11. Mewaspadainya

1047 Words
"b******k!" umpat Cakrawala kesal. Langkah besarnya menuju Senja dan Arya berada. Dengan tangan terkepal dan gigi yang dieratkan. Beraninya Arya mendekati Senjanya padahal sudah jelas-jelas ada dirinya di sana yang sedang menunggu. "Nggak, gue nggak bisa tinggal diam!" batin Cakrawala bertekad. Terlihat, Senja sedang berlari ke arah Cakrawala. Mungkin dia sadar bahwa sang kakak sudah melihat dirinya tengah berbicara dengan Arya. Karena dari yang dia tahu, Cakrawala akan murka dan melukai siapa saja yang mendekat. "Abang ngapain, sih, pake ke sini segala?" tanya Senja dengan nada mengeluh. Tangan kanannya langsung memeluk lengan Cakrawala dan mengajaknya pergi. "Lo ngapain? Sejak kapan lo kayak gini?" tanya Cakrawala menyelidik. Tidak pernah sekali pun Senja bersikap seperti ini. Justru sebelumnya, sang adik akan berusaha menjauh. Entah ketika dia memegang tangan, pinggang, atau lainnya. "Apaan, sih? Gue laper mau makan," kata Senja berusaha mengalihkan perhatian. Cakrawala menoleh ke belakang dan mendapati Arya tengah menatapnya. "Jadi, lo berusaha melindungi Arya?!" "Buat apa? Emang dia siapa? Udah, ah, gue laper. Kalo lo mau tetep di sini, silahkan. Gue mau cari makan di luar." Senja menjauhkan tangan dari lengan Cakrawala dan berjalan. Dia yakin, sang kakak akan mengabaikan Arya dan mengikutinya. Memang, niatnya untuk melindungi Arya. Selain itu, dia tidak ingin membuat keributan di tempat umum. Terlebih, ini hari pertamanya bekerja di Lazuar Group. "Oke, lo mau makan apa?" tanya Cakrawala mengejar. "Yang seger-seger, Bang. Gue pengen makan mie ayam bakso sama minumnya es kelapa," sahut Senja bersemangat. Membayangkan makanan favorit di depan mata membuat Senja ingin meneteskan air liur. Apalagi dengan menuang banyak sambal dan saos di atasnya. Rasanya kehadiran Cakrawala di sisinya tidak akan berarti apa-apa. "Di mana?" tanya Cakrawala dengan dahi berkerut. "Biasalah, Bang, cari di pinggir jalan." "Kenapa nggak di restoran aja?" Tidak jarang Cakrawala mengajak Senja makan di luar. Ya, walaupun harus dengan cara mengancam. Namun, tempat yang dipilih bukan restoran mahal atau lainnya, melainkan penjual pinggir jalan. Entah itu sate, nasi goreng, pecel ayam, dan lain sebagainya. "Di restoran nggak enak, Bang. Mie ayam itu paling enak yang keliling. Kalo nggak, ya, yang mangkal di pinggir jalan," sanggah Senja menggebu. "Ya udah terserah lo aja," kata Cakrawala lesu. Daripada tidak bisa makan siang bersama, lebih baik mengalah. Lagi pula, ini bukan pertama kali Cakrawala makan di pinggir jalan. Dia sudah pernah beberapa kali melakukannya berkat Senja. Memang rasanya tidak mengecewakan, tetapi suasana tempat yang tidak nyaman. "Senja, tunggu!" Terdengar suara teriakan yang membuat Senja juga Cakrawala menoleh ke belakang. Di sana, Raya sedang berlari sambil menarik tangan Arya. "Bu Raya, Pak Arya!" Senja terlihat sangat terkejut. Kemudian, dia beralih menatap Cakrawala yang sudah siap mengeluarkan taring. Dengan napas tersengal, Raya berkata, "Kamu mau ke mana? Kita makan siang bersama, yuk!" "Ya salam." Arya membatin frustasi, "Udah, Kak. Kita makan siang berdua aja," bisik Arya sambil melirik Cakrawala. Raya mengabaikan sang adik dan fokus menatap Senja. "Kita makan di restoran depan, yuk! Makanannya enak-enak sekali, loh. Apalagi nasi bakarnya, juara." "Bang?" panggil Senja menyentuh lengan kakaknya. Kini, Senja tengah dilanda bingung. Selain pikiran sudah tertuju pada mie ayam bakso dan es kelapa, Cakrawala juga ada di sana. Jika menolak tawaran Raya pun tidak enak. "Apa?!" tanya Cakrawala ketus. "Sebentar ya, Bu." Senja tersenyum canggung dan lekas menarik Cakrawala sedikit menjauh, "Makan mie ayamnya nanti sore aja gimana? Gue pengen beli yang keliling di rumah lama," imbuhnya membujuk. Cakrawala menatap Senja kesal dengan napas memburu. Sebelumnya sang adik begitu bersikeras untuk makan mie ayam bakso di pinggir jalan. Sekarang di saat orang lain mengajaknya makan siang bersama langsung berubah pikiran. "Mau ya, Bang? Udah lama banget 'kan gue nggak pulang ke rumah Ayah. Pengen nyobain makanan sana lagi," bujuk Senja dengan raut memohon. "Ya udah, iya. Berarti nanti sore gue jemput, yah? Pulang jam lima, kan?" Seulas senyum lembut terbit di wajah tampan Cakrawala. Tangannya bergerak mengacak rambut Senja. Kalau seperti ini, Cakrawala terlihat seperti seorang kakak yang sesungguhnya. Kakak yang menyayangi adiknya dan bukan pria yang mencintai seorang wanita. "Iya, Bang," sahut Senja mengangguk. "Ya udah. Jadi makan bareng sama bos lo, nggak?" Cakrawala tahu kalau Raya itu atasan Senja. Meski tidak terlalu mengenal, tetapi dia tahu siapa-siapa saja orang penting yang ada di Lazuar Group. "Iya, jadi." Senja tersenyum dan bergegas ke arah atasannya. "Gimana? Mau makan siang bareng saya dan Arya, nggak?" tanya Raya dengan cara bicara yang lebih santai. Raya memang tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain. Murah senyum dan tidak pernah membeda-bedakan status sosial orang. Sifatnya ini mirip sekali dengan Arya. Namun, sikapnya kali ini jelas berbeda pada Senja. Dia memiliki rencana terselubung untuk mendekatkan adiknya dengan sekretaris barunya itu. "Mau, Bu, tapi saya ajak kakak saya boleh?" "Tentu saja. Ya udah, yuk!" sahut Raya bersemangat. Kini, mereka berempat pergi ke restoran seberang menggunakan mobil Raya. Mungkin sekitar lima menit mereka sudah sampai. Hanya saja, Raya merasa ada yang aneh dengan sikap Cakrawala yang seolah mewaspadainya dan Arya. Raya meraih buku menu dan mengangkat tangan memanggil pramusaji. "Kalian mau pesan makan apa?" "Apa saja, Bu," jawab Senja. Wanita dengan tinggi sekitar seratus enam puluh lima sentimeter itu tidak pernah pilih-pilih makanan. Asal ada rasa pedasnya pasti suka. Terlebih jika makanan itu super pedas, itu adalah kesukaannya. "Nasi bakar paket lengkap aja. Kalo minumnya, gue mau es jeruk," sahut Arya menatap buku menu lain. "Kalau kamu apa? Mau nasi bakar juga?" tanya Raya pada Cakrawala. "Samain aja," sahut Cakrawala singkat. Tidak lupa dengan raut menyebalkannya. Cakrawala ingin acara makan siang itu segera berakhir. Dia benar-benar merasa tidak nyaman ada Arya dan Raya di sana. Inginnya berduaan saja bersama Senja. Selain itu, dia juga sudah tidak sabar ingin menunggu pukul lima tiba. "Oke. Berarti nasi bakar paket komplit dan es jeruk empat." "Baik, mohon ditunggu," kata pramusaji, lalu bergegas pergi. "Sepertinya kamu sayang sekali, ya, sama Senja?" tanya Raya pada Cakrawala. Dari sikap yang Cakrawala tunjukkan di lobi dan di mobil, Raya bisa melihat betapa Cakrawala sangat menyayangi Senja. Namun, dia merasa ada sesuatu yang lain atau lebih tepatnya merasa ada yang janggal. "Tentu saja. Senja ini calon istri saya dan sudah sepantasnya kalau saya sangat menyayanginya," sahut Cakrawala mantap. Mendengar ucapan pria itu membuat Raya langsung menganga terkejut. Senja pun sama terkejutnya dan lebih ke tidak percaya. Bagaimana bisa Cakrawala mengatakan hal itu di depan orang lain? Namun, tidak dengan Arya yang sudah tahu segalanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD