Sebelas - Sebuah Pencapaian

1347 Words
Di dalam kelas, Raina mendengarkan pengarahan OSIS dengan tersenyum. Av dan Eve yang melihat pun bergidik ngeri. Raina tak perduli karena pada akhirnya dia dapat merasakan kata-kata manis seorang pria. Biasanya dia hanya dapat mendengarkan kalimat baper dari film yang ia tonton. "Lo kenapa senyum-senyum Rain?" tanya Eve bingung. Eve merupakan teman barunya di kelompok Anggrek, dan ternyata gadis tersebut berasal dari 10 IPA 1 sama seperti Raina dan Av. "Rain, kamu nggak kerasukan kan?" Av terlihat khawatir dengan sahabatnya tersebut. Raina tersenyum kecil. "Nggak kok, aku lagi kangen Kakak perempuanku." kilahnya agar tak ditertawakan Av dan Eve menghembuskan napasnya lega, dugaan jika Raina kerasukan ternyata salah. Tanpa disadari, sepasang mata menatap pergerakan Raina dengan tersenyum kecil Kamu milikku *** "Rayyan, siapa yang survei buat pendakian besok?" Seorang gadis cantik bertanya dengan mata menatap buku jurnal. "Ntar gue tanya Roy, gue lupa," jawab Edgar acuh. Cklek! "Gue mau ngadain rapat kecil dulu hari ini." Roy memasuki ruangan diikuti tim inti dari OSIS. Semua anggota OSIS menduduki tempatnya masing-masing. Roy segera membuka laptop dan menyambungkan ke proyektor. "Hari Sabtu jam 4 pagi kumpul disekolah untuk peserta ospek. Sedangkan untuk panitia, diwajibkan menginap di sekolah karena mengurus keperluan untuk 7 hari selama berada di area pendakian." Roy menjelaskan dengan raut serius. Seluruh anggota mulai mencatat apa saja semua yang diumumkan oleh Roy. "Ada yang bertanya?" tanya Roy kepada seluruh orang yang berada di ruangan. Edgar mengangkat tangannya. "Apa itu khusus untuk warga Cendrawasih? Jika orang luar, misalkan orangtua murid mengirim Bodyguard untuk anaknya bagaimana?" "Bisa bertemu dengan Seksi Kesiswaan sekolah. Dan untuk anggota OSIS ataupun panitia ospek, harap bertanya kepada peserta apa saja tambahan yang akan mereka bawa kedepannya," tambah Roy menjelaskan. "Oke." "Kalian boleh istirahat, dua jam dari sekarang berkumpul di ruangan untuk mengumpulkan data siswa siswi yang membutuhkan tambahan keperluan." Seluruh orang yang berada di ruangan tersebut keluar menuju kantin mengisi perutnya. *** Saat ini seluruh peserta ospek sedang berada di kelas. Para anggota OSIS sedang membagi info mengenai penutupan dan Pentas seni. "Keluarkan note dan bolpen kalian," perintah si Ketua OSIS. Setelah semua siap, anggota OSIS mulai menuliskan pengumuman di White Board nya. 1. Mencari kandidat perwakilan untuk pengisi acara pensi 2. Sabtu, 17 Juli 20xx berkumpul jam 4 pagi di sekolah 3. Siapkan perlengkapan untuk pendakian selama 7 hari 4. Mie Instan secukupnya, karena peserta diajarkan untuk mencari makanan dari alam 5. Selamat melaksanakan kegiatan "Catat semuanya setelah semua selesai, segera beritahu." Tak sampai 5 menit seluruh peserta dari kelompok Anggrek menyelesaikan catatannya. "Kak sudah." "Pasang telinga baik-baik tidak ada pengulangan," jelas Roy dengan datar. "Kalian peserta ospek wajib mengikuti pendakian di Gunung Pangrango selama 7 hari. Persiapkan segala sesuatunya untuk kemah dan pendakian. Selama kalian disana, akan belajar menjadi orang gunung. Tidak ada alat komunikasi aktif disana. Hanya akan membawa GPS yang terpasang di baju kalian," jelas Shirley dengan serius. Raina sudah ketir-ketir dengan acara tersebut. Bukan apa, ia hanya takut menyusahkan semua yang berada disana. "Kak, apa ini wajib?" tanya Raina dengan gugup. Shirley mengangguk tegas. "Semua peserta ospek wajib mengikuti kegiatan ini sampai hari terakhir." Raina tertunduk lesu. "Jika tidak dapat mengikuti bagaimana, Kak?" timpal seorang cowok berwajah bule. "Untuk ijin atau apapun bisa kepada Ketua OSIS dengan alasan yang logis sepulang sekolah," jawab Dave yang baru saja memasuki kelas. "Ada yang mau bertanya lagi?" Seorang gadis berkulit putih dan mata sipit mengacungkan tangannya. "Untuk perwakilan pensi bagaimana?" "Saya akan tulis di papan nama peserta yang akan mengisi pensi." Shirley mulai menulis nama peserta di White Board kelas Band: 1. Justine 2. Elfred 3. Mikhayla 4. Lucindeana Modern Dance: 1. Eunice 2. Joycella 3. Kennia 4. Naradha Tradisional Dance: 1. Irenia 2. Oixie 3. Raina Raina yang tengah menulis dibuat syok saat namanya tercantum di Tari Tradisional. Pencapaian fantastis dalam sejarah hidupnya. Ia terlibat kegiatan seperti ini. "Untuk latihan, bisa dimulai hari ini sepulang sekolah." Penutup acara tersebut, OSIS langsung keluar dari ruangan karena jam pulang sekolah sudah berbunyi. Raina mengambil tas nya, berniat mencari Ketua OSIS guna ijin tidak mengikuti pendakian. "Lo Raina?" Seorang gadis berwajah jutek menghampiri Raina dengan pandangan menelisik. "Iya." Tak disangka gadis tersebut mengulurkan tangannya. "Gue Oixie, lo bisa panggil gue Oix." Dengan senang hati Raina menyambut uluran tangan tersebut. "Sorry ya Raina, pasti lo takut ngelihat muka dia." ucap gadis disebelah Oix sungkan. Raina nampak kikuk, mau menjawab ya rasanya tidak sopan. Karena wajah Oixie sangat jutek bahkan terlihat sombong. "Tenang aja, muka Oix emang gitu dari lahir. Oh ya kenalin, gue Irenia. Terserah lo panggil apa." Iren mengulurkan tangannya. Raina juga menyambut uluran tangan dari Iren. "Lo ikut tari buat penutupan kan?" tanya Oix menatap Raina. Raina yang ditatap intens oleh Oix pun terlihat ketakutan. "Slow aja Rain, Oix gak akan marahin lo kok," ucap Iren menenangkan, ia beralih menatap Oix. "Lo juga kalau natap orang nggak usah segitunya!" Lanjut Iren mencecar Oix. Oix nampak acuh dengan protesan dari sahabatnya. "Lo orang baik, Rain." Setelah mengucapkan itu, Oix berjalan terlebih dahulu keluar kelas. "Latian di lapangan belakang setengah jam lagi." Lanjutnya dan menghilang dibalik dinding. Iren mendengus jengkel dengan sahabatnya tersebut. "Ayo ke lapangan Rain." ajak Iren dengan menggandeng Raina. "Aku mau ke ruang OSIS dulu, ada perlu," pamit Raina dengan tak enak hati. Iren mengangguk paham. "Gue anter, sekalian lewat kan?" Raina mengangguk saja, tak ada salahnya jika Iren mengantarnya. Sesampainya di depan ruang OSIS, Iren berpamitan dan meminta Raina segera menyusul jika urusannya sudah beres. Dengan ragu Raina mengetok pintunya "Masuk!" Terdengar suara yang sangat dikenali oleh Raina. Perlahan Raina membuka gagang pintu dan melangkah masuk. Ketua OSIS tersebut tak melihat kearahnya karena fokus dengan berkas yang ia kerjakan. "Permisi, Kak." Dengan keberanian ekstra, Raina memulai pembicaraan. Roy mendongak dan tersenyum tipis melihat kedatangan Raina. "Ada apa Raina?" tanya Roy karena tak mengerti tujuan Raina menemuinya. "Duduk." Perintah Roy menunjuk kursi dihadapannya. Raina memilin jarinya gugup, "Saya ijin tidak mengikuti pendakian Kak," ucap Raina dengan wajah menunduk. "Orang tua saya tidak mengijinkan." Roy mengangkat sebelah alisnya bingung. "Kamu punya berapa orang tua?" "Hah?" Raina bingung dengan pertanyaan Roy yang diluar topik. Roy berdecak sebal, lalu mengeluarkan sebuah kertas dan memberikannya kepada Raina. Raina membaca surat tersebut dan seketika matanya membola. "Ba-bagaimana bisa?" tanya Raina bingung. Bagaimana tidak bingung jika itu adalah surat persetujuan dengan tanda tangan Arta tertera disana. Ayahnya mengijinkan? Rasanya seperti hidup dalam dongeng Tanpa diduga, Roy berjongkok dihadapan Raina yang sedang duduk di kursi. Pemuda tersebut memegang kedua tangan Raina. "Ini asli dari Ayahmu, Ayah Arta. Kalau kamu tanya kenapa bisa, jawabannya adalah Ayah udah percaya sama aku buat jaga kamu disana Rain," jelas Roy tulus. "Kenapa Kak Roy bisa dipercaya Ayah seperti ini?" tanya Raina penasaran. Karena setahu dia, Ayahnya adalah orang yang krisis kepercayaan terhadap orang baru. Lalu ini dengan mudahnya. Roy menarik Raina dalam pelukannya. "Kamu nggak perlu tahu bagaimana aku bisa dapat kepercayaan Ayah kamu. Aku nggak bisa janjikan sesuatu buat kamu, tetapi aku selalu usahakan supaya aku bisa tetep jagain kamu, bagaimanapun caranya." Akhirnya Raina membalas pelukan tersebut membuat senyuman di wajah Roy semakin lebar. "Kak--Sorry aku gak tahu kalau ada tamu," ucap orang tersebut dengan kikuk. Roy melepaskan pelukan tersebut dan menghampiri seseorang yang sudah mengganggu waktunya. "Ada apa Shir?" tanya Roy lembut. "Ayo pulang," rengek Shirley dengan bergelayut manja di lengan Roy. Raina yang sedari tadi berada di ruangan tersebut nampak kikuk. Sepertinya ia berada di waktu dan tempat yang salah. Ia berpelukan dengan cowok orang? Itu yang ada di pikiran Raina. Berpura-pura memegang hp, Raina segera berpamitan dengan kedua orang tersebut. Ia tak ingin dicap pelakor karena ketahuan pelukan dengan Roy yang notabene nya kekasih dari Shirley. Raina menggantungkan tas nya di bahu dan menghampiri kedua orang tersebut yang sedang berbincang hingga melupakan kehadirannya. "Kak saya pamit dulu mau ada latihan, permisi." Setelah berpamitan, Raina berlari menuju lapangan belakang untuk menghampiri Oix dan Iren yang menunggunya Sementara di ruangan, Roy tersadar jika tadi yang berpamitan dengan dirinya adalah Raina. Ia lupa dengan Raina karena mengobrol dengan Shirley. "Gue lupa Shir tadi yang pamitan kan Raina," ucap Roy dengan mengacak rambutnya frustasi. Disaat Roy bingung, justru Shirley tertawa kencang dengan memegang perutnya. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD