Bab 25

1256 Words
Akhirnya Amelia terlepas dari dua manusia perangko yang selalu saja menempelinya. Gadis itu kini sedang duduk di meja dengan tangan bertumpu di dagu. Dia memikirkan semua kejadian yang telah dilaluinya. Amelia merasa seorang wanita yang bicara padanya di alam bawah sadar merupakan sumber alasan kedatanganya di dunia ini. Pantas saja nama Lian tak ada, wajar jika Alrich tidak menemukannya. “Sebenarnya, apa tujuanku datang kemari.” Amelia mengeluarkan buku catatan kecil, menulis semua kejadian detil. Dari jebakan yang di lakukan Rosa sampai berakhir di rumah sakit. “Pasti ada cara agar aku bisa keluar dari tubuh ini.” Gadis itu terus saja mendesah berulang kali sampai bosan, lalu menutup bukunya dengan kasar. “Sebenarnya, aku tak mau terlibat urusan dengan penyihir itu.” Satu-satunya cara yang terlintas di otak Amelia adalah menghindari Dave sejauh mungkin. “Apa seharusnya aku menerima tawaran Lee Sun untuk jadi managernya?” Amelia menggelengkan kepalanya sebanyak empat kali, tidak mungkin dia lari dari masalah. Pasti Rosa akan terus membulinya. Gadis itu sangat frustasi dengan hidupnya saat ini. ‘Dengar... ini bukan hidup yang aku inginkan!” tunjukkan ke langit kamar. “Pasti kau mendengarkan ku... aku ingin kembali!” Setelah berteriak cukup keras, dahi Amelia berkerut karena mendengar suara bel di pencet. “Siapa yang mengganggu istirahat cantikku.” Gadis itu bergegas menuju ke pintu keluar, dan mendapati Ken yang berdiri di depan pintu dengan sebuket bunga mawar merah. “Sial! Kenapa dia datang kemari. Aku tak ingin menerima tamu.” “Aku tahu kau di dalam... buka pintunya, Mel!” Ken terus menekan bel itu berulang kali. Amelia tak ada pilihan lain, selian membuka pintu rumahnya. Jujur, dia malas bertemu siapapun, terlebih lagi Ken. “Kenapa kau datang kemari?” tanya gadis itu sinis. Ken menerobos masuk ke dalam ruangan begitu saja. Dasar tak punya etika, gerutu Amelia di dalam hati. “Cukup nyaman. Pantas saja kau betah di sini.” Ken meneliti keseluruhan ruangan milik Amelia. Pria itu pun menaruh bunganya di atas meja. “Untukmu... aku dengar kau di rumah sakit.” Amelia duduk dengan elegan, “Iya, tapi sudah sembuh. Kau seharusnya tak kemari.” “Mel,” panggil dengan lembut, tapi menyimpan seribu jarum yang membuat Amelia waspada terhadapnya. “Apakah kau sudah tak mencintai Dave?” Lambat laun pasti Ken akan menanyakan pertanyaan itu. Dan Amelia memilih menjawabnya dengan jujur. “Benar... karena aku tak tertarik.” Jika rasa Amelia sudah hilang, bagaimana aku memprovokasinya seperti dahulu. Padahal dulu dia selalu mengikuti perintahku. “Kau rela Dave menikah dengan Rosa!” pekik Ken tertahan. Amelia terus menatap wajah pria itu membuatnya tak nyaman. Ken tampak aneh di lihat dari segi manapun. Jangan-jangan selama ini dia yang terus memberi minyak di dalam api. “Jika kau menyukai Rosa, perjuangkan dia dengan layak.” Ken yang semula memiliki ekspresi lembut berubah menjadi dingin. “Apa yang kau tahu? Kau bukan diriku.” Terlihat juga sifat aslinya. Memnag menyebalkan seperti penyihir. “Jangan tersesat karena cinta, Ken.” Amelia berubah posisi menjadi serius. “... karena mulai sekarang aku tak akan masuk ke dalam permainanmu lagi.” Ken mendelik tajam ke arah Amelia. “Perubahan dirimu begitu besar, sampai aku mengira kau orang lain.” “Jika aku bilang Amelia sudah mati, apa kau percaya?” Ken tersentak mendengar perkataan Amelia. Selama ini gadis itu tidka pernah menunjukkan taringnya. Sekarang dia mulai menjadi ancaman besar. “Kau gila!” serunya sambil tertawa menggelegar. Bagi Ken itu adalah omong kosong. Mana ada orang yang di depannya bukan Amelia. Jelas-jelas wajahnya merupakan Amelia. Benar... pasti semua orang menganggapnya gila, tak kecuali Alrich. “Aku tak ingin terlibat di urusan kalian.” Ken diam seketika, menatap lurus ke arah Amelia. Gadis itu sepertinya sudah lelah dan benar-benar menyerah tentang hidupnya. “Aku tak ingin berurusan dengan Dave, jadi jangan libatkan aku.” Gadis itu bangkit dari sofa, tiba-tiba ken mencekal lengannya. “Apa yang kau lakukan?” pekiknya dengan keras. Ken juga ikut bangkit, lalu mereka bertatapan cukup lama. “Kenapa rasamu sudah menghilang?” tanya Ken tak percaya. “Jawabannya simpel, karena aku tak mencintainya.” Amelia muka harus berurusan dengan Ken yang selalu saja tak bisa di tebak. “Oke... aku akan pergi.” Lihatlah Ken, datang tak di jemput, pulang tak di antar. Sungguh membuat Amelia benar-benar kewalahan. “Dia lebih berbahaya dari mereka berdua.” Belum kelar masalah di kantor, sudah muncul musuh yang sulit untuk di kalahkan. Hidup Amelia selalu saja diterpa masalah tiada henti. “Ah... aku pusing, lebih baik tidur.” Sementara itu, Ken tersenyum setelah bertemu dengan Amelia. Pria itu bersiul senang karena jawaban Amelia. Kalau gadis itu tak mencintai Dave, bukankah mendekatinya untuk membuat Dave cemburu adalah hal yang baik. Jika tak bisa di dekati, maka bisa menggunakan cara sedikit ekstrim. Ken terus berjalan hingga tak sadar kalau berpapasan dengan Alrich, “Tunggu!” teriak pria itu menghentikan langkahnya. Ken menoleh, “aku tak ingin berdebat denganmu.” Alrich menarik kerah pria itu dibawa menjauh ke tempat yang sepi. “Aku sudah bilang, jangan ganggu Amelia!” geramnya tertahan. Ken mencoba melepaskan diri, tapi gagal. “Apapun rencana ku, bukan urusanmu.” Alrich meradang seketika, “f**k! Jangan gila Ken. Jika kau ingin balas dendam, jangan melibatkan Amelia!” Pertemanan mereka dulu sangat erat, tapi karena Rosa berpaling dari Ken ke Dave, semuanya berantakan, tak bisa di perbaiki lagi. Alrich tahu kalau gadis itu telah merusak semuanya, seperti racun yang mulai menggerogoti hati sehingga menjadi hitam. Ken melepas tangan Alrich dengan kasar, “Kau tak pernah tahu rasanya cintamu di rebut, Al. Jika kau merasakannya, kau akan tahu betapa menyakitkan itu.” Wajahnya terlihat putus asa membuat Alrich tak tega. “Bisa tidak kalau kau tak melibatkan Amelia. Bukankah kau tahu kalau aku mencintainya?” Perdebatan mereka pun terhenti setelah kata-kata cinta keluar dari mulut Alrich. Pria itu sama dengan Ken, mencintai orang yang tak mencintainya, alias cinta sepihak. “Aku tak tahu.” Ken berlalu begitu saja berjalan tanpa nyawa meninggalkan Alrich yang terus menatap punggungnya. Mereka sama-sama menyedihkan, menyimpan cinta yang jelas sulit di perjuangkan. “Aku harus bertemu dengan Rosa,” final Alrich. Satu-satunya cara adalah menemui Rosa agar gadis itu kembali ke Ken. Walau bagaimanapun, hubungan mereka berdua cukup lama, pasti masih ada cinta di dalam hati gadis itu. Alrich yang awalnya ingin menemui Amelia, kini merubah tujuannya untuk bertemu Rosa. Dia segera menghubungi gadis itu, beruntung Rosa sedang berada di kafe dekat Apartemen Luxury. Rosa melambaikan tangan ketika melihat Alrich yang tengah berjalan tergesa-gesa ke arahnya. Pria itu langsung duduk sambil mengatur laju nafasnya. “Sepertinya, kau sangat kelelahan. Apa yang membuatmu terdesak seperti ini?” Rosa menyodorkan minuman miliknya, tapi Alrich tak bergeming sedikitpun. “Kau masih sama, Al. Tak percaya padaku.” “Aku tak mau basa-basi. Kenapa kau tak kembali kepada Ken?” Alrich menatap setiap sudut wajah Rosa untuk melihat perubahan meskipun sedikit. Sayangnya yang dilihat hanya sebuah senyuman biasa. “Aku hanya mencintai Dave. Bukankah kau tahu itu.” Rosa menyilang kan kakinya cukup elegan. “Cintaku tak bisa di ganti dengan mudah.” Bibirnya bergetar ketika mengatakan perasaannya mengenai cinta. “Sampai kapan kau akan membohongi dirimu sendiri? Lambat laun Dave akan tahu yang sesungguhnya!” Meskipun Dave tahu, Rosa tak peduli sama sekali. Yang ada pada otaknya adalah ambisinya untuk masuk ke dalam keluarga Dave. Dengan dia menjadi nyonya, maka Golden Grup Book akan di bawah kendalinya. Takdirku sudah di tulis ayahku sendiri, maka dari itu semua rintangan akan aku singkirkan, termasuk kau, Alrich. Tentunya dengan Amelia juga. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD