6

1006 Words
Azkia berjalan mendekati Tangguh yang masih menggendong Ares. Langkah kaki Tangguh tetap berjalan pelan menuju toko mainan dan memilih mainna untuk Ares. Tangguh melirik sekilas ke arah Azkia yang mengerutkan keningnya dengan bingung. Lirikannya matany juga berpindah ke arah Yura yang agak menjauh dari Tangguh. "Dia siapa, Mas?" tanya Azkia menunjuk ke arah Ares lalu melirik ke arah Yura yang jelas hanya berpakaian biasa. Sudah tentu, Yura bukan wanita se -level dirinya. "Eh Azkia ... Ini Ares dan itu Yura," jelas Tangguh dengan senyum lebar. "Oh ... Itu kan hanya sebuah nama. Aku nanya siapa mereka? Apa hubungan kamu dengan mereka?" tanya Azkia masih bingung. "Dia calon istriku, dan sudah tentu anak lelaki ganteng ini adalah anakku," jelas Tanguh semakin percaya diri. Tangguh mencium pipi Ares dengan penuh kasih sayang hingga suara decitan ujung hidup dan pipi saat mencium pun terdengar amat jelas. Azkia melotot tajam ke arah Tangguh dan menggelengkan kepalanya dengan rasa tidak percaya. "Gak salah denger kan? Kamu bilang apa Mas? Calon istri? tante Rtna tahu soal ini?" tanya Azkia begitu ketus. "Ini baru mau aku kasih tahu," jelas Tangguh dengan berani. "Uh! Nyebelin!" teriak Azkia begitu kesal. Azkia menatap Yura dengan tajam dan sangat sinis lalu membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju mini market untuk mencari Tante Ratna atau Ibu Tangguh. Yura menarik napas dalam. Jleas sekali, gadis yang ada disini tadi sangat menyukai Tangguh. Ia tidak terima dengan kejujuran Tanggu. Yura segera menghampiri Tangguh dan mengambil puteranya dari tangan Tangguh. "Sudah Pak. Saya tidak mau lagi berurusan dengan Bapak. Urusan saya dan Bapak sudah selesai sejak tiga tahun lalu!" jelas Yura dengan suara lantang. Ares langsung ikut dan memeluk Yura. Tapi, tatapan anak lelaki itu begitu lekat menatap Tangguh yang kaget setengah mati saat Ares sudah berpindah tangan dari gendongannya. "Yura? Apa -apaan kamu? Ares puteraku juga! Aku berhak membahagiakan Ares!" jelas Tangguh dengan suara tak kalah lantang. "Urus saja gadis tadi. Sebelum semuanya runyam! Cukup hidup saya yang rusak karena kamu!" tegas Yura yang langsung pergi dari hadapan Tangguh. Tangguh terdiam sesaat dan kembali mengejar Yura yang sudah hilang dari pandangannya. Tangguh berlari dan mencari Yura serta Ares hingga bahunya ditepuk oleh seseorang dari belakang. Tangguh menoleh ke arah belkanag dan melihat Ratna sedang melotot tajam ke arah Tangguh. Dibelakang Ratna ada Azkia yang terlihat menunduk tak berani melihat Tangguh. "Kenapa kamu buat Azkia menangis?" tanya Ratna begitu kesal. Tangguh mengerutkan keningnya dengan bingung. Tatapannya berpindah ke arah Azkia yang tetunduk menatap lantai dan bersembunyi dibelakang Ratna seolah meminta perlindungan. "Siapa yang membuat Azkia menangis? Bukan aku," bela Tangguh pada dirinya sendiri. "Kita selesaikan masalah ini dirumah," jelas Ratna pada Tangguh. Tangguh hanya mengangguk pasrah dan menatap Azkia yang masih menunduk dan tak mau melihat ke arah Tangguh. Tangan Azkia mengapit lengan Ratna dengan erat. Ratna sengaja memilih bangku tengah dan membiarkan Azkia duduk bersebelahan dengan Tangguh. Kedua orang tua Tangguh dan Azkia memnag bersepakat untuk menjodohkan Tangguh dan Azkia. Selain karena Nungky, Papa Tangguh dan Hariantoro, Papa Azkia adalah teman semasa kuliah. Mereka juga sedang membangun bisnis baru di Pulau Bali. Mereka bekerja sama membuka Kafe Kopi di dekat Pantai Kuta. Tangguh melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Mobil VW telur asin itu sudah masuk ke Perumahan elit milik kedua orang tuanya. *** Yura berlari dengan cepat seperti maling yang sedang ingin pergi bersembunyi dari incaran satpol PP. Ares hanay diam saat Yura masih mendekap gendongannay dan tetap berlari hingga napasnya mau putus. Yura berhenti sejenak disamping mini market yang besar itu. Yura menghirup dala udara oksigen agar membuatnya tenang. "Ma .. Mainan?" pinta Ares seperti ingin menangis. "Hei .. Kenapa?" tanay Yura yang masih ngos -ngosan memegang pipi gembil puteranya. "Mau mainan ..." pinta Ares yang tadi sempat memilih dengan Tangguh dan belum membelinya sudah heboh dengan maslaah orang dewasa. "Eum ... Nanti ya, Ares sayang ... Mama mau pulang dulu," jelas Yura dengan cepat. Yura tak mau kembali ke tempat itu. BIsa repot jika ia bertemu kembali dengan Tangguh. Hidupnya mulai tak aman. Apalagi tatapan wanita muda tadi seolah mengajak perang Yura. "Yura! Hei! Yura tunggu!" teriak seseorang dari arah belakang. Yura mmebalikan tubuhnya sambil menggendong Ares. "Hei tampan? Apa kabar?" Davian mengusap kepala Ares dengan penuh kasih sayang. "Kamu kemana aja?" imbuh Davian dengan tatapan dalam ke arah Yura. "Mau belanja," jawab Yura singkat. Davian melirik ke arah kanan dan kiri tangan Yura yang belum memegang apapun atau plastik belanjaan. "Mana belanjaannya?" tanya Davian menatap dua bola mata Yura yang tak bisa berbohong lagi. "Belum belanja. Mau pulang dulu. Tiba -tiba, Ares sakit perut. Eh ... aku ysaya yang sakit perut. Pak Davian ngapain ada disini? Rumah Bapak dengan tempat ini kan jauh banget?" tanya Yura bingung. "Saya sengaja kesini mencari kamu. Tadi, saya ke kontrakan kamu. Kata tetangga kamu, lagi bawa Ares jalan -jalan. Pasti kesini dong, kemana lagi?" ucap davian sok tahu. "Masa?" jawab Yura tertawa. "Aku ada tempat belanja yang tidak begitu ramai dan enak buat dikunjungi. Mau gak?" tanya Davian merayu. "Gak usah deh. Yura bisa belanja ke pasar dadkan dekat kontrakan aja," tolak Yura dengan halus. "Ayolah Yura. Mau sampai kapan kamu menolak ajakan saya seperti ini. Saya ingin mengajak kamu ke rumah juga, kedua orang tuaku ingin ketemu kamu," pinta Daavian jujur. "Apa? Ketemu? Saya hanya karyawan Pak Davian," ucap Yura bingung. "Saya ingin kamu menjadi pendamping saya, Yura," tegas Davian dengan jujur. "Pak? Ini gak lucu, Pak," ucap Yura lalu melanjutkan jalan kakinya ke arah pintu gerbang depan. "Yura? Sayaserius. Saya gak bercanda. Saya suka kamu, dan saya mencintai kamu," jelas Davian pada Yura. Suara Davan memang begitu lantang dan sama sekali tidak terdengar sedang main -main. Davian adalah pemilik Kafe Setia yang ada di depan Kampus Garuda. Yura bekerja di Kafe itu sejak awal kuliah dan saat itu ia sedang hamil. Davian yang iba melihat kondisi Yura pun menerima Yura yang sangat rajin dan pekerja keras. Sesekali, Mama Daian datang ke Kafe dan melihat gadis yang menjadi pelayan Kafe Setia. Gadis yang amat disukai oleh Davian. Mama Davian langsung setuju dan memberikan restu. Walaupun Yura sudah memiliki anak diluar nikah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD