Kebingungan Ica

2229 Words
Setelah Lili di bawa pergi oleh Soraya dan juga Dodi meninggalkan Ica dan Greg hanya berdua saja di taman tersebut.   Greg berjalan mendekat ke arah Ica, ia lalu berjongkok di depan Ica yang terpaku di tempatnya melihat kemarahan Greg.   Greg mencekau dagu Ica, “Jad,i  dia sudah memegang kamu?, apakah ia juga sudah berani mencium kamu?,  jawab Ca,” bentak Greg kasar.   Ica yang merasa muak dengan tingkah bosnya yang seenaknya sendiri mendongakkan kepalanya. Ditatapnya Greg dengan berani, “Kalau iya, memangnya kenapa Tuan?, saya kan bukan siapa-siapanya Tuan. Saya hanya seorang N-a-n-n-y, untuk putri Tuan, seperti yang pernah tuan katakan.”   Greg menggeram marah, karena Ica sudah berani melawannya.   “Bukankah saya, tidak memperbolehkan kamu untuk berjalan dan berduaan dengan laki-laki lain. Apakah kamu tidak mendengarkan peringatan saya.”   “Tapi tuan, dikontrak kerja yang saya tandatangani, di situ tidak ada yang menyebutkan kalau saya tidak boleh berhubungan dengan lelaki atau berjalan dan berduaan dengan lelaki manapun selain tuan "   Greg merasa kesal, karena Ica terus membantah ucapannya. Ia merasa gengsi untuk mengatakan kepada Ica kalau dirinya merasa cemburu dengan kedekatan Ica bersama laki-laki lain.   “Jadi kamu tidak keberatan berdekatan dan dipegang laki-laki lain, saya juga laki-laki bukan, kenapa tidak dengan saya saja. Baiklah kalau kamu mau dan tidak merasa keberatan untuk dipegang-pegang, saya akan memenuhi keinginanmu itu."   Greg kemudian mencium bibir Ica dengan kasar, tanpa ada kelembutan. “Apakah laki-laki tadi menciummu?, seperti saya menciummu.” Tanya Greg kasar sambil mencium Ica.   Ica berontak dari ciuman Greg, sekuat hati ditahannya untuk tidak menangis. Namun, ia tidak ingin membuat Greg merasa puas karena berhasil mengintimidasi dirinya dan membuatnya menangis.   Ica hanya diam, tidak membalas ciuman Greg, dan hal  itu justru membuat Greg semakin kesal. Digigitnya bibir Ica hingga terluka. Ica yang merasa sakit membuka bibirnya, dan hal itu dimanfaatkan oleh Greg untuk memasukkan lidahnya.   Greg mencium Ica, hingga membuat Ica hampir kehabisan nafas. Greg kemudian melepaskan ciumannya.  Ica mendorong d**a Greg, matanya tampak berkaca-kaca. Namun, sekuat hati ditahannya agar tidak menangis dihadapan Greg.   “I hate you sir,” Ucap Ica, sambil bangkit berdiri.   Namun, ternyata Greg menarik tangan Ica, hingga ia terjatuh ke pelukan Greg. Ica memberontak untuk melepaskan dirinya.   “Tidak ada yang boleh menyentuh dirimu, selain aku. Dan, kau tidak boleh jalan dengan pria manapun selain diriku. Kau juga tidak kuizinkan untuk menerima pernyataan cinta dari pria manapun.”   Greg kemudian mendorong Ica pelan hingga terjatuh ke atas karpet piknik. Kemudian ia berlalu pergi, meninggalkan Ica menatap kepergiannya dengan perasaan yang campur aduk.   Saat Greg sudah beberapa langkah jauhnya dari Ica, Ica berteriak. “Sebenarnya apa maumu tuan?, mengapa anda melarang saya untuk dekat dengan pria lain?, apa maksudmu tuan!,” teriak Ica kepada Greg. Namun, Greg bergeming ia tetap melangkahkan kakinya.   Greg berjalan ke arah rumahnya, dengan perasaan yang tidak karuan. Ia tidak bermaksud untuk menyakiti hati Ica. Ia hanya tidak suka saat Ica berdekatan dengan lelaki selain dirinya   Greg memasuki ruang kerjanya, dihempaskan pantatnya di atas kursi.  Diambilnya gawainya dan dihubunginya asisten pribadinya David Ansel.   "Hello David!, aku ingin kau kirimkan segera data para pekerja di rumahku, melalui email."   "Siap, Bos," sahut David. Ia kemudian segera membuka laptopnya dan mencari data tentang pekerja dikediaman bosnya, Greg..   Setelah mendapatkan data yang dimaksud, David segera mengirimkan data tersebut melalui email kepada Greg.   Ting...gawai Greg berbunyi kemudian mencek gawainya, ternyata ada notif pesan di email-nya. Iapun segera membuka email miliknya. Disitu tercantum data-data pribadi seluruh karyawannya.   Greg menelusuri data tersebut dengan teliti, hingga akhirnya matanya membaca data pribadi Dodi. Pria yang tadi dilihatnya duduk berduaan dengan Ica.   "Ternyata ia adalah sopir pribadi putriku. Pantas saja mereka saling kenal. Apakah mereka janjian untuk bertemu di taman tadi?."   "Hmm, tidak bisa dibiarkan ini. Aku harus memindahkan tugas Dodi dari sopir pribadi putriku agar mereka tidak sering bertemu lagi."   Kembali Greg menghubungi David, melalui gawainya. Pada deringan ke tiga barulah sambungan telpon terhubung.   "Ada apa bos?," tanya David kepada Greg.   "Aku mau kamu memindah tugaskan Dodi dari tugasnya yang semula sebagai sopir pribadi putriku. Terserah kau tempatkan ia dimana. Dan gantikan tugas Dodi dengan seseorang yang lebih tua."   "Siap bos, akan segera saya laksanakan."   "Saya mau, besok pagi sopir pribadi putriku sudah berganti."   "Ok, perintah dimengerti bos."   "Hubungi saya, kembali setelah kamu berhasil menemukan pengganti sopir pribadi putriku, karena saya ingin mengenalnya secara langsung. Dan juga beritahukan kepada saya dimana kamu menempatkan Dodi."   Klik...sambungan telpon diputus oleh Greg.   Sementara itu, setelah kepergian Greg Ica segera duduk. Diusapnya bibirnya yang ternyata berdarah. Airmata Ica turun mengalir di pipinya.   Ica kemudian bangkit berdiri, dilangkahkan kakinya dengan berat menuju kediaman Greg.   Setiba di dalam rumah, ia menuju ke arah kamarnya. Ica segera menuju ke kamar mandi. Dibasuhnya tubuhnya di bawah shower. Ia merasa terluka dan terhina dengan perlakuan tuannya.   “Apakah ia memperlakukanku seperti ini, karena aku hanyalah pekerjanya. Hingga ia dapat berbuat sekehendak hatinya.” Tangis Ica bercampur dengan air shower.   Selesai mandi dan berpakaian, dengan langkah yang berat Ica berjalan menuju kamar Lili, melalui pintu penghubung.   Ceklek, pintupun terbuka. Ica melangkahkan kakinya memasuki kamar Lili. Dilihatnya Lili sudah rapi dan berganti pakaian.   “Hello Lili sayang, sedang main apa kamu dengan bibi Soraya?,” tanya Ica kepada Lili,   Lili yang sedang bermain dengan Soraya menolehkan kepalanya ke arah Ica. Lili berseru kesenangan melihat nannynya.   “Nanny, Lili sayang nanny!, apakah daddy memerahi nanny?, kenapa bibir nanny terluka?.” Tanya  Lili beruntun kepada Ica.   Soraya menatap ke arah Ica, di lihatnya bibir Ica yang  terluka, tanpa suara hanya melalui gerak bibir, Soraya bertanya kepada Ica, “Apakah tuan yang melakukan hal itu padamu?,” tanyanya pada Ica.   Dengan sendu Ica menganggukkan kepalanya.   Tidak sayang, daddy tidak marah dengan nanny. daddy hanya bertanya kepada nanny apakah kamu senang bermain sepedanya.”  Bohong Ica kepada Lili.   “Terus, kenapa bibir nanny berdarah?,” Lili mengulang pertanyaannya kepada Ica, karena Ica belum menjawab juga.   “Oh, ini. Saat nanny berjalan, nanny tidak melihat ada pohon. Hingga menabrak pohon,” lagi-lagi Ica berbohong, sambil menyentuh bibirnya yang masih terasa perih.   Di ruang kerjanya,  Greg sedang berbicara dengan Dodi. Ia telah mendapatkan posisi baru untuk Dodi, melalui asistennya.   Dodi duduk dengan gugup di hadapan bosnya. Ia tidak mengerti alasan pemanggilan dirinya oleh bosnya. Karena ia masih bingung dengan sebab kemarahan bosnya saat ia duduk berduaan dengan Ica di taman rumah Greg.   Greg menatap marah ke arah Dodi,  yang duduk dihadapannya, "Kamu sudah saya pindah tugaskan, mulai besok pagi kamu bukan lagi sebagai sopir pribadi putri saya. Kamu saya tempatkan untuk bekerja di kantor saya, sebagai sopir di kantor. Besok pagi, datanglah ke kantor saya temui bagian HRD, ia akan menjelaskan secara rinci tentang pekerjaan kamu.”   “Baik bos, Mm...maaf bos, tetapi, saya bolehkan bos untuk berhubungan dengan Ica.”   “Saya menyukai Ica bos!.”   Greg mengepalkan kedua tangannya, beraninya Dodi meminta izin kepadanya untuk berhubungan dengan Ica.   “Beraninya kamu meminta izin kepada saya untuk berhubungan dengan Ica. Saya peringatkan kepada kamu, tidak ada yang boleh mendekati Ica. Kamu mengerti!!.” Peringat Greg kepada Dodi. “Sekarang kamu boleh ke luar dari ruangan saya.”   Dodi terdiam, ia tidak menyangka bosnya akan semarah ini, hanya karena ia ingin berhubungan dengan Ica.   Dengan menundukkan kepalanya, Dodi pamit undur diri kepada Greg. “Permisi bos.” Ia lalu meninggalkan ruangan Greg.   Ica sedang menemani Lili bermain boneka di kamar Lili, sambil menuggu waktu makan malam tiba. Ketika gawai bututnya berdering.   Ica mengangkat tombol hijau pada layar gawainya, “Hallo Dod, ada apa?.” Tanya Ica kepada Dodi lewat sambungan telpon.   “Sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan bos Greg, Ca. Mengapa ia marah melihat kita berdua. Dan ia memperingatkan saya agar jangan dekat-dekat dengan kamu.”   “Saya tidak ada hubungan apapun dengan tuan Greg, saya juga tidak mengerti mengapa tuan marah melihat saya berdu...”   Ica menatap ke arah pintu kamar Lili yang terbuka, dilihatnya Greg berdiri di sana dan menatapnya dengan tajam.   Sementara itu di ujung sana, Dodi berseru, “Ca, kenapa kamu diam aja Ca?, Ca, kamu masih di sana?,”.   Mendengar pertanyaan bertubi-tubi dari Dodi, Icapun tersadar dari keterdiamannya.   “Maaf, aku sedang sibuk. Kamu dapat menghubungi aku lagi nanti. Bye.”   Tuut, sambungnan telponpun kemudian di putus oleh Ica.   Greg meradang mendengar Ica sedang bertelponan dengan seseorang. Dengan langkah panjang, Greg menghampiri Ica yang terdiam di tempatnya. Diambilnya gawai butut milik Ica, dari tangan Ica tanpa permisi.   Ica yang tersadar kalau gawainya telah diambil Greg lalu berseru, “Tuan kembalikan gawai saya, anda tidak berhak mengambil gawai saya.”   Namun, Greg  bergeming. Ia tidak perduli. Di bukanya gawai Ica dengan mudah, karena Ica memang tidak menggunakan password pada gawainya.   Greg mendengus kesal, melihat riwayat terakhir panggilan masuk pada gawai Ica ternyata berasal dari Dodi.   Ia lalu mengotak atik gawai Ica, dengan tanpa meminta izin kepada Ica dihapusnya nomor kontak Dodi dari gawai Ica.   Setelahnya diserahkannya kembali gawai Ica, kepada sang pemilik. “Kita akan pergi makan malam berdua, kamu bersiaplah!, kenakan gaun malam berwarna hitam yang beberapa hari lalu telah kamu beli.”   Tanpa menunggu jawaban Ica, Greg berbalik ke arah putrinya Lili, ia membungkukkan badannya, dengan suara lembut ia berkata kepada putrinya,  “Lili makan malam dengan bibi Soraya, ya!. Nanny akan pergi dengan daddy.”   “Apakah aku boleh ikut dad?,” tanya Lili kepada daddynya. “Daddy tidak dapat mengajak Lili, lain kali daddy akan mengajak Lili. Sekarang ayo kita turun ke bawah biar nanny dapat berganti pakaian.”   Greg menggendong Lili turun ke lantai bawah, sesampainya di bawah diserahkannya Lili kepada Soraya. “Tolong kamu temani putri  saya. Saya akan pergi dengan nanny Lili.”   “Baik tuan,”ucap Soraya sambil menggandeng tangan Lili untuk di bawanya menuju ke arah ruang makan.  Karena waktunya makan malam telah tiba.   Dalam hatinya Soraya bertanya-tanya, “Mengapa tuan begitu perhatian kepada Ica, apakah tuan menyukai Ica.”   Sepeninggal Greg dan Lili, Ica segera kembali ke kamarnya. Diambilnya gaun berwarna hitam sesuai perintah Greg. Meski merasa bingung apa maksukd tuannya dengan mengajak dirinya makan malam berdua, akan tetapi Ica tidak mau lagi membuat tuannya itu marah.   Setelah mengenakan gaun hitam tersebut Ica berjalan keluar dari kamarnya. Ia menuruni tangga dengan perlahan. Ada rasa gugup dan takut dihatinya.   Greg yang sedang menunggu ica, berdiri di bawah tangga. Ia mengenakan tuxedo berwarna hitam dengan dasi kupu-kupu. Begitu mendengar ada suara di tangga, Greg mendongakkan kepalanya.   Greg terpukau melihat penampilan Ica yang begitu cantik. Ditelannya salivanya.   Begitu Ica sudah berdiri di sisinya, Greg mengulurkan tangannya, digenggamnya jemari Ica. Ica merasa kaget dengan perlakuan Greg yang begitu manis, menurutnya. Disambutnya uluran tangan Greg. Dengan bergandengan tangan mereka keluar rumah menuju ke mobil Greg yang telah terparkir di depan rumah.   Ternyata kali ini Greg menggunakan jasa sopir pribadinya. Tono, sopir pribadi Greg, bergegas membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Greg dan Ica.   Mereka berdua kemudian duduk di jok bagian belakang. Setelah mereka berdua duduk, Greg kembali menggenggam tangan Ica. Dielus-elusnya tangan Ica dengan lembut, hingga menimbulkan gelenyar aneh di d**a Ica.   Greg memerintahkan kepada Tono untuk menuju ke toko ponsel, karena ia ingin membelikan gawai baru untuk Ica, menggantikan gawai butut miliknya.   “Kita pergi ke toko ponsel terlebih dahulu untuk membeli gawai baru buatmu.”   “Tidak perlu tuan, saya sudah merasa bersyukur dengan gawai yang saya milii saat ini tuan,” tolak Ica dengan halus.   “Saya tidak menerima penolakkan darimu.” Kata Greg dengan tegas.   Tak berapa lama kemudian mereka tiba di sebuah toko ponsel yang besar. “Silahkan kamu pilih,gawai yang kamu suka.”   Ica yang sadar kalau tuannya sangat keras kepala dan tidak mau menerima penolakkan, hanya pasrah.   Ia kemudian memilih sebuah  gawai dengan merk Apple Iphone XR, Ica yang bahasa Inggrisnya begitu terbatas tidak mengetahui kalau harga gawai tersebut sangatlah mahal.   Greg kemudian membayar gawai pilihan Ica, menggunakan kartu kredit premium milik dirinya.   Selesai urusan transaksi di toko ponsel Greg dan Ica kembali ke mobil. Mobil yang dikemudikan Tono meluncur dengan perlahan menuju ke arah sebuah hotel berbintang lima. Greg  telah memerintahkan asistennya untuk melakukan reservasi makan malam romantis berdua.   Setibanya di halaman hotel Greg segera turun dari mobil kemudian digandengnya tangan Ica, mereka tampak begitu serasi. Mereka berdua lalu menuju ke lift yang akan membawa mereka kelanatai tujuh, tempat di mana restoran hotel tersebut berada.   Setibanya di depan pintu hotel, mereka disambut oleh peetugas restoran dengan ramah, yang kemudian mengantarkan mereka menuju kemeja mereka.   Ternyata Greg memesan private room untuk makan malamnya berdua dengan Ica.   Ica terkagum-kagum melihat makanan yang telah tersaji di depan mereka. Seumurnya hidupnya Ica belum pernah makan di restoran mahal dan melihat makanan dengan bentuk yang menurutnya menarik.   Greg menarikkan kursi untuk Ica. Setelah Ica duduk, Gregpun duduk berseberangan dengan Ica. Seorang waiter datang menghampiri mereka, “Ini sampanyenya tuan,” ucap waiter tersebut, sambil menuangkan ke dalam gelas Greg dan juga milik Ica.   Setelah waiter tersebut pergi, Ica berkata, “Apakah ini minuman keras tuan?, maaf  tuan, saya tidak minum minuman keras dan saya juga tidak mau mabuk. Saya minum air putih saja, tuan.”   “Minumlah segelas saja Ca, kamu tidak akan menjadi mabuk,” perintah Greg kepada Ica   “Tapi sebelumnya makanlah terlebih dahulu.”   Mereka lalu makan dalam diam, sambil sesekali Greg mencuri pandang ke arah Ica. Ica menjadi merasa gugup karena mereka hanya berdua saja di ruang tertutup ini, dengan penerangan cahaya yang remang-remang.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD