Sesuai yang dijanjikan Amelia, May dan lainnya di traktir makan di restoran terkenal. Setelah itu, mereka menuju ke karaoke terdekat. Tentu gadis itu sangat senang. Kapan lagi coba minum sambil bernyanyi.
Menurut orang, alkohol adalah tempat pelampiasan. Kebetulan Amelia dilanda kesal yang tak berujung. Mulai dari masuk ke tubuh orang lain, mendapatkan siksaan dari Rosa, di kejar oleh Dave yang merupakan tunangan Rosa. Jujur saja, ia tak mau jadi pelakor.
Suara May yang sedang bernyanyi dengan Didi membuat Amelia tersenyum karena mengingat kebersamaannya dengan July. Ah... gadis tengik itu, bagaimana kabarnya.
“Bagus... lanjutkan lagi!” teriak Amelia sudah sedikit mabuk. Alrich meminta gadis itu untuk menyudahi acaranya minumnya.
“Mel... lebih baik kita pulang,” ajak Alrich karena khawatir.
“Stttt... diam... waktunya bersenang-senang sebelum menghadapi iblis itu.” Amelia bangkit dengan sempoyongan. “May... berikan mix nya.”
May mengangguk, memberikan mix itu kepada Amelia. Didi siap-siap menutup telinganya, begitu juga yang lain karena suara gadis itu begitu buruk. Kenapa mereka bisa tahu? Setahun yang lalu ketika ada jamuan makan, Amelia menyanyikan lagu untuk Dave.
Hasilnya gendang telinga mereka langsung sakit karena suaranya sangat sumbang. Alrich yang melihat wajah ketakutan para bawahannya langsung bertindak. “Mel... lebih baik kau tak usah menyanyi.”
“No... aku yang bayar... aku harus bernyanyi.” Ketika Amelia sudah mengangkat mixkrofon nya, mereka sudah menutup telinganya rapat-rapat. tak di sangka, suara gadis itu tidak sumbang malah merdu.
“Ternyata Nona Amelia pintar menyanyi,” kata Vega yang berdiri di ujung pintu. Gadis itu baru saja dari toilet. Akan tetapi wajahnya sedikit merasa canggung. Ternyata dibelakangnya ada Dave, sang big bos.
Sontak mereka semuanya langsung duduk dengan rapi, kecuali Alrich. Kalau Amelia jangan ditanya, dia masih bernyanyi, tak memperdulikan sekitar. Dave yang mendengar suara gadis itu menikmatinya dengan baik.
Kenapa Dave bisa ada di sini. Kalau ada di depan karyawan, aku tak bisa bertindak sesuka hati.
Meskipun mereka berdua adalah teman, tapi posisi Dave lebih tinggi darinya. Rasa ghormat harus ditunjukkan di depan orang lain.
Setelah Amelia selesai bernyanyi, suara tepuk tangan dari Dave menggelegar di seluruh ruangan. Amelia menoleh, langsung menunjuk ke arahnya.
“Kau... setiap kali kau ada, hidupku selalu sial,” ocehnya di dengar semua orang. Ketiga bawahan Amelia sudah ketar-ketir. Alrich malah tersenyum karena gadis itu sangat berani.
“Kalau aku keluar dari perusahaan, pasti bisa bebas darimu,” kata Amelia lagi.
“Tutup mulut!” sentak Dave membuat bawahan Amelia langsung menundukkan kepala lebih dalam lagi. Suasana yang semula bahagia, kini menjadi hening dan mencekam.
“Huaaaa... kau menindas ku!” Amelia membuang mix nya ke arah Alrich, karena tak siap kepala pria itu jadi sasaran dan langsung pingsan.
“Tuan Alrich!” panggil Didi, May, dan Vega bersamaan.
Dave yang masih diam tersenyum tipis karena Alrich mendapatkan karma yang tak terduga. “Bawa dia kembali ke rumahnya. Aku akan mengurus Amelia.”
Mereka bertiga saling pandang satu sama lain karena tak tahu alamat rumah Alrich. Dave yang mengerti kondisi langsung buka suara. “Apartemen Luxury.”
“Baik,” jawab mereka dengan serempak, segera membawa Alrich yang tengah pingsan itu. Ketiganya bergegas meninggalkan Dave yang merupakan bos dingin.
“Hey... jangan pergi! Kita menyanyi lagi....!” Amelia mengambil mencari mixkrofonnya. “... kemana perginya?”
Dave menghela nafas kasar. “Di masa depan, aku tak akan membiarkanmu minum seperti ini.”
Tadinya Dave tak ingin merusak acara makan mereka. Namun karena tak tenang, ia meminta Delon jadi mata-mata.
Dave yang semula bekerja, langsung menuju ke lokasi ketika mendengar kabar kalau mereka menuju ke tempat karaoke yang bebas miras. Untung saja ia bertemu dengan Vega yang keluar toilet.
Vega kaget, langsung memanggil nama Dave sehingga pria itu bisa masuk ke ruangan karaoke yang dipesan oleh Amelia dengan mudah.
“Kita pulang sekarang,” ajak Dave hendak meraih tangan Amelia. Gadis itu menarik tangan ke-pelukannya.
“Kau tak boleh menyentuhku.”
“Tapi, aku menagih janji. Bukankah kau setuju dengan ciuman sehari satu kali?”
Amelia diam sejenak, mengerutkan kening sambil menunjuk bibirnya sendiri. “Ciuman... tidka mungkin. Aku tak mau.”
“Kau harus mau.” Dave menarik kepala Amelia dan langsung mengecup bibirnya. Gadis itu diam, tak merespon sama sekali. Matanya terpejam sempurna karena menikmati lumatan yang dilakukan oleh pria itu.
“Aku sudah menandai mu,” kata Dave sambil menjilati bibirnya yang seksi.
“Rasanya enak.” Amelia menatap kedua mata Dave dengan sangat dalam. “... ciuman mu enak.”
Deg
Jantung Dave tak bisa di kondisikan melihat Amelia yang berkata tanpa dosa, bagaikan gadis yang polos. “Aku benar-benar tak akan membiarkanmu mabuk dengan pria lain.”
Dave langsung menggendong Amelia ala bridal style, sungguh membuat semua orang iri.
Para wanita yang tak sengaja melihat mereka salah tingkah, merasa keduanya begitu romantis hingga membuat ingin di posisi Amelia.
“Delon... pulang sekarang.”
Delon mengangguk, menginjak pedal gasnya terus melirik ke kaca depan. “Apakah dia baik-baik saja, Bos?”
Dave diam, terus menatap Amelia yang mabuk karena alkohol. Gadis itu juga membalas tatapan. “Dave menyebalkan.”
Delon yang mendengar cacian Amelia menahan tawanya. Baru kali ini ada gadis yang begitu jujur dengan perasaannya.
“Aku tahu, apakah kau suka padaku?” Pertanyaan Dave yang tak pernah terlontarkan itu keluar begitu saja, bahkan Delon sampai terkejut.
“Cinta... Kau galak, kau kejam, kau tukang marah. Mana bisa aku cinta?” jelas Amelia dengan cepat. Kedua tangan Dave mengepal kuat.
“Sudahlah..., bos. Dia mabuk. Abaikan saja.” Delon hanya takut Amelia nanti akan di turunkan di tengah jalan.
“Aku tak marah,” jawab Dave dengan dingin.
“Aku harus menjauh darimu. Tapi, kenapa kau sangat tampan? Aku bahkan bingung harus berbuat apa. Aku tak mau jadi pelakor.” Amelia menangis keras membuat Dave bingung. “Hiks... tidak hanya itu, Rosa juga menindas ku.... Ken juga. Ken menyimpan video kejadian di hotel.”
Amelia adalah tipe orang yang jujur ketika sedang mabuk. Dave sampai melotot mendengar segala isi hatinya.
“Kalian berempat menindas ku....!” Amelia terus menangis hingga membuat Dave capek mendnegarnya.
“Diam!” hardik Dave dengan nada tinggi. Gadis itu langsung menutup mulutnya sendiri.
“Kau membentukku,” katanya tak percaya. “... july, Ramon... ada orang yang membentakku.”
“July... Ramon.... siapa mereka?” tanya Dave tak sabaran.
“Aku tak mau memberitahumu karena kau jahat.” Amelia melipat kedua tangannya persis seperti anak kecil. Delon yang mendengar perdebatan mereka hanya menghela nafas panjang beberapa kali.
“Bos... sudahlah... dia mabuk. Orang mabuk pasti asal bicara.” Delon sudha pusing karena lelah.
“Aku akan bertanya padanya besok.”
Tentu saja Dave penasaran dengan kedua orang asing yang disebut oleh Amelia. Dan juga, gadis itu malah tertidur setelah bicara panjang lebar.
“Bagaimana aku harus mengatasi mu?” gumamnya sambil menyelipkan anak rambut milik Amelia.
Bersambung