Edgar tak menggubris sapaan tersebut. Menurutnya ketiga sampah tersebut sangat menganggu. Raina yang sedang mengobrol dengan Av pun menoleh karena suara orang lain yang bergabung ke meja mereka.
"Eh, lo anak ospek kelas gue kan?" tanya perempuan tersebut dengan ketus.
Raina dan Av menoleh bersamaan. "Ya." jawab mereka serempak.
"Terus lo ngapain disini sama Rayyan?"
Dahi Raina mengerut bingung, "Memang apa yang salah?" tanya Raina santai. "Memang Kak Rayyan barang limited edition yang jumlahnya langka makanya gak bisa disentuh?
Skakmat!
Pffffttt
Suara seisi kantin yang sedang menonton drama tersebut terlihat seperti menahan tawanya. Kantin tersebut tidak hanya berisi murid baru, banyak dari kakak kelas juga berada disana.
"Rayyan itu cowok gue, berani banget lo deketin dia," jelas perempuan tersebut sombong.
Raina berdiri dan menatap remeh perempuan tersebut. "Baru cowok kan, Kak? Hubunganku sama Kak Rayyan lebih jauh daripada sekedar pacaran."
Sekalipun Raina tak pernah keluar rumah, dia suka sekali menonton acara debat di TV. Maka dari itu ia selalu bisa membalas ucapan orang yang menurutnya tidak memiliki otak. Bukan sombong, dia hanya sekedar berpikir realistis agar tak dihina orang.
"Berani banget lo nantang gue gitu." Perempuan tersebut geram. Pasalnya selama ia bersekolah selama setahun disini tak ada yang berani menantangnya.
Raina mengangkat sebelah alisnya, "Untuk apa saya takut sama Kakak? Oh ya, bukannya tadi waktu dikelas, Kakak sopan banget ya? Apa Kakak suka pakai topeng? Selain topeng makeup, kehidupan Kakak sepertinya juga semuanya bertopeng alias palsu!"
Abriel hanya menatapnya dengan bertopang dagu, Av yang akan membantu pun dicekal oleh Edgar.
Av yang bingung pun melihat Edgar menggelengkan kepalanya pertanda jangan ikut campur. Dengan sangat terpaksa Av kembali duduk di tempatnya.
Jasicha dikatain pake topeng haha
Tapi emang bener kata tuh Adek kelas njir
Akhirnya ada yang berani lawan tuh lampir
Ayo Dek kita dukung kamu
Raina tak menggubris celotehan seluruh penghuni kantin, yang ia fokuskan adalah OSIS yang berada di hadapannya.
"Lo nggak takut sama gue? Emang lo siapa hah beraninya lawan gue!" hentak perempuan tersebut semakin bernafsu untuk menampar wajah cantik Raina.
Raina memutar bola matanya malas dan malah mendudukkan dirinya di pangkuan Rayyan. Semua yang ada di kantin menahan nafasnya. Pasalnya semua orang tahu jika tak ada yang berani menyentuh Rayyan se ujung kuku pun. Tapi murid baru tersebut dengan lantang nya duduk di pangkuan Rayyan.
Edgar memang disekolah dikenal dengan nama Rayyan. Hanya sahabat dan orang terdekatnya saja yang memanggil dengan sebutan Edgar.
Edgar yang melihat Raina duduk di pangkuannya pun dengan senang hati melingkarkan tangannya di pinggang Raina agar Adiknya tersebut tak jatuh. Bukan hanya itu, Edgar juga mengecup sudut bibir Adiknya. Kebiasaan mereka sedari kecil. Tidak hanya Edgar, Erlang dan Rafelo pun juga sering melakukan hal yang sama kepada Raina dan Erliana.
Kaum hawa yang melihat perlakuan manis itupun semakin menganga. Bagi murid disekolah, Rayyan adalah iblis bertopeng ketampanan. Tak ada yang tahu apa yang akan Rayyan lakukan kepada orang yang berani mengusik kehidupannya.
Tangan Jasicha terlihat mengawang di udara karena bariton seseorang menginterupsi
"Madelaine Jasicha, udah kesekian kali gue kasih peringatan sama lo untuk nggak semena-mena dengan jabatan lo sebagai sekretaris OSIS." Seorang pemuda berbicara dengan nada dingin dan tangan yang bersidekap d**a.
"R-Roy, i-in-i gak seperti yang lo pikirin," jelas Jasicha dengan gugup.
"Gak seperti apa! Mulut gue udah kebas Jasi ngasih tau lo. Bukannya berubah, justru malah menjadi-jadi!" Pemuda tersebut membentak Jasicha karena ia sungguh muak dengan rekan OSIS nya tersebut. "Balik ke ruangan OSIS, sepertinya perlu ada pertemuan antara pengurus inti." Lanjutnya dan melangkah pergi.
Jasicha menatap penuh kebencian kearah Raina yang masih berada dipangkuan Rayyan. Menurutnya Raina adalah hama yang mengganggu hubungan kedekatan dirinya dengan Rayyan.
Sementara itu, Raina yang masih di pangkuan Edgar pun menyandarkan kepalanya di d**a bidang Kakaknya. Edgar sendiri tak masalah dan mengelus rambut Adiknya.
Dengan satu tangan memegangi pinggang Raina, satu tangannya membuka plastik yang selalu ia bawa. Segera Edgar memberikan isinya kepada Raina agar segera diminum.
"Masih mau makan apa udah? Kalau udah sekarang minum obatnya," tutur Edgar lembut.
Raina langsung membuka mulut dan menerima suapan obat dari Edgar. Lalu ia menenggak minuman yang dipegang oleh Av. Sungguh Raina seperti bayi, pikir Av. Tapi tak masalah bagi Av. Raina bukan orang yang menyusahkan. Karena ia bisa menghadapi masalah sendiri padahal dirinya sudah berniat membantu.
Raina mengalungkan tangannya ke leher Edgar dan mengecup pipi kakaknya. "Terimakasih selalu ada buat aku, Kak." bisik Raina tulus.
Edgar yang mendengar pun tersenyum tipis. "As you wish, baby."
KRING
Bel pertanda masuk sudah menggema ke penjuru sekolah. Raina turun dari pangkuan Edgar dan menggandeng Av guna mengajaknya ke kelas.
"Aku balik dulu ya, Kak." pamit Raina sambil melambaikan tangannya.
Dibalas senyuman lebar hingga matanya menyipit oleh Edgar.
Setelah Raina menghilang, Edgar dan kedua sahabatnya melangkah keluar dari kantin.
"Itu Adek lo yang di foto itu kan?" tanya Abriel saat mengingat sesuatu.
Edgar mengangguk membenarkan. "Adek sekaligus kembaran gue."
Luke yang bingung pun menimpali. "Kembaran? Kok dia masih kelas 10?"
"Ceritanya panjang, kalau ada waktu gue ceritain," jawab Edgar.
Abriel dan Luke pun setuju saja. Pasalnya mereka bertiga mendapat tugas jaga kelas jam ospek. Tak mungkin mereka bolos hanya karena cerita.
***
Aku tlah tahu
Kita memang tak mungkin
Tapi mengapa kita
Selalu bertemu
"Hayo ... Lagi jatuh cinta ya?" goda Edgar saat mendengar suara merdu Adiknya yang mengikuti instrumen lagu di mobilnya.
Raina menggeleng. "Nggak Kak, kan itu cuma reflek aja ngikutin alunan musiknya."
"Jatuh cinta nggak papa, asal sama orang yang tepat," ucap Edgar dengan mata yang fokus dengan jalanan.
"Kakak juga, kalau cari Kakak ipar buat aku yang baik ya," celetuk Raina lalu terkekeh.
Mendengar kekehan Adiknya, membuat dirinya ikut tersenyum. Ternyata benar kebahagiaan Adiknya sederhana. Apalagi ia yakin jika teman barunya kemarin adalah gadis yang baik.
"Kakak cari pacar, kalau kamu udah bisa nemuin orang yang bisa serius jagain kamu, Dek," jelas Edgar agar Adiknya paham. Ia tak mau mencari perempuan disaat tak ada yang menjaga Adiknya.
Tak lama mobil mereka memasuki area sekolah. Terlihat sekolahan tersebut sudah ramai dengan peserta ospek. Karena sekarang adalah hari pertama pelaksanaan kegiatan tersebut.
Prit..Prit..
"PARA PESERTA MOS HARAP SEGERA BERKUMPUL DI KELOMPOK MASING-MASING!" Suara seorang pemuda dengan membawa microfon sudah berbunyi memberi peringatan.
"Aku kelompok apa ya, belum sempat lihat," gumam Raina bingung karena dari mobil ia dapat melihat mading sangat ramai.
Edgar menyerahkan ponselnya kepada Raina. "Kamu kelompok Anggrek."
Raina membaca namanya dan benar saja berada di kelompok Anggrek. Lalu matanya melebar karena ternyata ia juga sekelompok dengan teman barunya. Gavrilia.
"Aku keluar dulu ya, Kak." pamitnya dan mengecup pipi Edgar.
Edgar mengangguk. "Jangan lari."
Raina tetaplah Raina, lupa dengan petuah Kakaknya dan berlari kearah lapangan tanpa menyadari jika Edgar sudah melotot dari dalam mobil.
"AV!" panggil Raina saat melihat Av duduk dipinggir lapangan.
Merasa terpanggil, Av segera menoleh dan mendapati sahabat barunya berlari kearahnya. "Hai Rain, kita sekelompok ya?" tanya Av dengan bahagia.
Raina mengangguk bahagia
"Kalian kenapa tidak segera ke lapangan?"
Raina dan Av mematung saat sang ketua OSIS menatap tajam kearah mereka berdua. Melirik sekeliling ternyata para peserta ospek sudah mulai berjalan ke tengah lapangan.
Raina menunduk takut, namun tak berselang lama karena Av sudah menariknya ke lapangan.
Sementara itu, Roy melotot melihat Raina berlari meninggalkannya.
"Sabar," gumam Roy sambil mengelus dadanya.
Sementara itu, Raina sedikit menunduk karena berlari tadi. Nafasnya naik turun tak beraturan.
"Selamat pagi Adik-adik peserta ospek. Bahagia tidak dengan kegiatan ini?" Si OSIS cantik berdiri diatas podium dengan tersenyum lebar.
"Bahagia, Kak."
"Baiklah, ospek kali ini diadakan selama 3 hari. Sedari hari Selasa sampai dengan Kamis. Di hari Kamis, ada penutupan dan pentas seni dari perwakilan tiap kelompok. Per kelompok ya, bukan per kelas seperti yang hari Senin kemarin kalian masuk," jelas Shirley dengan tertawa renyah.
Sekitar 30 menit Shirley memberi pengarahan, mereka semua dibubarkan memasuki ruangan sesuai kelompok masing-masing.
Av dan Raina menuju ruangan kelompok Anggrek.
"Aku ke toilet dulu Av, mau cuci muka." pamit Raina.
Av mencekal tangan Raina. "Aku antar ya?"
"Nggak usah." tolak Raina dan berjalan meninggalkan Av.
Koridor mulai sepi karena semua murid berada di kelas sesuai kelompok nya.
"Tunggu." Raina menghentikan langkahnya saat seseorang mencekal pergelangan tangannya.
Raina menunduk takut saat matanya bertabrakan dengan orang tersebut. "A-ada ap-a, Kak?"
Tanpa menjawab, orang tersebut menarik tangan Raina kearah sebuah ruangan bertuliskan 'Ruang Khusus' dan menguncinya.
Raina ketakutan karena orang tersebut mengunci pintu ruangannya.
"Duduk," perintah orang tersebut dengan menunjuk sebuah kursi.
Raina langsung menundukkan dirinya disana. Takut orang tersebut akan semakin marah jika tak menurut.
"Kamu tau apa kesalahan kamu?" tanya orang tersebut dengan nada dingin dan tangan bersedekap d**a.
Raina menggeleng pertanda tak tahu. "Tidak, Kak."
Grep!
Tubuh Raina membeku merasakan pelukan hangat seseorang. Sebelumnya, hanya keluarganya yang memeluk dirinya. Tetapi kali ini hanya orang asing yang kebetulan beberapa kali ini bertemu dengannya.
"Jangan lari, aku khawatir," bisik orang tersebut disela pelukannya. "Jangan aktivitas terlalu berat, aku nggak mau kamu capek." Lanjut orang tersebut dengan memeluk erat Raina.
Raina bingung harus menanggapi seperti apa. "Kakak kenapa?" Dengan keberanian penuh, Raina bertanya kepada pemuda dihadapannya.
"Aku cinta kamu, sejak...."
***