Bab 9

1001 Words
Vega menyuruh Sirin untuk mengganti pakaiannya dengan dress putih kusam yang ditinggalnya di kamar ini kemarin. Setelah berganti baju, Vega segera merias wajah Sirin dengan make up wajah yang pucat. “Gue kayak sakit tipes,” kata Sirin menatap pantulan wajahnya di cermin yang ada di tangannya. Lalu, untuk memastikan keseluruhan make up di wajahnya yang cukup mengejutkan. “Nggak lah. Ini belum selesai, Kak,” balas Vega. Sirin kembali mengangkat cermin di tangannya, menatap pantulan dirinya di cermin kecil itu. “Jelek banget, gue,” ucap Sirin lagi. “Cantik, kok. Cantik banget lo tuh,” timpal Vega. “Pujian lo kayak lewat doang di telinga gue,” kata Sirin melirik ke arah Vega. Vega tersenyum lebar. “Merdu kan pujian gue?” “Banget,” jawab Sirin sambil memutar bola mata bosan. “Udah, deh,” kata Vega seraya mengambil cermin di tangan Sirin lalu meletakkannya ke atas meja rias di samping mereka. “Berhenti ngaca. Kita buru-buru nih.” “Gue kan hanya ingin memastikan kalau make up lo bener.” “Make up gue bener lah. Jago gue tuh.” “Kalau wajah gue malah kelihatan kayak gembel gimana? Mana dress gue lusuh gini.” Sirin menunduk menatap dress yang tengah dipakainya. “Percaya sama gue kenapa, sih?” kata Vega seraya memakaikan eyeshadow hitam di sekitar kelopak mata Sirin. “Apa nggak sesat percaya sama lo?” tanya Sirin. Vega tersenyum seraya menggelengkan kepala. “Nggak dong,” jawabnya. Sirin hanya bisa menghela napas dalam, pasrah dengan tangan Vega yang sejak tadi memoleskan ini dan itu ke wajahnya. Toh mau digimanain juga dandanan Sirin tetap akan berakhir menakutkan. Jadi, protes mau diubah jadi dandan cantik juga tidak akan bisa. Sembari menunggu Vega menyelesaikan make up di wajah Sirin, Sirin menyibukkan diri dengan ponselnya. Ia mencari beberapa sumber berita mengenai hantu Bloody Mary. Meskipun secara umum Sirin tahu seperti apa itu hantu Bloody Mary, tapi tidak ada salahnya juga untuk mencari tahu lebih lanjut mengenai hantu itu di internet. Ada beberapa versi cerita mengenai sejarah Bloody Mary. Ada yang mengatakan bahwa Bloody Mary adalah sebutan dari Mary Tudor, ratu Inggris pada tahun 1553. Mary Tudor ingin mengembalikan kerajaan Inggris pada agama Katolik sehingga ia menghukum ratusan umat Protestan dengan membakar mereka hidup-hidup. Karena kekejamannya ini, ia dijuluki Bloody Mary. Ada pula yang menyebutkan bahwa Bloody Mary adalah seorang wanita bernama Mary Whirnington yang mati di depan cermin dan arwahnya terperangkap di sana. Ada juga yang mengatakan bahwa Bloody Mary dulunya adalah seorang penyihir. Sosok hantu Bloody Mary biasanya digambarkan dengan seorang wanita berambut hitam panjang memakai gaun putih. Wajahnya putih pucat dengan darah mengalir dari mata dan mulutnya. Ya, seperti itu lah sejarah Bloody Mary dan tampilan hantu perempuan itu yang Sirin pelajari lewat internet. “Udah selesai,” kata Vega menepuk pundak Sirin seraya mengulurkan cermin yang tadi berada di atas meja rias ke arah Sirin. Sirin mengambil cermin itu lalu menatap pantulan wajahnya di dalam cermin. “Ya Tuhan, muka gue serem banget,” katanya terbengong-bengong dengan penampilan wajahnya sendiri. Saat ini wajah Sirin tampak agak sulit dikenali karena tertutup make up tebal. Selain itu, make up itu tampak sangat menyeramkan. Wajah Sirin tampak putih pucat dengan kedua kelopak mata yang hitam. Darah buatan mengalir dari sudut bibir Sirin. Selain itu, derai air mata berwarna merah darah tergambar jelas di kedua pipi Sirin. “Keren kan make up gue?” kata Vega menyombongkan diri seraya memasangkan rambut palsu ke kepala Sirin. Rambut itu tergerai agak berantakan di kepala Sirin. “Lo berharap pujian dari gue setelah membuat wajah gue kayak setan gini?” balas Sirin melirik ke arah Vega. “Iya lah. Lagian, memang make up wajah seperti ini yang seharusnya ada di wajah hantu Bloody Mary. Nggak Mungkin dong, gue make up in lo dengan make up joker. Bisa-bisa nanti Kak Alita berubah jadi Harley Quinn,” ucap Vega seraya terkekeh. Sirin mengabaikan ucapan Vega itu seraya menoleh ke arah cermin yang ada di sampingnya. Ia mencoba merapikan rambut palsunya yang tergerai di kedua pundaknya. Rambut palsu itu berwarna hitam dengan panjang sepunggung. Sirin benar-benar mirip dengan hantu. Mungkin jika dirinya tidak ingat dengan wajahnya sendiri, bisa jadi Sirin mengira orang yang berada di dalam cermin itu adalah benar-benar hantu. “Kak,” panggil Vega yang membuat Sirin menoleh ke arah adik Zidan itu. “Lo berani nggak, bilang Bloody Mary tiga kali di cermin dengan dandanan seperti itu?” tantang Vega. Sirin menatap Vega dengan kedua alis terangkat. “Lo nantangin gue?” tanya Sirin tak percaya. “Lo tahu kalau gue nggak takut ginian kan?” lanjutnya terkekeh. Sirin memang bisa dibilang cewek pemberani. Bukannya ia tak takut dengan hantu, hanya saja ia tak percaya dapat melihat makhluk astral itu. Ia pernah mendengar desas-desus tentang hantu yang biasanya sering menampakkan diri di depan sekolah hampir tiap malam. Tapi ia tak pernah bertemu dengan hantu tersebut setiap kali ia lewat di depan sekolah ketika malam hari. Sejak SD kelas tiga, Sirin tak pernah meminta antar ke kamar mandi ketika malam hari. Meskipun begitu, beberapa kali ia pernah mendengar bunyi benda jatuh di rumahnya ketika tengah malam. Dan ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa itu adalah ulah kucing. Namun ketika ia sadar keluarganya tak punya kucing, ia beranggapan bahwa itu adalah ulah tikus. Sirin selalu menanamkan pikiran positif setiap kali bertemu dengan hal-hal janggal seperti itu. Sirin kembali menatap pantulan wajahnya di cermin. Vega menunggu dengan seringai di wajahnya. Lalu Sirin mulai berkata, “Bloody Mary…, Bloody Mary…, Bloody Mary….” Mereka berdua saling berpandangan. Sirin tersenyum puas yang membuat Vega kembali tertawa. Dan detik berikutnya lampu tiba-tiba mati. Kamar yang mereka huni mendadak gelap gulita. Tanpa sadar Sirin sudah menahan napas karena kaget. Terdengar suara pintu dibuka lambat-lambat. Langkah kaki pelan tapi pasti terdengar mendekat ke arah mereka. Cengkraman erat terasa di lengan Sirin. “Kak Sirin,” bisik Vega pelan terdengar ragu. Sebagai respons, Sirin menyentuh tangan Vega dengan tangan kirinya yang bebas. Bermaksud menenangkan. Hanya mati lampu. Bukan hal yang menakutkan kan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD