Kesedihan Rey membuatnya semakin tak terkendali. Ia terus menangis dan menjerit histeris. Beberapa orang yang berada di dekatnya berusaha menenangkannya. Awalnya hanya satu dua orang yang berusaha memegang tubuh Rey, namun keduanya terpental tak mampu mengontrol tubuh itu. Warga yang lain melihat kejadian itu terkejut lalu tergerak ikut memegang tubuh Rey yang mulai lepas kendali. Hampir sepuluh orang yang berusaha memegang tangan, kaki, badan hingga kepala Rey.
Sunggu ajaib apa yang di lakukan Rey. Dalam keadaan tidak sadar ia mampu melepaskan semua pegangan orang orang yang berusaha menenangkannya. Bahkan ada yang terhempas dan terjungkal ke belakang. Kekuatan ini sudah di luar batas manusia biasa. Jelas itu bukan Rey yang di kenal warga. Rey kemudian terlihat tenang setelah terlepas dari pegangan warga tadi. Ia duduk bersimpuh di depan jenazah abangnya.
“Dimana ‘mereka’ yang katanya menjadi pelindung abang?”
“Dari dulu aku ga pernah percaya dengan ‘mereka’! Ini kan buktinya bang?!”
Rey terus meracau tak jelas. Warga pelayat yang menyaksikan tidak ada yang berani menegurnya. Mereka semua hanya terdiam mendengar ocehan Rey. Suasana di dalam rumah seketika berubah jadi panas, padahal kipas angin beberapa dalam keadaan hidup. Tampak beberapa warga ada yang keluar dari ruangan tersebut karena ketakutan. Mereka khawatir jika terjadi sesuatu yang buruk menimpanya. Wajah Rey tampak kemerahan dan hanya tertunduk. Suaranya juga turut berubah jadi berat dan serak. Tiada henti ia terus komat kamit sendiri, seperti sedang membaca rapalan yang tak begitu jelas.
Sementara di alam lain, Rey bertemu dengan sosok yang telah menyatu dengan raganya di dunia nyata. Ia melihat jelas sosok itu yang memiliki badan besar berwarna merah tanpa sehelai kainpun yang menutupinya. Tingginya kurang lebih dua kali lipat dari tinggi manusia biasa.
“Siapa kamu?” Tanya Rey pada sosok tersebut.
“Aku adalah sisi buruk dari dirimu Rey.”
“Maksudmu?”
“Setiap manusia memiliki dua sisi dalam kehidupannya. Sisi baik dan sisi buruk. Dan aku adalah sisi burukmu yang selama ini bersemayam dalam jiwamu.”
“Aku tidak percaya dengan omonganmu. Bukannya aku adalah titisan Sang Eyang? Dan dia selama ini yang selalu bersamaku?”
Hahahaha… hahahaha…
“Kamu tidak pernah meyakini mereka ada dan tidak percaya dengan mereka bukan?”
“Mereka telah pergi sejak ‘Sang Pembela’ abangmu pergi meninggalkanmu.”
“Aku memang tak peduli dengan ‘mereka’. Segala hal tentang ‘mereka’ tidak pernah aku mau tau!”
“Aku hadir karena engkau yang inginkan Rey.”
“Bagaimana bisa? Aku tak pernah sekalipun punya perjanjian denganmu.”
“Aku ada karena AMARAH, KEBENCIAN DAN DENDAM dalam dirimu telah muncul.”
************************
Kembali di alam nyata … Rey sudah tak sadarkan diri. Ia terkulai lemah di depan jenazah abangnya. Hingga seminggu Rey tak juga siuman dari tidurnya. Rey tak bisa mengikuti prosesi pemakaman abangnya. Hingga di turunkan di liang pusara, Rey tak juga sadarkan diri. Otomatis hanya warga sekitar yang membantu menyelesaikan prosesi pemakaman tersebut hingga tuntas.
Untuk proses selamatan selama 7 haripun tetangga sebelah yang membantu menyiapkan semuanya. Beruntung warga sekitar memiliki solidaritas dalam membantu warga yang sedang kesusahan. Keluarga Rey juga orang terpandang dulunya. Terutama sang ayahnya Rey yang sering membantu warga yang berobat non medis hingga proses melahirkan. Beruntung Rey memiliki orang tua yang ringan tangan dengan sesama.
Di alam sebelah Rey masih terjebak bersama Demonnya. Sosok yang sekarang menggantikan Eyang Demak yang sebelumnya selalu di dekat Rey. Jiwa Rey sengaja di tahan oleh Demon hingga melewati masa 7 hari. Dan hari ini adalah hari terakhir Rey berada di alam tersebut. Tampak Rey masih kebingungan dengan apa yang ia alami di dunia gaib tersebut.
Banyak hal yang ia alami selama berada di dunia lain tersebut. Salah satunya ia di beri kesempatan untuk bertemu dengan almarhum kedua orang tuanya dan abangnya Dion yang baru saja meninggal. Rey sangat bersyukur ia di pertemukan dengan orang orang yang menyayanginya. Meski tidak banyak yang mereka lakukan di alam itu, hanya tersenyum yang di tampakkan. Hati Rey seketika bergetar hebat dan akhirnya tak mampu ia menahan air matanya. Kedua lututnya jatuh terkulai lemah dan ia membiarkan buliran air matanya berhamburan keluar dari kedua matanya.
Rey merasa bersalah dengan mereka karena selama ini banyak melakukan kesalahan dan belum sempat membalas segala kebaikan mereka. Ia merasa sebenarnya tidak pantas untuk hidup lagi. Seharusnya dia yang berada di posisi itu, bukan ayah, ibu atau bang Dion. Sang demon yang menyaksikan hanya diam dan sesekali menertawakan adegan yang ada di depan matanya. Memang ini semua adalah ulahnya untuk menipu hati Rey.
Hanya beberapa saat moment itu terjadi. Tiba tiba mereka menghilang dalam sekejap dari pandangan mata Rey. Ia masih tak menerima di tinggalkan oleh mereka. Rey ingin bersama mereka di alam tersebut. Namun suara demon menyadarkan hal itu.
“Ini belum waktu mu Rey.”
“Kenapa?”
“Masih ada urusanmu di dunia yang harus kamu tuntaskan.”
“Melihat mereka disini aku merasa sudah bosan hidup.”
“Tidak Rey. Takdirmu belum waktunya. Ada yang harus kamu selesaikan di duniamu bersamaku.”
Dalam sekejap jiwa Rey melayang menembus kegelapan menuju sebuah cahaya yang ternyata cahaya itu pancaran dari tubuhnya sendiri. Seketika Rey kembali pada raga yang telah lama ia tinggalkan. Ia merasa asing setelah kembali di tubuh itu. Netra yang mulai terbuka perlahan ia edarkan ke sekeliling ruangan. Nihil, tidak ada seorangpun menemani tubuhnya. Perlahan tubuh yang lain ia gerakkan. Semua terasa sakit, pasti. Karena sudah beberapa hari tubuh tersebut tidak di gerakkan, hanya tergolek lemah di ranjang yang usang.
Setelah ia merasa kedua tangan dan kaki bisa di gerakkan, ia coba bangkit dari tidurnya. Setelah berhasil ia masih terlihat ling lung dengan keadaan sekitar. Rey mencoba mengulang memori yang ia bisa dapatkan dari apa yang ia lihat saat itu. Perlahan tapi pasti ia bisa mendapatkan ingatan yang pernah ia lakukan. Ia coba membaca istighfar dan dilanjutkan dengan membaca fatiha 4 seperti yang di ajarkan ayahnya semasa hidup. Setelah membaca surah tersebut tiba tiba yang muncul adalah sosok yang telah ia temui di alam bawah sadarnya, the demon.
“Kok aku bisa lihat kamu?”
“Hijabmu sebagai manusia istimewa telah terbuka Rey. Dan itu bukan karena aku tapi Tuhan mu.”
“Lalu kenapa kamu ga takut dengan surah yang k*****a barusan.”
Hahahaha … hahahaha …
“Aku duluan di ciptakan dari manusia. Aku sangat hapal dan fasih mengenai surah itu daripada kalian manusia.”
“Jadi kamu sudah kebal dengan ayat ayat suci?”
“Tergantung orang yang membacanya Rey.”
Tok tok, assalammualaikum …
Suara lembut yang tak begitu asing membuyarkan obrolan Rey dengan Demon. Seorang gadis yang menemani keseharianku. Anindya, gadis manis keturunan suku pedalaman yang memiliki kulit putih seperti orang bule sampai di kira ia ada keturunan bule asing. Padahal ia keturunan asli Borneo yang sedang kuliah di kotaku.
“Alhamdulillah, kamu sudah sadar Rey.” Tampak mata gadis itu mulai berkaca kaca melihat kondisiku.
Bulan puasa begini ingat saat Eyang Demak dengan sahabatnya bergiliran hadir dalam kehidupan Rey.
Jika saja ia mau menerima kehadiran ‘mereka’ mungkin tahun ini tidak setandus begini. Andai ia percaya dengan takdirnya, mungkin…
Kangen Eyang, Datuk dan yang lainnya… by Rey Arsyad