Bab 19

1229 Words
Tidak tanggung-tanggung berita mengenai Amelia langsung meledak hebat geger di seluruh kantor. Dave yang baru saja datang ke kantor seketika membuat para karyawan langsung tutup mulut. Mereka tak bernai bergosip di depan sang big bos. Salah satu petugas keamanan pun datang menghampirinya, “Tuan...” Dia terlihat sangat takut dengan wajah garang Dave. “Katakan.” “Kami sudah menghapus berita itu, tapi berita itu muncul kembali di beranda depan.” “Apa kerjamu tak becus!” teriak Dave menggema di udara. Para Karyawan yang masih ada di sana langsung menunduk. “Dan kalian...Jika kalian terus berkomentar menambah api, kalian akan aku pecat!” Suara pria itu memantul sebanyak tiga kali, sehingga karyawan semakin ketakutan. Rosa yang melihat Dave murka merasa aneh. “Apakah Dave benar-benar tertarik dengan Amelia, Tes?” “Saya rasa tidak, Nona. Mungkin karena bos malu dengan berita itu.” Tessa sangat puas dengan hasil karyanya, terlebih lagi bisa membuat Rosa bangga dengan hasil kerjaannya. Lea yang melihat mereka berdua hanya menggigit bibirnya kecewa. Dia benar-benar membuangku seperti sampah Lea tak menyangka akan dibuang begitu saja oleh Rosa setelah tida berguna. Bahkan posisinya di perusahaan juga di ambang kehancuran. Hari ini kebetulan gadis itu sedang mengambil beberapa barangnya karena di skors selama seminggu dnegan potongan gaji dua puluh persen. “Aku menyesal kerja kotor dengannya. Wajahnya saja yang cantik, tapi hatinya iblis.” Lea pergi dengan membawa kardus di tangannya. Ia melihat Ken yang sedang duduk di lobi sambil terus memegang ponselnya. Wajah pria itu tampak tersenyum membuat Lea merinding. Gadis itu pun bergegas pergi begitu saja. Ken tahu bahwa Lea adalah bawahan Rosa dalam waktu cukup lama. Dia tak mengira saja kalau gadis itu memilih Tessa sebagai penggantinya. “Berani sekali dia mempublikasikan video dan juga foto seperti itu?” Ken menatap ke arah pintu masuk kantor untuk menunggu Amelia. Dia ingin melihat, sejauh mana gadis itu mengatasi permasalahan pelik yang di alami. Atau jangan-jangan memilih kabur. Sepuluh menit berlalu, orang yang di tunggu tak kunjung datang juga. Alrich sudah sampai sekitar tujuh menit. Biasanya Amelia akan datang lebih awal. “Sungguh tak menarik, dia tidak datang.” Ken hendak bangkit, tapi langkah kakinya terhenti saat melihat Amelia masuk dengan memakai kaca mata hitam. Rambut hitamnya di biarkan tergerai indah. Kemeja biru muda di padu dengan celana hitam yang terlihat kasual. Auranya terpancar jelas, membuat semua orang terpana. Tidak hanya itu, waktu seakan memihak gadis itu. Ken terpaku di tempat, tak berkedip sama sekali. Dia merasa orang yang tak jauh darinya itu bukanlah Amelia yang ceroboh seperti dulu. Melihat pria itu terbengong, Amelia tersenyum sambil melepas kaca matanya. Gerakan itu benar-benar terlihat memukau. “Matamu hendak keluar, Bos.” Ken tersentak kaget, langsung menguasai dirinya. Amelia yang baru saja bicara padanya sudah menjauh beberapa langkah di depan. Semua orang yang melihatnya kembali bergosip, sementara gadis itu hanya cuek bebek saja. Teruslah bergosip, karena aku tak peduli. Namun tiba-tiba, dua karyawan menghadangnya begitu saja. “Kau tak pantas kerja disini!” katanya cukup keras mengundang perhatian banyak orang sehingga mereka langsung berkumpul. Amelia masih terlihat tenang, lagi pula dia tak salah sama sekali. “Menurutmu aku pantas di mana?” “Tempat sarang p*****r,” jawabnya penuh percaya diri. Opini publik langsung meledak dan mereka berbisik satu sama lain. Amelia tidak menunjukkan reaksi sama sekali, bahkan wajahnya terlihat dingin. “Stupid,” kata Amelia lembut tapi menohok. “Kau menganggap kami bodoh. Lebih baik bodoh dari pada menjual tubuh.” Gadis berambut ikal terus saja menghujatnya. Rosa dan Tessa sebagai penonton merasa kesenangan. “Aku tak menganggap kalian bodoh...” Amelia mengeluarkan ponselnya. “Hanya dengan berita ini, kalian percaya begitu saja. Ayolah... banyak dari orang hebat yang pintar memanipulasi video dan foto.” Perkataan Amelia ada benarnya juga, tapi tetap saja pemandangan itu tak sedap bila harus di sebar di forum perusahaan. “Jelas-jelas alamat komputer mu yang mengirim video itu,” kata gadis lain masih menuding Amelia. “Apakah aku bodoh? Mengirim video seperti ini lewat komputerku sendiri? Kalian pintar, pasti bisa berpikir lebih jernih lagi. Yang aku maksud stupid itu adalah orang yang mengirim video,” jelas Amelia dengan tenang. Wajah Tessa yang semula biasa kini terlihat cemas. Rosa langsung menoleh tajam ke arahnya. “Kenapa kau bisa mengirim video lewat komputernya? Kau bisa melakukannya dengan menggunakan anonim” “Aku membutuhkan fotonya, Nona. Dan di media sosial tak ada foto Amelia satu pun. Dia sangat hati-hati.” “Sial! Aku harap kamera pengawas tak merekam mu.” “Aku sudah memastikan kalau kamera pengawas mati total, Nona. Kau bisa tenang,” kata Tessa. Mereka berdua pun pergi meninggalkan kerumunan, takut kalau Dave mengetahuinya. Benar saja sang big bos langsung datang ketika mendengar keributan di lantai bawah, Alrich pun juga demikian. Amelia, batin Alrich sedikit kaget. “Bubar!” teriak Dave menggelegar di udara. Para karyawan tak bubar, tapi menunduk. Salah satu karyawan lain pun bersuara. “Dia harus enyah dari kantor kita, Bos!” “Setuju!” teriak sebagian orang yang berkumpul. Amelia menghela nafas panjang, semakin dibela maka opini publik akan semakin membunuhnya. Seharusnya dia tak ikut campur masalah ini. semakin tambah tak kendali. Menyebalkan. Amelia terlihat tak senang dimata Dave, padahal dia buru-buru datang meninggalkan pekerjaannya hanya untuk gadis itu. “Kalian tak ada bukti konkrit. Bisa saja video itu rekayasa!” bela Alrich. Satu lagi yang ikut campur, tambah pelik begini jadinya. Erang Amelia di dalam hati penuh frustasi. Wajah Amelia tambah culas dan kesal melihat dua orang yang sedang membelanya. Dia bukan putri yang mengharapkan bantuan dari pangeran kuda putih atau pangeran kaya raya. Lihatlah para karyawan yang tambah menyudutkannya hanya karena pembelaan. Amelia bertepuk tangan sangat keras, semua orang langsung berhenti dan memandang ke arahnya. “Aku sangat terkesan....” “Kau gila!” teriak gadis berambut ikal tadi. “Otakkmu sudah tak waras karena kecelakaan.” Dia terlalu beranibertindak di depan bos. Besar kemungkinan mereka berdua bukan karyawan dari perusahaan mereka. Dave pun langsung berteriak, “Keamanan!” Para petugas keamanan langsung datang. Para Karyawan terlihat ketakutan, takut di pecat. Ketika mereka hendak membawa dua gadis yang menyebabkan masalah, Amelia mencegahnya. “Tunggu!” Jika dua gadis itu di usir keluar, orang yang ada dibalik kejadian ini tak bisa di ungkap. “Mereka tak pantas kerja disini, Mel!” Alrich bersuara, “... karena mereka menghinamu.” Apa yang dilakukan Dave benar, dengan mengusir mereka Amelia tak akan dirundung lagi. Kali ini dia sepakat dengan pria itu. Amelia sangat pusing dengan tindakan mereka berdua yang tak pikir panjang sama sekali. Yang satunya suka teriak-teriak, yang satunya lagi selalu menempel persis perangko. “Lewat jalur hukum!” suara Amelia cukup keras, menggelegar di seluruh ruangan. Dia realistis untuk menanggapi masalah di depannya. Semua orang diam seketika, dua gadis itu terlihat ketakutan dan langsung kabur begitu saja. Para petugas keamanan melenggang pergi mengejar mereka berdua. Semua karyawan masih berdiri di tempat, takut akan ancaman yang baru saja keluar dari mulut Amelia. Mereka tahu jika meja hijau adalah jalan yang tepat untuk mengatasi masalah Amelia. Gertakan Amelia yang sukses membuat orang bungkam di acungi jempol oleh Ken, yang masih melihat situasi tak jauh dari mereka. Dia kagum dengan sikap tenang gadis itu. Perubahan yang signifikan tersebut menambah daya tarik tersendiri, dan itu membuat Ken merasakannya. Pantas saja Dave dan Alrich mati-matian membelanya. Ternyata pesona Amelia begitu besar. Bersambung Sorry, badanku lagi kurang fit, jadi telat updatenya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD