Bab 24

1117 Words
Kemarahan Lee Sun sudah tak bisa di bendung lagi ketika mengetahui bahwa Dave tak hadir dalam meeting kedua mereka. Kasihan sekali, Rosa mendapatkan imbas dari kesalahan sang bos. Bayangkan saja, dia berteriak-teriak seperti orang gila, melempar semua berkas di depan Rosa dan Tessa. Kalau Delon jangan di tanya, pria itu memilih kabur karena sudah mengetahui temperamen Lee Sun. “Aku butuh bos mu sekarang!” teriak Lee Sun lagi. Sang manager terus saja membujuknya, tapi pria itu tetap kukuh dengan pendiriannya. “Dia sedang ada urusan. Saya akan menghubunginya.” Rosa mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Dave, tapi sayangnya panggilan di luar jangkauan. Lee Sun tambah meradang, tapi sedetik kemudian dia tersenyum. “Apakah kau kenal gadis yang bernama Amelia?” tanya pria itu penuh ingin rasa tahu. Rosa dan Tessa saling pandang satu sama lain,lalu mengangguk. “Saya kenal,” kata Tessa. “Kalian duduk, biar managerku yang mengurus berkasnya.” Manager itu langsung melaksanan perintah Lee Sun, setelah itu mengusirnya keluar. “Jadi, di mana gadis itu sekarang?” tanya Lee Sun. “Sayang sekali dia bolos,” jawab Rosa. “Dia tak kompeten sama sekali dan selalu ceroboh.” Dahi Lee Sun berkerut, ceroboh ... tidak mungkin. Dia bisa melihat bibit unggul meski hanya kedipan mata. Mereka berbohong, sengaja menjelekkan Amelia di depan Lee Sun yang tengah penasaran oleh gadis itu. Melihat reaksi pria itu, Rosa tahu bahwa dia tertarik dengan Amelia. “Saya bisa membantu Anda untuk mendapatkannya.” Bola mata mereka bertemu, bertatap satu sama lain. Mendapatkan Amelia untuk dijadikan manager adalah impiannya. “Tentu...” Lee Sun sepakat dengan bantuan Rosa dan memberikan nomor pribadi kepada gadis itu. “Sebagai imbalannya, aku akan memberikan akses penuh mengenai tulisanku. Kau yang mengurusnya.” Rosa senang, tapi tidak dengan Tessa. Bagaimana pun projek Lee Sun ia yang mengurusnya, tapi dia malah menyerobot begitu saja. “Aku pergi dulu,” pamit Lee Sun dengan wajah berbinar. Rosa memandangi punggung pria itu tanpa henti sampai benar-benar pergi. “Kau lihat, aku bisa mengusir burung dalam sekali tembakan,” kata Rosa penuh percaya diri. Tessa tak bisa berkutik sama sekali dan memilih diam saja. Walau bagaimanapun, statusnya adalah bawahan. Jangan sampai bernasib sama dengan Lea, di usir setelah tidak berguna. “Kita susun rencana untuk membuat Amelia dekat dengan Lee Sun.” Rosa pun keluar ruangan, di ikuti oleh Tessa. Ken yang melihat mereka bersamaan memikirkan sesuatu. Delon yang melihat Ken dari jauh langsung menghampirinya. “Bos... aku bisa gila!” pekiknya frustasi. “Kau bicara yang tak berguna,” kata Ken dingin. “Temperamen Lee Sun sulit di kendalikan. Dia malah keluar ruangan dengan wajah tersenyum. Bukankah itu aneh?” Delon tadi berpapasan dengan Lee Sun dan pria itu mengatakan kalau akan meneruskan kerja sama asalkan Rosa yang menangani naskahnya. Aku harus mencari tahu rencana mereka. Kenapa Lee Sun dengan mudha menyetujuinya begitu saja? “Jangan membuatku kesal, Lon.” Ken mendelik tajam ke arah Delon yang sedang frustasi itu. “Oke aku pergi.” Delon menggerutu kesal karena Ken yang tak bisa di ajak bicara sama sekali. Seperti rumor, dia memang ganas layaknya macan tutul menyebalkan. Rumah Sakit Amelia berdiri di depan jendela kaca sambil merapikan anak rambutnya. Dia sudah merubah penampilannya seperti semula, hendak keluar drai ruangan yang membuatnya sesak. Gadis itu menyambar tas miliknya. Tiba-tiba ada suara familiar yang terdengar di telinga. “Sepertinya, akan ada pasien kabur dari ruangannya?” Si pencari masalah. Dave menyebalkan. Amelia menyatukan dua telapak tangannya, tersenyum lebar dengan sangat terpaksa. “Aku sudah sembuh, jadi aku di perbolehkan keluar, Bos.” “Siapa bilang?” seru Kevin muncul di ambang pintu. Dobel sial. Kenapa kutu kupret itu harus muncul segala. Sungguh menyebalkan. “Ayolah... tak ada apa-apa di kepalaku,” kata Amelia sambil meraih berkas yang ada di atas meja. “Aku sembuh total. Catatan medis ku bersih, tak punya penyakit sedikitpun.” “Tapi aku harus melakukan observasi dulu, Mel.” Sebisa mungkin Kevin mencegah Amelia pergi dari rumah sakit. “Biarkan dia pergi,” bela Dave sambil membuang muka. Wajah Amelia tampak cerah sekali membuat mata pria itu silau. Inikah reaksi wajah bahagia, ia baru bisa melihatnya sejelas itu. sungguh pemandangan yang indah. “Kau!” tunjuk Kevin kesal. “Aku akan bertanggung jawab. Terkadang dia cukup membantu juga. Aku Amelia pasti balas budi. “Karena bos bertanggung jawab, maka kau tak bisa mengelaknya, Kev.” Amelia mengangguk dengan tenang. Dunia nya pun bahagia karena bisa keluar kamar tanpa ada halangan. “Tunggu!” teriak Dave membuat langkah kaki Amelia terhenti. “Ikut denganku,” ucap Dave dingin. “Kau tak bisa berbuat seperti ini, Dave.” Kevin tak akan membiarkan mereka berdua pergi begitu saja. “Vila di puncak. Kau bisa mengambilnya.” Dave menghampiri Amelia lalu menggandeng tangannya. “Kenapa kau menggandeng tanganku. Aku bukan balita?” Amelia berusaha melepaskan tangan itu. “Jika kau tak menuruti kemauanku, kau akan tinggal di sini untuk beberapa hari ke depan.” Tangan Dave dengan lancang merangkul bahu Amelia. “Kevin terus menatap kita tanpa henti, hingga bola matanya mencuat keluar. Ikuti saja alurnya.” Bedebah sialan! Jika bukan demi keluar rumah sakit. Aku tak akan menurutimu. Amelia hendak menoleh, tapi bahunya dicengkeram kuat oleh Dave. “Jangan menoleh, atau semuanya akan sia-sia.” Mau tak mau, gadis itu menurutinya saja, toh setelah keluar rumah sakit ia akan bebas. Merasa aman, Amelia melepas tangan lancang itu dengan kasar. “Di masa depan, jangan menyentuhku. Meski kau bos sekalipun, semua ada batasannya.” Dave merasa kosong saat tangannya terlepas dari bahu Amelia. Dia melihat punggung gadis itu menjauh. “Amelia!” Amelia menoleh dengan wajah cemberutnya, hal itu sangat di nikmati oleh Dave. Wajah cemberut, tersenyum milik Amelia sangat dinantikannya di masa depan. Ekspresi apa lagi yang muncul, dia sudah tak sabar lagi. “Kau adalah jalan satu-satunya untukku sembuh, Mel.” Kevin yang mengikuti mereka diam-diam sembunyi di balik pilar besar. Dia tak menyangka kalau Dave akan terikat dengan Amelia. Dapat dilihat dari reaksi pria itu. “Aku tak tahu di masa depan akan terjadi hal apa lagi, bisa buruk maupun baik.” Kevin sudah tahu, kalau Alrich sangat mencintai Amelia. Jika Dave menaruh hati pada gadis itu, maka pertemanan mereka akan terpecah belah. “Semoga saja Ken juga tak ikut campur. Jika dia ikut campur, masalah tambah pelik.” Salah, Ken sudah ikut campur sedari awal. Bahkan dia sudah mulai melangkahkan rencananya. Pria itu sedang keluar kantor membeli sebuket bunga. Untuk siapakah bunga itu? Tidak ada yang tahu isi otak pria itu. Dan juga tak ada yang curiga sama sekali. Bunga mawar merah sebagai tanda cinta, bukankah hal romantis. Dengan bunga ini, sebagai titik awal rencana ku. Amelia, kau harus berada di bawah kendaliku Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD