Makan Malam Romantis

2220 Words
Bab 6   Makan Malam Romantis   Ica menundukkan wajahnya, ia merasa malu, karena Greg sesekali menatap wajahnya dengan intens.   Seorang pelayan datang menyajikan desert berupa puding dengan tampilan yang begitu menarik.   Setelah pelayan berlalu, Ica menatap ke arah Greg seolah meminta izin apakah ia diperbolehkan untuk memakan puding itu.   Greg tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.   Ica begitu menikmati memakan puding itu, yang terasa begitu lembut dan lumer di lidahnya. Ia menyuap pudding itu sambil memejamkan matanya.   Greg terkekeh melihat ulah Ica, “Apakah kamu belum pernah memakan puding seperti itu, Ca?, tanyanya.   Ica membuka matanya, ia merasa malu sudah bertingkah begitu kekanakkan. Ditelannya salivanya, dengan gugup ia berkata, “Maaf tuan, saya sudah bertingkah memalukan, ini karena saya belum pernah merasakan makanan seenak ini, tuan.”   “Kamu akan selalu merasakan makanan enak dan mewah di rumah saya. Koki akan saya perintah untuk menyajikan hidangan penutup yang lezat.”   “Terimakasih, tuan.”   Greg membersihkan tenggorokkannya, ia berdehem, “Ca, saya mau ngomong serius  sama kamu. Saya mau agar kamu benar-benar memahami dan mematuhi perintah saya.   “Saya tidak mau melilhat kamu dekat dengan Dodi, atau pria manapun. Kamu itu masih polos dan lugu. Tidak semua laki-laki itu baik Ca.”   “Bisa saja mereka memanfaatkan kepolosanmu kemudian menodai kamu. Niat saya hanya ingin melindungi kamu, dari lelaki hidung belang.”   “Kamu baru saja kenal dengan Dodi bukan, dan dia sudah berani menyatakan rasa sukanya denganmu. Kamu jangan mudah percaya dengan rayuan gombal. Pasti dia punya niat yang tidak baik denganmu.” Papar Greg panjang lebar.   Ica hanya manggut-manggut saja, mendengar penuturan Greg. Dalam hatinya ia membenarkan apa yang dikatakan tuannya itu.   “Kamu tidak tahu bukan, siapa tahu Dodi sudah mempunyai istri dan anak di kampong. Kamu mau dijuluki pelakor?, terus di caci maki.” Tambah Greg, “Memangnya kamu mau menjadi wanita yang seperti itu Ca?,” Tanya Greg lagi.   “Tidak tuan, saya tidak mau.” Ucap Ica sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.   Dalam hatinya Greg bersorak senang, karena berhasil membohongi Ica.   “Mana gawaimu, yang baru saya belikan tadi. Saya mau masukkan nomor saya, biar kamu dapat menghubungi saya kapan saja.”   Ica lalu menyerahkan gawainya kepda Greg. Yang langsung disambut Greg. Dengan cepat kemudian dimasukkannya nomor kontak milik dirinya.   Kemudian diserahkannya kembali gawai milik Ica. Lalu Greg bangkit dari duduknya, dihampirinya Ica yang masih duduk di tempatnya. Disandarkannya kepalanya di bahu Ica yang terbuka.   “Kamu hanya boleh berdua dengan saya saja, tidak ada yang boleh menyentuh tubuhmu dan bibirmu selain saya. Ingat baik-baik itu, Ca!.” Peringat Greg kepada Ica.   Greg kemudian menarik kursi Ica, agar Ica dapat berdiri dan melangkah keluar.   “Saya akan mengajak kamu berdansa.”   Ica yang merasa sedikit melayang, karena meminum sampanye yang diberikan oleh Greg, hanya menganggukkan kepalanya.   “Ha…ha…ha, apakah kamu mabuk Ca, sepertinya iya. Tapi jangan khawatir kalau kamu jatuh pingsan, saya yang akan menangkap kamu.”   “Saya kan sudah bilang sama tuan, kalau saya tidak pernah minum-minuman keras, dan saya juga tidak mau mabuk.”   “Tentu saja kamu tidak mabuk, kamu hanya merasa rileks, ayo kita berdansa.”   “Saya tidak bias berdansa tuan, jangan salahkan saya kalau nanti menginjak kaki tuan,” peringat Ica kepada Greg.   Dengan tersenyum Greg menggenggam tangan Ica, “Saya tidak keberatan kamu injak Ca.”   Merekapun berdansa dengan diirngi musik slow, dan lampu yang temaram, kesan romantis begitu terasa. Greg memeluk tubuh Ica lekat, tatapan mata mereka beradu, Greg berbisik di telinga Ica, “kamu milikku, tak akan kubiarkan kamu disentuh laki-laki lain Ca.”   Greg lalu mengeratkan pelukkannya, diciumnya mesra kening Ica. “Badan kamu itu ringan sekali, sehingga kamu injak kaki saya, saya tidak akan merasa sakit sekali. Kamu harus makan yang banyak untuk menambah berat badanmu, saya tidak mau nanny putri saya badannya kurus kering dan sakit-sakitan.”   “Saya tidak kurus kering tuan, badan saya langsing,” sanggah Ica. “Kamu itu ‘Kutilang, Ca. Kurus-tinggi-langsing.” Tambah Greg. Tapi saya lebih suka, kalau kamu menambah berat badanmu sedikit.”   Ica menunduk malu, “Saya akan berusaha untuk menaikkan berat badan saya, tuan.” Ucap Ica lembut.   “Bagus, itu baru, wanitaku,”  kata Greg sambil tersenyum kea rah Ica.   Ica yang setengah melayang, tersenyum tipis kea rah Greg. “Tentu saja, saya hanya milik tuan. Bukankah tuan yang menggaji saya.” Sahut Ica sambil terkikik. Langkah kakinya sesekali menginjak kaki Greg.   “Saya sudah memperingatkan tuan bukan, kalau saya tidak bias berdansa. Jadi jangan salahkan saya kalau kaki tuan besok bengkak dan memerah.” Ucap Ica sambil tertawa. Sampanye membuatnya merasa santai saat berada dalam pelukkan Drake.   “Tentu saja saya tidak akan marah, dan sepertinya kita harus segera pulang. Kamu sudah  benar-benar mabuk.”   “Sepertinya anda benar tuan, hik…karena saya melihat tuan menjadi dua bayangan, mengapa tuan menjadi kembar?,” hik…hik…Tanya Ica kepada Greg.   “Greg menyentil dagu Ica lembut, saya tidak memiliki kembaran sayang, tetapi kamu yang suduah mabuk.”   Lalu Greg membimbing Ica untuk ke luar dari private room, menuju kea rah lift. Greg merangkul Ica dengan mesra semenjak mereka berada di dalam lift hingga ke luar  dari lift.   Ternyata begitu mereka ke luar dari lift di sambut oleh beberapa wartawan, yang memang sengaja mangkal di depan hotel tersebut untuk memergoki orang-orang terkenal yang datang ke hotel itu.   “Siapakah wanita yang bersama anda tuan?.”   “Apakah ia adalah kekasih anda yang terbaru?, apakah anda sudah putus dengan kekasih anda sebelumnya yang merupakan seorang model Victorian Secret?,” Tanya wartawan bertubi-tubi kepada Greg.   “Dia bukan kekasih saya, ini adalah nanny dari putri saya. Ia berasal dari Negara yang sama dengan saya, dan saya hanya mengajaknya makan malam biasa.” Sahut Gereg.   “Ya, benar. Saya telah putus dengan kekasih saya yang sebelumnya. Diantara kami tidak ada kecocokkan lagi.”   Kemudian Greg melenggang pergi, dengan menggenggam erat tangan Ica. Seolah-olah ia takut kalau-kalau Ica akan menghilang dan melarikan diri.   Sopri pribadi Greg dengan sigap membukakan pintu untuk bosnya dan juga Ica. Setelah berada di dalam mobil, sopir pribadi Greg menjalankan mobil dengan kecepatan sedang kembali ke kediaamn Greg.   Begitu duduk di jok belakang mobil, Ica menyenderkan tubuhnya pada sandaran mobil. Dalam sekejap Ica tertidur.   Greg yang duduk di sebelah Ica, menarik kepala Ica, hingga ia tidur beralaskan paha Greg.   Tak lama kemudian mobil berhenti di depan rumah Greg. Jaka, sopir pribadi Greg segera membukakan pintu mobil untuk bosnya.   Greg melangkahkan kakinya ke luar dari mobil, sambil membawa Ica. Digendongnya Ica ala bridal style masuk ke dalam rumah. Ia mengangkat Ica tanpa kesulitan sama sekali.   Ia lalu menuju ke kamar Ica, kemudian diletakkannya Ica dengan perlahan di atas tempat tidur. Dikecupnya kening Ica lembut, “Goodnight honey, have a nice dream.” Dilepaskannya flatshoes dari kaki Sarah, kemudian ia berlalu ke luar dari kamar Ica dan menuju ke kamar putrinya.   Greg melihat, putrtinya yang Lili telah tertidur pulas seorang diri. Greg kemudian melepaskan sepatu  yang dikenakannya, kemudian dibaringkannya tubuhnya di samping putrinya.   Dikecupnya kening putrinya lembut, “Maafkan daddy sayang, yang jarang menemanimu. Daddy sangat menyayangimu, meskipun daddy jarang bersamamu. Kamu harus tahu daddy tidak melupakanmu.”  Bisik Greg di telinga Lili.   Lili yang merasa terusik dari tidurnya membuka matanya, ia kaget ada daddynya di sampingnya. Karena selama ini daddynya sangat jarang menemani dirinya.   “Daddy, di mana nanny?, apakah daddy yang akan menemaniku tidur?.”   “Nanny sedang tidur di kamarnya sayang, iya daddy yang akan menemanimu tidur malam ini.   Lili lalu memeluk Greg, Lili  senang daddy temani tidur. Setelahnya Lili kembali tertidur dengan lelapnya, dengan senyum tersungging di bibirnya. Sepertinya Lili sangat bahagia di temani daddynya tidur. Dan hal ini merupakan kejadian yang langka, bahwa Greg tidur dengan putrinya.   Greg tersadar kalau selama ini ia sangat menyia-nyiakan kebersamaan dengan putri kandungnya. Ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan teman kencannya dibandingkan dengan putri kandungnya sendiri. Greg kemudian tidur terlelap di samping putrinya.   Pagi harinya Ica terbangun dengan kepala yang sangat berat. Dilangkahkan kakinya menuju ke arah kamar mandi, ia lalu memuntahkan isi perutnya di kloset.   “Ya Tuhan, ternyata begini rasanya mabuk itu, tidak menyenangkan sama sekali. Tapi mengapa orang yang pergi bermabuk-mabukkan.” Monolog Ica dalam hatinya.   Dengan langkah terhuyung ia kembali ke kamarnya. Badannya masih terasa lemas. Ia benar-benar menyesal menuruti perintah Greg meminum minuman  yang memabukkan tersebut.   Greg juga terbangun dari tidurnya, dilihatnya kalau putri kecilnya masih tertidur nyenyak di sampingnya.   Ia lalu teringat dengan Ica, Greg terkekeh kecil. “Pasti Ica sekarang merasakan sakit di kepalanya,” gumam Greg.   Ia lalu turun dari tempat tidur dan menuju ke wastafel yang ada di kamar putrinya. Dibersihkannya mukanya, kemudian ia menggosok giginya menggunakan sikat gigi baru.   Setelah selesai mencuci muka dan menggosok gigi Greg kemudian menuju ke kamar Ica. Dilihatnya Ica sedang meringkuk di atas tempat tidur dengan tangan yang memegang kepalanya.   “Pagi Ca, apakah kepalamu terasa sakit?,” Tanya Greg kepada Ica.   Ica mendongak ke arah Greg, dengan suara yang lirih ia berucap, “Kenapa tuan jahat. Menyuruh saya untuk meminum minuman memabukkan itu. Lihat, sekarang kepala saya sakit sekali.” Keluh Ica dengan suara yang lirih.   Greg malah menertawakan Ica.   “Kenapa tuan tertawa, apakah sangat menyenagkan melihat saya menderita seperti ini?, Tanya Ica lagi.   “Kalau kau sudah terbiasa dengan sampanye, kamu tidak akan menjadi mabuk dengan hanya meminum 1 gelas saja. Itu minuman mahal Ca, kamu seharusnya merasa beruntung dapat menikmati minuman mahal seperti sampanye, Ca.”   “Saya tidak mau lagi tuan, biar harga minuman itu sangat mahal. Cukup sekali saya merasakannya tuan.”   “Sekarang tuan pergilah!, jangan ganggu saya. Saya benar-benar merasa sangat pusing,” kemudian Ica bergegas bangkit dari tempat tidur menuju ke wastafel. Tiba-tiba saja ia merasakan perutnya penuh.   Ica lalu memuntahkan isi perutnnya di sana. Greg menyusul Ica yang sedang muntah di atas wastafel.   “Pergilah tuan, ini menjijikkan. Ucap Ica sambil mendorong tubuh Greg. Namun, Greg bergeming. Di usapnya wajah Ica dengan tisu, kemudian diangkatnya Ica dan diturunkannya dengan lembut di atas tempat tidur.   Greg kemudian mengeluarkan gawainya dari saku celana, dihubunginya maid yang bekerja di rumahnya.   “Tolong bawakan jus jeruk ke kamar Ica, segera dan katakan kepada Soraya untuk menemani putriku dan mengantarkannya ke sekolah. Nannynya sedang sakit.”   “Baik tuan,” sahut maid Greg tersebut.   Greg kemudian memijat pelan kepala Ica, “Tahanlah sebentar. Nanti, aka nada maid yang membawakan jus jeruk yang dapat mengurangi rasa sakit di kepalamu,” kata Greg kepada Ica.   Ica hanya bergumam kecil. Dan untungnya tak lama kemudian terdengar pintu kamar Ica diketuk dari luar. Setelah dipersilahkan untuk masuk, maid itu kemudian memasuki kamar Ica.   Maid tersebut tertegun melihat bosnya yang duduk di atas tempat tidur di sampingn Ica, “Apakah mereka tidur bersama?, ada hubungan apa sebenarnya bos dengan nanny Lili  yang baru, mengapa ia mendapatkan perlakuan istimewa dari bos,” Tanya maid itu dalam hatinya. Kemudian maid itu menyerahkan gelas berisi jus jeruk kepada Ica, yang segera disambut Ica, disertai dengan ucapan terimakasih.   Setelah menyerahkan gelas berisi jus jeruk kepada Ica pelayan itupun berlalu dari kamar Ica dengan benak yang dipenuhi pertanyaan tentang hubungan Greg dan Ica.   Ica segera meminum jus jeruk itu, yang habis dalam sekali teguk. Melihatnya Greg menegur Ica, “Pelan-pelan Ca, nanti kau akan tersedak kalau minum buru-buru seperti itu.” Peringat Greg kepada Ica.   Sementara itu di kamarnya Lili terbangun dari tidurnya, dilihatnya ternyata ada Soraya yang menemaninya. Bukan Ica, nannynya.   “Kemana nannyku aunty?,” tanya Lili kepada Soraya.   “Nannymu sedang sakit, dan ia tidak dapat menemanimu. Aunty yang akan memandikanmu dan mengantarmu ke sekolah.” Sahut Soraya.   “Apakah aku boleh menjenguk nanny?,” tanyanya lagi.   “Tentu saja kamu boleh menjenguk nanny, tapi sebelumnya kamu harus mandi dulu ya.”   “Baiklah, aunty.”   Soraya kemudian membawa Lili ke kamar mandi dan memandikannya, setelahnya memasangkan baju Lili.   “Ayo aunty, sekarang kita jenguk nanny,” ajak Lili kepada Soraya sambil menarik tangannya. Lili dan Soraya memasuki kamar Ica melalui pintu penghubung. Mereka lihat Ica sedang meringkuk di atas tempat tidur. Wajahnya tampak pucat dan keringat dingin tampak di wajahnya.   Lili segera berlari dan naik ke atas tempat tidur, dan Soraya tidak sempat mencegah dan memperingtai Lili agar jangan mengganggu nannynya yang sedang tidur.   Lili memeluk tubuh lemas Ica, “Nanny, kenapa nanny sakit?, nanny  jangan meninggal ya!, Lili sayang Nanny.”   Ica yang  sedang tertidurpun terbangun, dielusnya  kepala Lili dengan sayang, “Nanny hanya merasa pusing, Sayang. Nanti juga nanny akan segera sembuh dan bias menemani Lili lagi.”   “Lili sayang nanny.” Ucap Lili sambil mencium pipi Ica.   “Nanny juga sayang Lili.”   Soraya lalu mengajak Lili agar turun dari tempat tidur, “Ayo sayang, kita biarkan nanny beristiraha. Agar nanny cepat sembuh. Nanti sepulanga dari sdekolah kita jenguk nanny lagi,” ajak Soraya kepada Lili.   “Semoga kamua cepat sembuh ya, Ca.” Ucap Soraya kepada Ica.   “Terimakasih ya, Soraya. Atas doanya.”   Lili dan Soraya kemudian meninggalkan Ica berbaring di tempat tidurnya. Ia merasa  bingung mengapa Ica menjadi sakit, “Bukannya ica baik-baik saja saat pergi dengan tuan tadi malam, mengapa ia sekarang menjadi sakit?.”   Greg yang sedang berada di kamarnya, sedang menerima telpon dari Viviane, mantan istrinya.   “Aku tidak perduli, aku akan datang ke rumahmu sekarang juga. Kau tidak berhak melarangku untuk bertemu dengan putriku sendiri!,” teriak Viviane melalui sambungan telpon kepada Greg.            
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD