Pernikahan Abang

878 Words
"Ma, tadi Sasa sudah belanja, ini Sasa mau pergi dulu ya Hang out bareng jessika" ucapku pamit ke mama yang lagi masak sama bi Nana di dapur. aku mau jalan-jalan ya kerjaan di rumah sakit banyak, harus aku riset otak dengan reflesing kalau engga aku bisa stress kan. Ya ini aku sama Jessika. ya siapa lagi kalau bukan Jessika. "Kita kemana Sa?" tanya Jessika sambil memainkan ponselnya. "Belanja aja yuk" ideku bagus kan. Udah lama ga belanja kebutuhan kewanitaan. "Kulineran aja deh Sa, aku udah lama ga memanjakan lidah" itu juga baik. pilihan kedua setelah belanja. Lagian aku harus belajar ga boros. "Ok" jawabku sambil menoleh kearahnya belum ada lima detik aku noleh tiba-tiba di depan ada mobil yang hendak menyebrang. "Awas Sa...!!" teriak Jessika panik. Di depanku mobil Fortuner Hitam berhenti mendadak. gila bener tuh pengendara, otomatis aku menginjak pedal Rem. "Sa awas!!" teriak Jessika lagi, aku memutar kemudi ke arah kiri. Bisa ngendarain mobil ga sih itu orang. Bikin emosi aja. Ini pelanggaran hukum namanya, bisa aku tuntut karena hampir mencelakakan pengendara lain di belakangnya. aku menepikan mobil sudah tidak bisa lagi menahan kesal. "mau kemana Sa?" tanya Jessika melihatku membuka pintu mobil. "mau nyamperin pengendara mobil yang di depan kita" ketusku terbawa emosi. kemudian menutup pintu mobil dengan cukup keras. mendatangi mobil Fortuner Hitam itu, aku seperti tidak asing melihat mobil ini. tanpa banyak berpikir lagi, aku langsung saja mengetuk kaca mobil itu. "Sa. Ga usah pake emosi. Inget-," Teriak Jessika membuka kaca mobilku, aku dengar tapi aku tidak peduli, aku lebih peduli pada nyawaku yang sangat berharga. aku lihat bamper mobilku lecet. bagaimana jika mobilku tadi tertabrak dengan sangat keras, apa menyalahkan orang saja cukup untuk mengganti kerugian tubuhku yang terluka?. ya meskipun aku tahu, musibah tidak ada yang tahu, tidak dapat dihindarkan. "bisa ngendarain mobil ga?!, mobilku lecet bampernya.!!" Teriakku mengetuk kaca mobil lumayan keras. kemudian kaca mobil terbuka dan menampakkan wajah seorang perempuan. lebih tepatnya perempuan hamil. Pandanganku langsung mengarah ke perutnya yang membesar. Apa aku harus memarahi ibu hamil ini?. aku tidak akan tega. "Maaf mbak, lain kali berhentinya jangan mendadak ya, itu berbahaya" pesanku menasehati dengan lembut dan juga pelan. Ya ga mungkin aku kasar-kasar sama ibu hamil ini. Eh Itu pria yang di sampingnya kan?. pria aneh itu yang bikin aku sial. apa dia suaminya ibu hamil ini?. "Dasar wanita aneh" gumam pria itu yang masih bisa aku dengar. memangnya dikira telingaku tuli apa. wanita aneh?. yang aneh itu dia kali. "kamu yang aneh!, jangan sembarangan ngatain orang aneh" tutupku kemudian bergegas kembali ke mobil. Ketemu pria itu bawaannya selalu emosi, bahkan Jatung jadi berdetak lebih cepat dari biasanya. •••• Ga terasa hari yang ditunggu abangku akhirnya datang juga. abang akhirnya melepas masa lajangnya dan memilih melabuhkan hatinya dengan mbak Devina Lyora pemilik nama indah ini seindah namanya dia yang akan jadi kakak iparku. Meskipun umurnya yang masih terbilang muda dariku, aku harus menghormatinya sebagai kakak ipar. Setelah melaksanakan akad yang cukup membuatku deg-degan akhirnya sudah halal juga. abang yang nikah, aku yang deg degan takut kalau yang dilafaskan abang salah dan berakibat ga sah, Tapi pemikiran itu segera aku tepis karena mereka akhirnya sah dimata hukum dan agama setelah sebelumnya abang mengucapkan ijab kabul dengan satu tarikan nafas. Sekarang mereka sedang menjadi raja dan ratu sehari. Prosesi Pedang Pora Perwira Pelayaran sudah digelar dengan sangat sakral. sepanjang acara, aku menyimak jalannya acara dengan sangat khidmat. Ini merupajan momen sekali seumur hidup bagi abangku. Selamat ya bang. "Sa, ngapain kamu ngelamun sambil senyum gitu, mulai stres ya karena tugas direktur banyak banget" celetuk Jessika yang entah datang dari mana, aku baru tahu kehadirannya lewat suara cemprengnya itu. "aku bahagia juga sedih Jes. sedih karena di rumah tinggal papa mama sama aku, abang pasti angkat kaki dari rumah setelah menikah" ucapku kemudian menunduk. aku tidak mau Jessika tahu air mataku yang tergenang dipelupuk mata. Abangku memang udah punya rumah, mobil ya berkat kerja kerasnya dia bisa memiliki itu semua. Rumahnya selama ini belum pernah dia tempatin karena abangku lebih memilih tinggal di kediaman. Kalau sekarang sudah menikah mungkin abang ingin mandiri. sedangkan aku di umur segini belum ada sesuatu yang besar yang aku miliki. Karena mungkin aku seorang wanita, Jadi tidak berpikir sampai memiliki rumah sendiri. lagi pula sepertinya kalau sudah menikah aku pasti diboyong suami. "kamu sayang banget sama abangmu ya, doakan Saja Sa semoga dia selalu bahagia" ujar Jessika yang aku angguki. Jessika berkata benar. Mungkin karena aku terlalu sayang, aku jadi sedih di acara pernikahannya. harusnya aku turut memperlihatkan wajah bahagia. ••••• Besok Fero pindah ke rumah yang di pondok bambu Pa"ucap abang di tengah makan malam kami. Ya sekarang kami tidak hanya berempat tapi berlima sama mbak Devi. "iya nak, kalau perlu sesuatu jangan sungkan hubungi papa" balas papa sambil tersenyum. "Begitu juga mama" sahut mama. "kalau Sasa, ga mau bilang apa-apa sama abang?" Abang melirik ku yang dari tadi diam saja menjadi pendengar setia percakapan mereka. aku masih dalam mode sedih. "Semoga mbak sama abang selalu sehat" kataku diakhiri senyuman. mungkin makan malam ini menjadi makan malam yang tersedih menurutku Karena jarang sekali abang di rumah, lebih sering menghabiskan waktu berlayar. tapi ini akan lebih jarang lagi karena abang sudah menikah dan akan bertempat tinggal di rumah barunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD