BYAN POV.
Gue langsung merebahkan tubuh ke atas kasur, memberikan kenyamanan untuk tulang belakang gue yang sudah penat. Sedangkan Luna asik dengan kameranya berselfie ria. Dan gue hanya menggelengkan kepala melihat itu.
"Luna, Mas mau istirahat. Kamu jangan jalan-jalan sendirian." Gue langsung memejamkan mata, mencoba masuk ke dalam dunia mimpi. Istirahat barang satu jam akan sangat membantu agar tubuh gue kembali fit.
"Mas, Mas Byan bangun." Luna menepuk lengan gue, baru juga gue mau tidur nih bocah main ganggu aja.
"Ada apa? Kan Mas sudah bilang, Mas mau istirahat! Mas capek Luna!" Gue menaikkan nada gue satu oktaf dari sebelumnya. Kemudian membuka mata dengan malas.
Mata gue terbuka sempurna saat mendapati Luna yang tengah mendongak dengan tangan kanan memegang hidungnya menahan darah mimisan agar tidak menetes ke lantai. Gue langsung bangun kemudian bergegas mencari tissue. Sialnya di dalam ruangan ini nggak ada tissue, apa gunanya suite mahal tapi nggak ada tissue di dalamnya.
"Benerin kepala kamu jangan mendongak gitu." Gue memberi aba-aba kemudian menahan darah yang keluar di hidung Luna dengan lengan kemeja gue.
"Mas, baju kamu." Luna menjauhkan lengan gue dari hidungnya.
"Gak usah mikirin baju Mas, mimisan kamu lebih penting." Gue kembali meletakkan lengan kemeja gue ke hidung Luna.
Setelah beberapa saat mimisan Luna berangsur reda, meskipun kemeja gue dipenuhi darah tapi gue merasa lega. Hilang sudah kesempatan gue untuk tidur, karena gue harus mandi membersihkan diri.
Terlihat wajah Luna seperti orang yang merasa bersalah, ya iyalah dia musti merasa bersalah karena sudah mengganggu tidur gue dan mengotori kemeja gue dengan darah mimisannya.
"Makasih ya, Mas." Luna menatap gue dengan wajah memelas.
Tiba-tiba otak licik ini mengeluarkan sebuah ide untuk mengerjai Luna.
"Kamu beneran terima kasih?" Gue bertanya dengan wajah tanpa ekspresi.
Dan Luna hanya mengangguk, matanya menatap ke arah gue.
"Cium Mas kalau gitu."
Gue rasanya pengin tertawa dengan sangat lantang, sebenarnya gue sendiri pun merasa geli dengan apa yang barusan gue ucapkan. Ya kali Luna mau cium gue, hahaha.
Rencana gue mengerjai Luna sepertinya berhasil. Karena kini Luna membulatkan matanya dengan sempurna. Wajahnya terlihat kaku, pipinya seketika berubah menjadi merah padam dan gue yakin pasti jantungnya lagi deg-deg parah di dalam sana. Entah kenapa gue seneng banget mengusili Luna.
"Hahaha, Mas cuman bercanda." Gue membuka suara karena sedari tadi Luna hanya diam. Lalu gue beranjak menuju kamar mandi.
Tiba-tiba Luna mencegah gue yang akan melangkah, tangan mungilnya menggenggam tangan gue. Seketika gue menjadi kikuk karena Luna terlihat sedang menjinjitkan kakinya, nih bocah mau ngapain?
"Mas, nunduk dikit," ucapnya.
Buset dah, nih bocah beneran mau cium gue? Tanpa membuang kesempatan emas ini gue pun langsung menunduk sedikit.
Dan, Cup!
Luna mengecup sekilas bibir gue. Gue nggak nyangka dia bakal mendaratkan ciuman di bibir, karena gue kira dia bakal cium di pipi doang.
"Lagi." Buset dah mulut gue murahan banget, minta nambah.
Pipi Luna semakin merah, matanya sayu saat menatap gue. Tapi kali ini gue bener-bener ingin dicium sekali lagi. Bayangin, lo dicium tapi hanya beberapa detik. Rasanya kurang puas, bukan?
'Tok tok tok!'
Terdengar suara Oma memanggil nama gue di luar sana.
"Luna, kita belum selesai," ucap gue sambil berlalu menuju pintu.
---
"Kemeja kamu kenapa, Byan?" Tangan Oma langsung menangkap lengan kemeja gue yang penuh darah. Nampak wajah Oma panik banget.
"Tadi Luna mimisan, karena di sini nggak ada tissue jadi Byan gunakan apa yang ada."
Oma melepas kasar lengan gue dari tangannya, lalu berjalan menuju meja di sudut kamar.
"Lalu ini apa Byantara!" Oma melempar tissue ke badan gue. Buset dah, tadi gue kagak liat ada tissue di sana. Jangan-jangan suite ini ada hantunya.
Luna cekikikan melihat Oma yang memperlakukan gue seperti anak TK. Dasar istri kurang garam, gue nggak mau bilang Luna kurang ajar karena ucapan adalah do'a.
"Ngomong-ngomong, Oma ngapain ke sini?"
"Mau ngasih barang kalian lah, mau apa lagi?"
Emang bener-bener dah Oma gue, gemes gue lama-lama. Gue langsung menarik koper yang berada di depan pintu lalu meletakkannya di samping tempat tidur.
"Makasih ya Oma ku tersayang." ucap gue dengan sedikit penekanan.
"Luna, kenapa bisa sampai mimisan? Kamu sakit?" tanya Oma.
Luna menggelengkan kepalanya, lalu mengangkat kedua sudut bibirnya sedikit.
"Enggak Oma. Luna biasa mimisan kalau kecapean," tuturnya lalu beranjak mendekati Oma.
"Mas Byan, Luna mau nyamperin keluarga Luna. Boleh?" tanya Luna meminta izin.
"Ya boleh dong Luna. Masa Byan nggak ngizinin," sahut Oma.
"Oma, Luna itu nanya ke Byan, kenapa Oma yang jawab sih!" Gue kesal banget sumpah. Kebiasaan banget si Oma main menyela aja.
"Ya benar kan, kamu ngizinin?" tanya Oma sambil memandang gue.
Gue hanya mengangguk sambil mendengus kesal.
***
Gue menikmati tetes air yang menghujani tubuh gue. Rasanya seger banget. Meskipun gue seorang laki-laki tapi urusan mandi gue bisa saingan sama perempuan. Entah apa yang dilakukan kaum perempuan saat mandi hingga memakan waktu lama, tapi kalau gue pribadi ya karena untuk menikmati air yang menghujani tubuh gue.
Sensasinya hampir kayak mandi hujan, karena gue pakai shower. Dulu sih waktu kecil gue nggak dibolehin mandi hujan, jadi sekarang gue balas mandi hujan lewat shower. Kenapa nggak dari dulu saat waktu masih kecil? Karena gue baru kepikiran sekarang.
Selesai mandi, gue langsung naik ke atas kasur. Kini giliran mata gue yang minta jatahnya untuk tidur.
Sebelum memejamkan mata, terlebih dahulu gue mengatur alarm di handphone biar gue tidur nggak kebablasan. Karena gue tidur suka lama kalau nggak dibangunin.
Saat gue akan menekan tombol set, layar gue menampilkan panggilan masuk dari Oma. Langsung gue angkat tanpa pikir-pikir lagi.
"BYAN! ISTRI KAMU HILANG!" suara Oma terdengar sangat panik di seberang sana.
"Oma kalau mau bercanda yang lebih lucu lagi, bisa? Ini nggak lucu Oma!"
"BERCANDA KAMU BILANG! INI SERIUS BYANTARA. CEPAT KAMU CARI SANA!" Teriak Oma lalu mengakhiri panggilan sepihak.
Gue mengacak rambut frustasi, bisa-bisanya itu bocah hilang di usianya yang sudah nggak lagi anak-anak.
Langsung gue bergegas keluar mencari Luna, sebelum itu gue terlebih dahulu mencari Varo abangnya Luna untuk minta penjelasan sejak kapan Luna menghilang.
Gue mengetuk pintu suite di mana Varo berada, cukup lama gue mengetuk tapi nggak kunjung dibuka. Tanpa pikir panjang lagi gue beralih menuju suite orangtua Luna.
Saat gue tepat berada di depan pintu suite itu, seseorang menepuk belakang gue. Gue langsung membalikkan badan dan mendapati Luna berdiri di sana.
"Kamu ke mana aja!" tanya gue dengan nada membentak.
Terlihat raut muka Luna langsung berubah menjadi kaget, dahinya berkerut.
"L..Luna t..tadi ke suite Oma dulu, Mas," sahutnya terbata-bata.
Hah? Luna habis dari suite Oma? Tunggu sebentar, gue bingung dengan ini. Tadi Oma bilang Luna hilang, sedangkan Luna bilang dia habis dari suite Oma. Jangan-jangan gue dikerjai oleh Oma?
Gue menarik kasar lengan Luna, menyeretnya menuju suite Oma.
"Mas Byan, sakit." Luna berusaha melepaskan lengannya dari genggaman gue.
"Mas! SAKIT!" Kali ini Luna berteriak, sontak gue langsung menghentikan langkah lalu membalik badan. Mata Luna terlihat berkaca-kaca, hidungnya merah karena menahan tangis.
"Maafin Mas, Mas emosi," ucap gue lalu melepaskan lengan Luna.
"Ayo, ikut Mas ke suite Oma." Kali ini gue hanya meminta tanpa menarik lengannya lagi.
Tok tok tok...
"OMA, BUKA!" Gue menggedor pintu dan nggak butuh waktu lama Oma langsung membukakan pintu.
Gue langsung masuk begitupun Luna.
"Maksud Oma apa bilang Luna hilang?"
Oma hanya terkekeh sambil mendekati gue. "Kenapa? Kamu khawatir 'kan?" ucapnya santai.
Rasanya darah gue langsung naik, wajah gue panas banget ya Tuhan! Kenapa Oma gue kekanak-kanakan begini?
"Oma nggak ada kerjaan kah?" tanya gue.
"Iya, Oma nggak ada kerjaan makanya ngerjain kamu, hahahaha."
"OMA, NGGAK LUCU!"