Bab 8

1321 Words
Perjalanan ke rumah Pandu memakan waktu lebih lama karena mereka sempat terjebak macet. Mereka sampai di rumah Pandu sekitar pukul 19.10. Mereka telat sepuluh menit dari waktu janjian. “Kita sampai,” ucap Alita ketika mobil yang mereka kendarai memasuki halaman rumah yang kemarin Sirin datangi. “Zidan sama Vega juga udah sampai,” balas Sirin menatap mobil Zidan yang terparkir di sebelah mobil Alita. “Fazan juga udah sampai. Tuh motornya di garasi,” sahut Alita membuat Sirin menatap arah garasi. Dan benar, motor Fazan berada di sana. Setelah Alita berkata kepada sopirnya untuk menjemputnya lagi nanti malam sekitar pukul sepuluh malam, mereka akhirnya masuk ke rumah Pandu. Rumah itu masih sama seperti yang Sirin lihat kemarin. Besar, mewah dan telihat sepi. Di ruang tengah tempat piano berada mereka melihat Fazan dan Vega tengah berbincang. “Akhirnya kalian sampai!” kata Vega tersenyum cerah ke arah Alita dan Sirin. Lalu ia menarik mereka berdua memasuki sebuah ruangan yang berada di lantai satu. Fazan mengikuti ketiganya di belakang. “Gue sama Kak Zidan udah sampai sejak tadi,” ucap Vega. “Gue malah udah dari tadi banget,” sahut Fazan seraya tertawa. Di ruangan itu terdapat sebuah layar besar. Deretan sofa membentuk huruf L tertata di depan layar tersebut. Beberapa speaker terpasang di langit-langit. Home theater itu cukup untuk menampung tak lebih dari lima belas orang karena tempat duduk yang sangat terbatas. Tak lama kemudian Pandu datang memasuki ruang itu. “Zidan mana?” tanya Alita kepada cowok itu. “Di dapur,” balas Pandu singkat. “Gue nemuin Zidan dulu, ya.” Alita melepaskan genggaman tangan Vega dan melambai ke arah Sirin yang dibalasnya dengan anggukan kepala. Kamudian Alita keluar meninggalkan mereka semua. Pandu menoleh ke arah perginya Alita, seolah memastikan bahwa cewek itu benar-benar sudah keluar. Lalu ia memberi isyarat kepada Sirin, Vega dan Fazan untuk mendekat ke arahnya. “Perubahan rencana,” katanya. Pandu menjelaskan rencana baru yang Zidan buat. Sirin dengan semangat mendengarkan perubahan rencana tersebut. Ia berdoa agar perubahan tersebut mengenai peran Sirin sebagai hantu diubah. Tapi tentu saja, hal tersebut tidak terjadi. Pandu bilang peran Sirin sebagai hantu tak tergantikan. Akhirnya, Sirin tidak begitu memedulikan lagi perubahan rencana itu. Toh Sirin hanya perlu jadi hantu. Tak berapa lama kemudian, Alita dan Zidan masuk ke ruangan. Mereka duduk bersisihan di sofa. Di sebelah Alita, duduklah Fazan, lalu Vega, Sirin dan Pandu. Mereka memutuskan untuk menonton film Insidious: Chapter 3 atas usulan Vega. Dan semuanya menyetujui. Sebelum film dimulai, Pandu menyuruh pembantunya untuk mengantarkan popcorn dan segala jenis makanan ringan serta minuman ke dalam ruangan agar mereka lebih nyaman untuk menonton film tersebut. Ruangan kini gelap gulita. Cahaya hanya berasal dari layar di hadapan mereka. Mereka kini sudah siap untuk menonton film tersebut. Sirin mengamati siluet raut wajah teman-temannya. Vega yang berada di sampingnya tampak nyaman bersandar pada punggung kursi. Tangannya memegang semangkuk popcorn. Gadis tersebut sesekali menutupi wajahnya dengan telapak tangan karena takut. Fazan yang duduk di sebelahnya berusaha menarik tangan Vega untuk mengganggunya. Dari arah sebelah Fazan, terdengar suara Alita menyombongkan diri betapa dia sangat pemberani. Tentu saja hal itu mengundang tawa Zidan ketika cowok itu mendengar pekikan kaget dari pacarnya. Sedangkan Pandu yang duduk di sebelah Sirin tampak bosan dan berulang kali mengecek ponselnya, seolah dia menantikan pesan dari seseorang. “Mau ke mana?” tanya Sirin kepada Pandu ketika menyadari bahwa cowok itu sedang bangkit dari duduknya. “Ke mana aja. Ini kan rumah gue,” balas Pandu yang membuat Sirin berdecak. Mengabaikan Pandu yang sekarang sudah keluar ruangan, Sirin mencoba kembali fokus dengan film yang ditontonnya. Tak berapa lama kemudian ia menyadari Vega juga bangkit dan pamit keluar untuk ke toilet. Melihat kepergian Vega, Sirin kontan mengecek ponselnya. Ia dan Vega dijadwalkan harus pura-pura pulang jam delapan lebih sepuluh menit. Dan sekarang ternyata masih setengah depalan lebih sepuluh. Menonton film adalah salah satu hal yang disukai Sirin. Jika tidak ada kewajiban lain seperti mengerjakan PR dan tugas rumah lainnya, mungkin Sirin akan menghabiskan seharian dengan menonton film. Ia akan sangat fokus menonton tanpa mempedulikan hal lainnya. Ia bahkan tak menyukai cemilan di tengah-tengah aktifitas itu karena baginya makan ataupun minum pada saat film dimulai dapat mengganggu konsentrasi. Apalagi jika ia sedang menonton di bioskop. Ia sangat jarang sekali membeli popcorn, apalagi minuman. Karena ia tak mau meninggalkan studio gara-gara kebelet. Ia pernah mengalaminya dan ia sangat menyesal setelahnya. Selain itu, ia juga tak begitu suka menonton film bersama-sama dengan orang banyak—seperti sekarang. Karena pasti ada saja temannya yang berisik menanyakan ini itu. Intinya itu sangat mengganggu. Biasanya ia hanya akan nonton beramai-ramai jika ia sudah pernah menonton film tersebut—seperti sekarang—jadi ia tidak takut jika ketinggalan beberapa menit dari film itu. Tapi saat ini, menunggu untuk pamit keluar dan pulang baginya pun sangat mengganggu. Bukan masalah ia takut ketinggalan filmnya—ia sudah menyerah untuk menikmati filmnya sejak Pandu mengatakan jika ia harus pulang di tengah-tengah film sedang berlangsung. Melainkan ia jadi sangat gelisah sehingga ia berulang kali harus mengecek ponselnya untuk melihat jam. Sekitar dua puluh menit kemudian Vega kembali masuk ke ruangan dan duduk di tempatnya tadi. Sirin mencondongkan tubuhnya ke arah Vega dan berbisik, “Lama banget di toilet?” Vega mengangkat kedua bahunya. “Toilet Pandu keren banget.” Tentu saja Vega akan mengagumi arsitektur toilet di rumah Pandu. Kenapa tidak? Tak berapa lama kemudian Pandu pun kembali memasuki ruangan. Ia duduk di sebelah Sirin dan berbisik di telinga Sirin, “Lima menit lagi lo sama Vega pamit balik.” Sirin sempat terlonjak kaget mendengar suara bisikan dari Pandu yang begitu dekat. Secara otomatis ia menjauhkan tubuhnya dari Pandu dan memberikan jempolnya sebagai tanda ia mengerti. Lalu ia menoleh ke arah Vega yang sedang memakan popcornnya. Ditariknya lengan kaos Vega untuk mendapat perhatiannya. “Ayo balik,” bisik Sirin. Lalu ia bangkit dan berjalan mendekat ke arah Alita. “Lit, gue balik duluan ya.” Alita yang menyadari kedatangan Sirin langsung mendongak. “Kok balik? Kan filmnya belum selesai, Rin.” “Mama nyuruh pulang. Mau ke rumah Tante Widuri.” Sirin berbohong. “Kak Miya, anaknya, balik dari Australia.” “Kak Miya balik ke Indo?” tanya Alita dengan nada tertarik. Alita memang kenal dengan Miya, sepupu Sirin yang kuliah di Australia itu. “Iya. Lo tahu sendiri kan kalau dia balik otomatis jadi ajang kumpul keluarga besar.” “Ah, iya. Ya udah kalau gitu ayo balik.” “Lo nggak perlu ikutan balik,” sahut Vega. “Kak Pandu nawarin buat dianterin sama sopirnya. Ya kan, Kak?” “Iya,” jawab Pandu. “Ya udah kita pulang dulu.” “Lo ikutan balik?” tanya Alita kepada Vega. “Iya. Gue ngantuk. Banget.” “Ya udah kalau gitu kalian berdua hati-hati,” ucap Zidan. “Siap!” Vega memberi hormat dan mengedipkan mata ke arah kakaknya meski Zidan tak melihat kedipan mata adiknya karena ruangan yang gelap. Kemudian mereka berdua pamit kepada teman-temannya. Awalnya Alita ingin mengantar Sirin dan Vega sampai ke mobil. Tapi Sirin meyakinkan temannya itu untuk kembali menikmati film yang masih di putar. “Lo berdua langsung masuk ke kamar yang kemarin gue tunjukin aja, nggak perlu sok pura-pura muter pulang lewat pintu depan. Toh Alita nggak lihat,” kata Pandu yang mengikuti Sirin dan Vega keluar ruangan. Sirin dan Vega mengangguk mengerti. “Ya udah kalau gitu kita berpisah di sini. Gue masih ada tugas yang harus gue selesain.” Mereka bertiga berpisah di depan tangga. Sirin dan Vega berjalan langsung ke kamar yang berada di sebelah dapur. Pandu berjalan ke arah ruang tamu. “Udah siap jadi hantu?” tanya Vega seraya terkekeh. Sirin mengangkat telunjuknya di bibir, memberi isyarat kepada Vega. “Jangan keras-keras, nanti kedengeran sama Alita.” “Kak Alita nggak bakal denger.” “Kalau tiba-tiba dia keluar ruangan gimana? Pasti dia denger,” kata Sirin dengan suara pelan. “Oke,” Vega berkata hanya dengan gerakan bibir.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD