TIDAKKKKKKK!!!!
“Bang, bangun Bang!! Bang, BANGUNNNN!! Ini Rey, Bang!!”
Suasana seketika menjadi hening, tak ada seorangpun yang berani mengeluarkan suara. Hanya Rey yang terus menjerit histeris tiada henti. Ia sangat terpukul dengan kepergian satu satunya orang yang menjadi panutannya. Sosok yang telah terbujur kaku itu hanya terdiam, tanpa sedikitpun menyahut panggilan Rey.
Senyum yang menghiasi jenazah itu tak mampu meredakan amarah seorang Rey. Ia terus saja meratapinya, rasa enggan untuk melepasnya begitu saja.
“Kenapa tinggalkan Rey sendirian bang? Jangan tinggalkan Rey bang!” tiada henti ia menangisi sosok itu.
“Tenang nak Rey, sampean kudu ikhlas, doaken saja beliau, agar lapang kuburnya.” Tiba tiba ada suara seorang tetua di lingkungan rumah yang sedari tadi ikut melayat.
Mendengar kata ikhlas hati Rey langsung bertambah panas. Seketika ia langsung mengarahkan pandangannya pada sosok tetua yang bicara tadi. Dengan tatapan yang tajam dan dibarengin dengan warna mata yang kemerahan, Rey seolah menegaskan jika ia takkan pernah ikhlas dengan cara kepergian orang yang di sayanginya.
Mendapat tatapan sedemikian tajam, tetua kampung langsung tertunduk dan meminta maaf. Sangat jelas ia begitu ketakutan dengan sikap yang di tunjukkan Rey. Ia merasa bergetar sekujur tubuhnya setelah melihat reaksi lawan bicaranya. Tamu yang hadir juga demikian turut merasakan aura yang mengerikan dari seorang Rey. Semuanya tertunduk tanpa ada seorangpun berani menatapnya.
Jika saja Rey menuruti kata abangnya mungkin takdir akan berkata lain. Sedari dulu ia sudah di beritahukan abangnya agar menjauhi Robin. Jangan pernah memberikan kepercayaan penuh pada orang lain. Apalagi menyerahkan sebuah usaha yang berhubungan dengan uang. Setiap orang punya sisi gelap, namun apa yang di lihat dari Robin adalah nyaris semuanya tertutupi dengan aura yang gelap. Berkat kemampuan Dion, ia bisa menerawang kelebihan dan kekurangan seseorang.
Sedari dulu Rey tak mau percaya dengan hal yang berbau mistis, meski ia sebenarnya tahu ada yang mendampingi kemanapun ia melangkah. Rey tak pernah mau menerima kehadiran ‘mereka’. Makanya ia tak pernah percaya dengan terawangan abangnya. Meski ia sering mendapat pengobatan secara non medis dari kakaknya. Ia tak begitu yakin sepenuhnya dengan apa yang di katakan Bang Dion tentang dunia sebelah dan semua pernak perniknya.
“Kamu ga akan bisa menolaknya Rey. Itu sudah jalan hidupmu.” Kata ini yang selalu dikatakan Bang Dion saat aku meminta ‘mereka’ pergi. Jika sudah kata kata ini terucap, Rey langsung melongos pergi menjauh atau terdiam. Rey sangat menghormati abangnya, karena hanya dia satu satunya saudara yang tersisa dalam hidupnya. Apalagi Bang Dion adalah orang yang selalu melindung dan membela Rey, meski ia tahu adiknya dalam posisi salah. Dia lah sang Pembela buat Rey. Warning mengenai Robin sudah sedari dulu ia berikan pada Rey. Namun sekali lagi tidak pernah ia hiraukan peringatan tersebut.
Robin adalah sahabat kental Rey sewaktu masih kerja di sebuah perusahaan distributor makanan dan minuman yang terletak di area pergudangan. Hanya Rey lebih beruntung karena ia menduduki posisi strategis dari pada Robin di perusahaan tersebut. Di tambah lagi ia juga menjadi orang kepercayaan sang pemilik perusahaan. Robin hanya seorang sales yang berada di bawah pimpinan Rey. Hubungan mereka semakin akrab sejak Rey membantu Robin dalam pencapaian kerja.
Selang beberapa tahun Rey berhenti dari pekerjaannya dan membuka usaha sendiri. Salah satu karyawan yang ia rekrut adalah Robin, sahabat dekatnya. Rey masih belum menyadari jika Robin menyimpan rencana licik terhadapnya. Hanya abangnya Rey yang mengetahui rencana tersebut. Namun dasar Rey yang tidak pernah mempercayai penglihatan indra ke 6 sang abang membuat dia tidak mempedulikan omongan abangnya. Robin menyadari jika Bang Dion mengetahui rencananya. Diapun merencanakan sesuatu untuk menghabisi Dion. Segala sesuatunya mulai di persiapkan Robin untuk menyempurnakan rencananya.
Hari itu Rey sedang tidak berada di tempat. Ia sedang sibuk mencari barang pesanan pelanggannya yang harus segera ia penuhi dalam waktu dekat. Sementara di gudang hanya Robin dan dua anak buah helper. Sementara bang Dion masih di rumah dan sedang bersiap siap untuk mendatangi gudang. Karena ia memiliki feeling yang kuat akan terjadi sesuatu dengan usaha adiknya. Apalagi setelah mengetahui Rey meninggalkan gudangnya dan mempercayakan semuanya pada Robin yang jelas jelas memiliki rencana jahat.
Mendapati rencananya telah ketahuan oleh Dion, Robin beserta dua orang helper tadi melakukan tindakan nekat. Mereka mengurung Dion dan menghajarnya tanpa ampun. Robin yang sudah seperti kesurupan, tanpa henti menganiaya Dion tanpa belas kasih sedikitpun. Bahkan ia menggunakan sepotong besi memukulkan ke arah kepala Dion. Darah segar langsung mengucur deras dari kepala tersebut. Dion lalu terhuyung lemah hingga terjatuh di lantai tak sadarkan diri. Kedua orang helper hanya menyaksikan kebrutalan Robin, sedikitpun mereka tak berani berbuat sama dengan yang di lakukan Robin. Melihat Dion sudah tak sadarkan diri tidak membuat Robin menghentikan tindakannya. Ia malah semakin beringas menghajar wajah dan sekujur tubuh Dion tanpa henti.
Sementara Rey yang sedang menanti pesanannya di siapkan oleh supplier, mulai merasa ada yang janggal dengan hatinya. Ia terlihat tidak tenang sedari tadi. Terlihat dari raut wajahnya yang tampak gelisah tak menentu. Padahal firasat itu sangat jelas sejak ia pergi dari gudang tempat ia bekerja. Hanya Rey tak menyadari hal tersebut akan terjadi sesuatu yang buruk. Saat transaksi barang juga ia merasakan kepalanya tiba tiba terasa sakit, seperti benda tumpul yang di pukulkan ke kepalanya. Langit di luar juga sangat gelap tanpa ada sinar mentari sedikitpun yang mampu menembus awan gelap tersebut.
Tak berapa lama Rey mendapat telpon dari seseorang.
“Bang Rey dimana? Buruan pulang bang. Bang Dion bang …?!” suara tersebut seperti tercekat berat ketika ingin mengatakan keadaan Bang Dion.
Rey yang mendapat kabar tersebut langsung meninggalkan belanjaanya tanpa menyelesaikannya terlebih dahulu, meski ia telah membayar lunas. Segera ia memacu kendaraannya dengan cepat, tapi jelas hal itu sulit mengingat kondisi jalan sedang padat lalu lintasnya. Di tambah lagi cuaca saat itu yang di guyur hujan yang sangat deras turut andil menghambat langkah Rey. Perasaan Rey semakin tidak tenang mendapati keadaan di jalan. Ia semakin khawatir dengan keadaan abangnya. Bisikan bisikan yang ia terima tak lagi ia hiraukan. Ia tak mempedulikan kehadiran ‘mereka’.
Hampir tiga jam ia berkutat di jalan yang macet dan penuh dengan genangan air akibat dari hujan deras tadi. Di tambah jarak yang cukup jauh menuju rumahnya. Hati Rey semakin berdebar kencang ketika mendekati rumahnya. Terlihat beberapa warga sudah berkerumun di depan rumah. Wajah penuh kecemasan Rey semakin tampak ketika mendekati rumahnya. Sempat ia berharap semuanya baik baik saja. Tapi…
Semua terlambat di sadari oleh Rey. Sang Pembela telah pergi selamanya meninggalkan adik kesayangannya. Kain kafan tak juga mampu meredam darah segar yang masih terlihat keluar dari beberapa titik di tubuhnya. Rey yang mendapati kondisi tubuh sang abang yang begitu mengenaskan sangat terpukul melihatnya. Ia daratkan kedua lututnya mendekati sosok yang sudah di tutupi kain tersebut. Warna merah darah yang masih segar menambah rasa perih hati seorang Rey. Ia yang biasanya tidak pernah lemah begini dalam menghadapi segala hal, kali ini harus menyerah dengan kesedihan yang sangat mendalam.
‘Sang Pelindung’ yang selama ini selalu berada di depan membela Rey, meski tau adiknya di posisi salah, sekalipun ia tak pernah ikut memojokkannya. Menyayangi saat ia berada di posisi terpuruk, saat semua orang ingin menjatuhkannya, bahkan ingin menghancurkannya. Bang Dion sangat menyayangi adiknya setelah mereka di tinggal kedua orang tuanya. Amanah yang di tinggalkan orang tuanya benar benar ia jaga hingga di akhir hayatnya.
“Dion, satu pesan Abah, jangan pernah kam tinggalkan adingmu. Meski ia salah atau terpuruk sekalipun, lindungi dan bantu ia, meski itu nyawa taruhannya. Akur akurlah kalian dengan saudara.”