahulu. Pemuda tersebut mengelus kepala Lia dengan lembut "Lia, bangun," panggil Erlang dengan mengusap rambut Adiknya. Lia menggeliat pelan dan mengerjapkan matanya. "Abang?" "Bangun Dek, makan malam. Udah ditunggu Ayah sama Bunda," jelas Erlang dengan tersenyum tipis. Lia langsung mendudukkan badannya dan mengulet. Setelah nyawanya terkumpul, Lia menuju kamar mandi guna membersihkan diri. "Rain, bangun ayo makan." Erlang mengecupi wajah Adiknya. "Eunggghhh ...." Terlihat Raina mengerjap dan mengusap wajahnya. Erlang membantu Adiknya duduk. "Abis Kak Lia, kamu langsung mandi ya?" Raina menggeleng. "Aku udah mandi, Bang." "Yaudah kalau gitu, sekarang turun ya. Abang gendong." Erlang merentangkan kedua tangannya. Langsung saja Raina melompat kearah tubuh kekar Abangnya dan Erlang langsung mengunci tubuh Adiknya agar tidak terjatuh. Erlang berjalan dengan Raina dalam gendongannya, tak terasa mereka telah sampai di meja makan. Erlang duduk dengan Raina berada di pangkuannya. Erlang menyuapi Adiknya salad buah. Makanan kesukaan Raina. Yang tentunya langsung diterima Raina. Semua yang berada di meja makan tersenyum termasuk Lia yang baru saja datang. "Sekarang semuanya makan dulu. Setelah ini Ayah akan kasih kabar penting." Arta berucap tegas dan langsung diturutin oleh semuanya. Mereka makan dalam keadaan hening, setelah 15 menit akhirnya mereka menyelesaikan kegiatan makan malamnya. "Kumpul di ruang keluarga sekarang." Setelah mengucapkan perintah, Arta melangkah lebih dulu bersama Avio menuju ruang keluarga. Kedua orang tuanya duduk di sofa, sedangkan anak-anaknya duduk di karpet. Katanya enakan lesehan daripada di sofa. Arta berdeham singkat. "Jadi, Ayah mau kasih info ke kalian. Kalau ...." Arta menggantung ucapannya membuat semua yang berada di ruangan tersebut berdecak sebal. "Anton, ambilkan pesanan saya," perintah Arta dan langsung diangguki Bodyguard nya tersebut. Tak lama Anton datang dengan membawa sebuah paper bag. "Tuan, ini pesanannya." "Terima kasih." Anton mengangguk dan segera meninggalkan keluarga tersebut. "Raina," panggil Arta. Seketika Raina merinding karena suara Ayahnya. Namun ia tetap membalas. "Ya?" Raina tetaplah Raina. Gadis yang dulunya ceria dan berubah seiring berjalannya waktu. Sudah lebih dari 5 tahun Raina berubah menjadi seseorang yang pendiam dan dingin. "Ini, Ayah kasih buat kamu. Boleh dibuka sekarang." Arta menyerahkan sebuah paperbag kepada anak bungsunya. Dengan ragu Raina mengambil paper bag tersebut dan membukanya dihadapan semua saudara beserta kedua orang tuanya. Terdapat seragam sekolah perempuan dari sekolah bertaraf Internasional di ibukota. Raina tak paham maksud dari Ayahnya. "Apa maksudnya?" Arta tersenyum hangat, "Itu seragam sekolah kamu," ucap Arta masih dengan senyumannya. "Kamu besok masuk di SMA Cendrawasih bersama Kakak kamu, Edgario." Lanjutnya dengan melirik Edgar. Mata Raina melotot tak percaya. "Be-beneran Yah?" tanya Raina memastikan. Semua yang berada di ruangan mengangguk kompak "Cie besok ospek." "Selamat ya Adeknya Abang." "Raina besok Kakak dandan in ya." Mereka tertawa bersama kecuali Raina tentunya. Meskipun semuanya telah berubah, namun ia tak ingin terlalu banyak bicara dengan mereka semua. *** Pagi ini suasana hati Raina sangat baik. Ia merasa seperti mimpi, namun ternyata hari ini adalah sebuah kenyataan. Tak menyangka bahwa sebentar lagi ia dapat merasakan memiliki sahabat baru yang bisa diajak untuk bersenang-senang bersama. Dengan seragam khusus dari SMA Cendrawasih di hari Senin, ia pun bercermin di depan kaca "Wah ... ternyata pas di badan Raina," gumam Raina takjub saat melihat pantulan dirinya di cermin. Setelah semuanya siap, Raina mengambil tas nya dan turun kebawah. Terlihat kedua orang tua serta keempat kakaknya sudah menunggu di meja makan. "Pagi Adek." "Pagi Rain." "Pagi nak." Semua sapaan keluarganya hanya ditanggapi Raina dengan deheman singkat. Tak berubah. Raina langsung mendudukkan dirinya diantara Edgar dan Erlang. "Mau makan apa nak? Bunda ambilin," tawar Avio kepada dua anak gadisnya. "Roti selai coklat." "Terserah." Sudah bisa ditebak siapa yang jawab 'terserah' kan? Avio pun mengambilkan kedua anaknya dengan menu yang sama. Setelah siap, mereka pun langsung makan dalam hening. Sekitar 10 menit mereka menghabiskan sarapannya. "Erlang pamit." Setelah mengucapkan itu, Erlang mengecup kening Raina dan berangkat bersama dengan Rafel. "Rafel juga." Lia? Dia sudah kembali ke kamarnya untuk melakukan ritual hibernasi. "Ayo Rain." ajak Edgar dengan menggandeng tangan Raina menuju mobil. Sedari tadi, Edgar terus memperhatikan adiknya yang tak berhenti untuk tersenyum. Padahal ketika dirumah adik manisnya tersebut tak memperlihatkan senyuman barang sedikitpun. Raina yang menatap kearah kaca mobil pun kaget karena elusan di kepalanya. Siapa lagi pelakunya jika bukan Edgar? "Kenapa daritadi senyum Dek?" tanya Edgar dengan fokus kearah jalanan. Raina menggeleng, "Cuma lagi seneng aja Kak." jawabnya. "Oh ya, Kakak sekarang kelas 11 ya?" Lanjutnya dengan lesu. Edgar yang menyadari perubahan suara Adiknya pun menepikan mobilnya "Hei, denger Kakak." panggil Edgar dengan menangkup kedua pipi adiknya. "Kakak memang kelas 11. Tapi kedudukan Kakak, sebagai kembaran kamu nggak berubah." Lanjut Edgar dengan mengecup kening Raina. Raina mendongak dan tersenyum menatap Edgar. Tak lama ia menghambur ke pelukan Kakak sekaligus kembarannya tersebut. "Makasih, selama ini udah care banget sama Rain," ucap Raina tulus. "Nggak perlu terimakasih, atas semua yang dilakuin seorang Kakak untuk Adiknya. Itu tugas dan kewajiban Kakak," jawab Edgar mengelus rambut Adiknya. Dengan satu tangan masih merangkul Raina, ia kembali mengemudikan mobil dengan tangan kanannya. Raina yang bersandar di d**a bidang sang Kakak pun turut memperhatikan jalanan yang cukup padat. Ia senang melihat aktivitas penduduk di pagi hari. Ada yang berjualan, anak-anak pergi sekolah, serta pekerja kantoran yang berangkat untuk melaksanakan tugasnya. Tak butuh waktu lama mobil yang dikemudikan oleh Edgar telah memasuki kawasan bertuliskan SMA Cendrawasih. Raina dan Edgar langsung turun dari mobil. Nampak para murid yang berada di depan kelas saling berbisik karena kedatangan Edgar dengan seorang gadis yang wajahnya bak dewi. Siapa tuh sama Rayyan Cantik banget Berani banget dia deketin Rayyan Sikat aja udah Bentaran jadi mangsanya Cherry pasti Raina yang sebenarnya risih pun hanya melengos karena bisikan tersebut "Woi Ed!" Suara seseorang menyapa Edgar yang berjalan di koridor kelas 10. Edgar yang merasa dipanggil pun menoleh dan mendapati sahabatnya tak jauh dari letaknya berdiri. "Dipanggil ketua OSIS baru tuh," jelas Abriel. Edgar menatap tak enak kepada Raina. "Kakak anter sampai mading aja ya? Ada OSIS Dek." Raina tertawa kecil. "Udah nggak usah, Rain sendiri aja mading udah deket tuh." jawab Raina meyakinkan. Dengan langkah berat Edgar pun mengangguk, "Kabari Kakak kalau perlu sesuatu." Raina mengacungkan jempolnya pertanda 'OKE'. Gadis tersebut kembali berjalan menuju mading Bruk!  *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD