Bab 52

1114 Words
 Dave membaringkan Amelia ke ranjang miliknya, sengaja ia melakukan itu agar nanti gadis tersebut terkejut. Ia menarik selimut, menutupi sebagian tubuh Amelia dengan penuh kelembutan. Jelas di matanya ada kehangatan. Pria terus menatap Amelia tanpa henti, tak berkeding sama sekali. Bibir, mata, hidung, pipi, rambut dan juga alis tak akan pernah dilupakannya. “Amelia,” panggil Dave sambil mengecup keningnya. Amelia langsung membuka lebar kedua matanya. Sementara pria itu terkejut melihat Amelia yang sudah sadar. “Kau menciupku,” kata gadis itu dengan polosnya. Kedua matanya berkedip-kedip, mengerutkan kening karena Dave membeku. “Karena ini mimpi, aku akan melakukan sesuka hatiku.” Amelia meraih pipi Dave, mencubitnya beberapa kali. “... kau tampan. Kau sudah punya tunangan. Aku tak ingin jadi pengganggu.” Kata-kata itu mencubit Dave cukup dalam. Dulu kalau Amelia sedang bergelayut manja, ia akan risih. Tapi sekarang giliran gadis itu membuat jarak, ia takut kehilangan. “Aku tak akan melepaskanmu.” Didengarkan atau tidak, Dave sudah mengatakan hal tabu itu. “Tidak boleh. Aku tak boleh berada di sisimu.” Dave marah, marah tanpa alasan karena mendnegar ucapan Amelia walau ada benarnya. Jujur, ia tak ingin gadis itu pergi, meski hanya selangkah dari pandangannya. “Mel... aku bisa gila.” Dave meraih tangan Amelia, menaruh di pipinya. Begitulah ia menyalurkan kasih sayang. Tangan halus dna lembut milik gadis itu mengelus pipinya hingga terasa nikmat. “Jika kau melanjutkannya, aku tak bisa menahan diri.” Mata Amelia menatap sayu, “Kemarilah... aku akan memelukmu. Hidup di dunia yang tidak dikenali memang sangat sulit.” Perkataan Amelia ada yang janggal, dan Dave memang menyadarinya. Apakah mungkin dia bukan Amelia, melainkan ornag lain. Tak mungkin? Di dunia ini tidak ada fantasi aneh seperti itu. Tanpa segan, Dave memeluk Amelia dengan erat. Sedangkan gadis itu menyanyikan lagu pengantar tidur agar cepat terlelap. Benar saja, Dave merubah posisinya, memeluk Amelia dengan erat, mencari kenyaman dan terhipnotis dengan suara pengantar tidur itu. Di sisi lain, Rosa sedang menikmati sebotol anggurnya. Gadis itu duduk di bangku taman hotel, menatap bintang yang bertabur di langit. Sangat indah, dan terlihat banyak. Dihitung pun tak akan cukup. Ibarat cita-cita tak akan terwujud dengan mudah. “Bintang tinggi tak bisa di raih, bahkan cinta sekalipun.” Setelah rapat mereka mengenai akusisi, Rosa memutuskan untuk jalan-jalan sendirian hingga larut malam. Ia merasa kesal karena Ken membawa gadis lain, dan ada noda lipstik di kemeja putihnya. “Hidupku bukan milikku!” teriak Rosa untuk kepuasan. Biarlah dikata gila, yang penting terpuaskan meskipun sementara. “Na... na... na...”ocehnya tanpa henti. Tangan Rosa di angkat, seperti sedang menggengam bintang. Percuma saja akting menggenggam, nyatanya tak bisa di capai sama sekali. Hidupnya yang seperti boneka harus terus di lakoni hanya untuk membalas budi. Kebersamaannya dengan Ken, ke luar kota kembali mengingatkan kenangan mereka berdua. Rosa yang polos, Ken yang perhatian. Cinta sempurna di pandangan semua orang. Sayang sekali tak berlangsung lama karena gadis itu tahu mengenai identitas dirinya yang merupakan anak adobsi. Sungguh hidup yang rumit. Rosa menghela nafas beratnya karena merasa lelah. Ia terus mendongak ke atas, tanpa sadar meneteskan air mata. Sekejamnya manusia, gadis itu maish punya hati nurani. Diraihnya ponsel yang tersimpan dalam tas. Ia mengirim pesan kepada Tessa, bahwa akan bertanggung jawab mengenai hidupnya. Tidka lupa, Rosa juga meminta Lea kembali ke kantor. Sejujurnya, ialah tokoh yang snagat menderita dibandingkan dengan tokoh lain. Sementara itu, Ken yang mencari-cari keberadaan Rosa tak emnemukan titik terang. Beberapa kali ia menghubunginya, tapi sepertinya nomor tersebut tak aktif. Bukannya tak aktif, tapi Rosa memblokirnya untuk sementera waktu. Saat hendak menuju ke tempat lain, samar-sama pria itu mendengar perkataan ornag lewat. “Apakah kau lihat gadis yang sendirian minum? Sepertinya dia frustasi.” Ken langsung tahu bahwa gadis yang dimaksud adalah Rosa. “Dimana kau melihatnya?” tanyanya tak sadar. “Di taman hotel.” Ken pun langsung berlari menuju ke taman hotel. Ia bernafas lega karena melihat Ros ayang sednag duduk. Tanpa pikir panjang, di dalam otaknnya reflek meminta untuk mendekat. “Apa yang kau lakuakn di sini?” Rosa menoleh sekilas, lalu terkekeh geli. “Menikmati bintang.” Keduanya seperti kembali ke masa lalu, menikmati bintang bersama. Sungguh momen yang sangat romantis. Dave melirik gadis yang sedang menegak anggur itu. “Tak baik minum banyak. Kesehatanmu bisa terganggu.” Dave melepas jasnya, lalu menaruh ke pundah Rosa. Gadis itu terlihat enggan, bangkit begitu saja. Maju beberapa langkah kedepan. Hebatnya dia adalah toleransi alkoholnya snagat tinggi, padahal sudah hampir menghabiskan satu botol anggur besar. “kembalilah... aku nanti akan menyusulmu.” Tak ingin melihat wajah Ken, Rosa bicara membelakanginya. “Apakah kau cemburu? Jika kau cemburu kita bisa bersama kembali.” Tujuan Ken adalah menguji cinta Rosa. “Meskipun aku masih mencintaimu, aku bisa mengorbankannya.” Rosa tersenyum getir karena menyakiti Ken. Ia tak ingin pria itu mengetahui tentang identitasnya yang merupakan kaum orang bawah. “Kenapa kau sangat serakah?” tanya Ken tak mengerti. Cinta mereka harus kandas hanya karena harta. Dim-diam, Rosa menitihkan air mata yang selama ini di tahannya. “Aku harus mendapatkan Dave bagaimanapun caranya.” “Kenapa? Katakan padaku, Mel! Kenapa harus Dave? Aku bisa memberikanmu apa saja.” Terllau sakit jika ornag yang di cintai bersama dengan temannya. “Jika aku menjadi istri Dave, jangan membencinya.” Kedua orang itu sama-sama terluka karena seseorang yang tak lain adalah ayah Rosa. Dan gadis itu tahu, kalau gerak-geriknay selama ini di pantau olehnya. Rosa pergi tanpa sepatah kata satu pun, pergi meninggalkan ken sendirian di tengah gelapnya malam. Sejauh gadis itu menepis rasa, hanya kesakitan yang di terima. Sampai di lobi, Rosa terkejut melihat sosok yang familiar sedang menunggunya. “Ayah,” panggil gadis itu dengan suara lembut. Seorang pria dengan rambut sedikit memutih, hidung mancung dan juga alis tebal. Orang lain kerap sekali mengatakannya hot daddy karena tampilan duda yang seksi. “Kemarilah...” Pria itu merentangkan kedua tangannya, sontak Rosa langsung memeluknya erat. Sedangkan Ken yang tak sengaja melihatnya pun hanya berdiam diri di balik tembok. “Kenapa si tua itu bisa sampai di sini? Sial! Rencanaku gagal sudah,” geram Ken tertahan. Ketika hendak balik arah, Ken dikagetkan dengan seornag agdis yang disewanya. “Apa yang kau inginkan?” Gadis itu menyeret tangan Ken untuk menjauh ke tempat aman, langsung saja ia memberikan uang itu kepadanya. “Aku tak bisa melanjutkan pekerjaan ini.” Nyawanya lebih penting dari pada permainan bodoh yang dilakoni pria itu. “Kau harus hati-hati. Pindha saja ke hotel lain.” Dia pun bergega spergi, membuat ken menyimpan banyak pertanyaan. Pasti karena bandot tua itu, batin Ken mengepalkan tangan kuat. Selama da pria tua itu, hidup Rosa pasti dikendalikan olehnya. Cintanya juga tak akan bahagia. Jelas sekali, yang harus disingkirkan adalah dia. Bersambung 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD