BAB 13 - LUNA

1002 Words
LUNA POV. Kita semua bergegas berangkat menuju Bandara. Gara-gara Mas Byan susah banget dibangunkan kita jadi hampir terlambat. Gue sama Mas Byan berangkat pakai mobil dia, sesuai permintaan Mas Byan agar kami terpisah dari Oma dan orangtuanya. Padahal gue lebih nyaman kalau berangkat bersama mereka daripada harus berduaan sama laki gue sendiri. Mas Byan bawa mobilnya nggak santai banget. "Mas, pelan-pelan dong nyetirnya!" Gue berteriak, karena saat ini dia nyetir udah kayak dikejar penjahat aja. "Nggak bisa. Kalau nyetir nya lambat kita nanti telat!" sahut Mas Byan kemudian menambah laju kecepatan. Jantung gue hampir copot dan gue teriak-teriak macam naik roller coaster. Gue nggak biasa dengan situasi macam ini. Seumur-umur baru kali ini gue dibawa ngebut kayak orang kesetanan. Tangan gue memegang erat handle grip sambil mulut gue komat kamit membaca segala macam bacaan yang gue tahu. Kali aja gue mati hari ini karena kecelakaan, setidaknya gue mati dalam keadaan berdzikir. "Mas! Luna nggak mau mati! Luna masih mau hidup! Luna mau punya anak dulu!!!!!" Gila juga mulut gue, ngelantur banget mana teriak lagi. "Kamu bilang apa? Mau bikin anak?" ucap Mas Byan ikut berteriak. "Kapan mau bikin? Pas di Bali nanti? Ayok lah!" lanjut Mas Byan masih dengan nada berteriak. "Mas Byan. Please! Mengemudi dengan aman!" Gue nggak bosan-bosannya minta dia menurunkan kecepatan laju mobil. Detak jantung gue sudah nggak beraturan. Seandainya saja orang dengan riwayat penyakit jantung ikut di mobil ini pasti dia bakal mati sesudah sampai tujuan. Setelah perjalanan menuju Bandara penuh dengan teriakan dan segala macam dzikir, akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan. Masih belum selesai dengan itu, kami juga harus tergesa-gesa pula untuk check in. Semua ini gara-gara Mas Byan yang susah dibangunkan. Coba saja dia nggak drama pagi-pagi kejadian macam ini nggak akan terjadi. --- Saat ini kita semua sudah berada di dalam pesawat dan melaju ke arah tempat tujuan. Gue merasa sangat lelah karena harus melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa. Ditambah lagi tenggorokan gue kering karena teriak-teriak nggak jelas sewaktu di mobil tadi. Mana perut gue rasanya mual banget. "Huekkk." kali ini gue rasanya pengin muntah. "Luna, kamu hamil?" Pertanyaan konyol dari Mas Byan membuat perasaan ingin muntah gue seketika hilang. Bagaimana ceritanya bisa hamil, ngapa-ngapain aja kagak. "Ini gara-gara Mas Byan bawa mobil ugal-ugalan. Luna jadi mual," sahut gue dengan nada sarkas. "Ya maaf. Mas kira kamu hamil. Kan kita belum hav--" Gue tahu kata apa yang akan diucapkan laki gue ini selanjutnya. Buru-buru dah gue memotong ucapannya biar nggak diteruskan. "Mas, jangan diteruskan. OK?" Dan Mas Byan menganggukkan kepalanya dengan jari membentuk hand ok sign. Gue langsung meminta air mineral sewaktu pramugari menawarkan hidangan. Seperti yang sudah gue katakan sebelumnya, kalau gue terbiasa minum air mineral daripada minuman lainnya. Gue rasakan sensasi segar di tenggorokan tiap tegukan air yang gue tenggak. Rasanya enak banget parah! "Nggak mau minum yang lain?" tanya Mas Byan sembari mengambil botol kosong di tangan gue. Gue menggeleng pelan. "Nggak. Luna lebih suka air mineral daripada yang lain." "Kenapa?" tanya Mas Byan sambil mengerutkan keningnya. "Takut diracuni. Kalau air mineral kan susah untuk masukin racun," sahut gue melantur. Sebenarnya alasan gue suka air mineral sih ya karena suka aja. Spontan Mas Byan langsung tertawa saat mendengar ucapan gue sambil tangannya mencubit gemas pipi gue. Woy Bapak! Sakit tahu! "Mas Byan. Sakit!" Gue langsung menepis tangan Mas Byan, menjauhkannya dari pipi gue kemudian mengusap lembut pipi gue yang terasa sakit banget. "Mau Mas cium nggak? Biar sakitnya hilang," bisik Mas Byan dengan nada menggoda. "APAAN SIH!" sahut gue dengan nada kesal. Dan Mas Byan hanya tertawa melihat reaksi gue yang kesal. "Loh kenapa? Tadi di mobil bukannya kamu bilang pengin punya anak?" Mas Byan membuka suara dengan lancar. Eh buset, itu kan gue cuman bicara asal-asalan. Daripada gue harus menanggapi laki gue yang enggak jelas selama penerbangan, lebih baik gue tinggal tidur. Selain karena gue mengantuk, gue juga nggak tahu harus ngapain. Setelah penerbangan selama kurang lebih 120 menit. Akhirnya pesawat landing juga di bandar udara I Gusti Ngurah Rai. Dan di sinilah kita berdua berada, di Terminal Bandara. Gue senang karena disuruh pergi duluan ke hotel tanpa harus menunggu bagasi. Malas nya, gue jadi lebih lama berduaan dengan Mas Byan. Kita berdua berjalan beriringan. Sembari berjalan gue mendengarkan lagu kesukaan gue biar lebih enjoy. Kayaknya gue salah kostum hari ini, karena cuaca lagi panas banget membuat gue kegerahan habis-habisan. "Kenapa juga gue pakai sweater tadi. Kan gerah sendiri jadinya," batin gue. Di saat gue bener-bener kegerahan setengah mati, Mas Byan malah menarik ikat rambut dan membiarkan rambut gue tergerai. "Mas Byan! Apaan sih!" Pekik gue. Gue kesal banget ya ampun sama laki gue sendiri. Kenapa nyebelin banget sih? "Balikin ikat rambutnya." Pinta gue sungguh-sungguh. "NO! biarkan rambut kamu tergerai begitu," sahut Mas Byan sambil memasukkan ikat rambut gue ke dalam saku celananya. Kedua mata gue seketika membola melihat kelakuan menyebalkan Mas Byan. Gue nggak ngerti lagi sama kelakuannya itu. Bisa-bisanya dia melarang gue untuk menguncir rambut gue sendiri, dia nggak tahu apa kalau sekarang gue lagi kegerahan. Apa coba tujuan dia melarang gue menguncir rambut? Nggak merugikan dia juga, kan? "Mas Byan, Luna gerah banget. Balikin ikat rambut Luna." Gue memelas untuk kesekian kalinya, tapi tetap aja usaha gue gagal. Gue menarik napas kasar sembari memasang wajah cemberut. Sebagai tanda protes dengan sikap Mas Byan. "Mas, balikin ikat rambutnya." pinta gue lagi. Mas Byan menggeleng mantap. "Enggak akan, biarkan rambut kamu tergerai seperti ini. Kalau kamu kepanasan, lepas saja sweater kamu itu," sahutnya. Eh buset, masa gue harus lepas sweater. Dia nggak tahu aja di dalam sana gue cuman mengenakan pakaian dalam doang tanpa baju kaos. Kalau dilepas ini sweater, kan bahaya untuk semuanya. Terutama untuk gue sendiri. Gue berdecak sebal. "Mas, kalau dilepas! Luna cuman pakai dalaman doang! Buruan balikin ikat rambut Luna, Mas. Gerah banget ini!" Bukannya mengembalikan ikat rambut gue, Mas Byan malah meninggalkan gue terlebih dahulu masuk ke dalam mobil. "Oke, terserah!" gue menyerah untuk mengambil ikat rambut itu. Punya laki nyebelin banget. Wajah aja yang ganteng tapi kelakuan selalu bikin gue naik darah aja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD