Bab 20

1185 Words
Rosa yang semula duduk tenang kini menjadi gelisah setengah mati karena kabar dari salah satu bawahannya. Tessa yang ada di dekatnya juga tak kalah cemas dengan situasi yang akan terjadi. Apalagi ketika mendengar kabar bahwa Amelia akan mengatasi tindakan lewat jalur hukum. Bagaimana bisa Amelia yang awalnya bodoh mendadak menjadi pintar? Rosa sendiri juga bingung dibuatnya. Padahal dia senang, Amelia kecelakaan dan koma. Tapi sialnya, gadis itu berumur panjang. “Apa kau yakin tindakanmu tadi malam tidak akan ketahuan? Jika sampai ketahuan, kau harus enyah dari perusahaan.” “Aku yakin, Nona. Aku sudah memastikannya.” Rosa masih saja cemas jika Amelia benar-benar membawanya ke meja hijau. Dia pikir semuanya akan baik-baik saja seperti dulu, dan Amelia yang ketakutan selalu berteriak meminta tolong pada Dave. “Kau harus menghancurkan bukti,” ucap Rosa tiba-tiba. “Bukti? Aku sudah menghancurkannya, bahkan di ponsel sekalipun. Semua chat juga sudah aku hapus.” Tessa sudah berpikir sebelum bertindak. Hanya saja dia punya kesalahan, yaitu memakai komputer milik Amelia. “Aku merasa aneh, Nona.” “Aneh bagaimana?” tanya Rosa penasaran. “Amelia sangat tenang menghadapi masalah ini. Kemungkinan besar dia punya senjata.” Tessa bukan orang bodoh yang tak mengerti situasi. “Aku akan memantaunya.” Gadis itu bergegas menuju ke lobi untuk melihat Amelia mengatasi hujatan publik. Ketika Tessa sampai, dua orang yang di suruh untuk menjadi pemanas malah kabur begitu saja. Jika mereka tertangkap, rencana yang sudah berjalan setengah itu akan berantakan. “Dia bukan lawan yang mudah.” Gadis itu terus menatap Amelia yang tersenyum menyungging. “Kenapa? Apakah kalian takut? Orang yang mencemarkan nama baik seseorang akan masuk bui.” “Jadi, apakah berita itu tak nyata?” tanya salah satu dari mereka. “Bagaimana aku menyimpulkannya? Jika aku bisa membuktikan berita itu nyata atau tidak, apa yang kalian lakukan?” Harus ada imbal balik dari semua perbuatan. Ibarat barang dibeli dnegan uang, tak ada yang gratis. “Aku setuju,” jawab pegawai lain. “Kami tak akan membicarakan mu lagi di belakangmu.” Tawaran mereka begitu menggiurkan, tentu saja Amelia tertarik. Dave dan Alrich yang berdiam diri di sana hanya sebagai penonton saja. Amelia menoleh, “Bos... sebaiknya Anda pergi bekerja. Karena masalah sudah selesai.” Bagaimana sudah selesai? Mereka saja masih merundung. Dave hendak bersuara, tapi Alrich buru-buru menyeretnya menjauh. Setelah keduanya pergi, Amelia berkata. “Bubar... aku akan segera membuktikannya.” Semua orang memberi jalan untuk Amelia. Tessa semakin cemas, hendak membuntuti gadis itu. Tapi, Ken lebih dulu menghalanginya. “Sudah kalah... lebih baik menyerah.” Dahi Tessa berkerut, tidak mungkin wakil pimpinan tahu mengenai perbuatan nya. “Apa maksud Anda?” tanyanya pura-pura tak tahu. “Kau bisa dipenjara karena mencemarkan nama baik orang lain,” peringat Ken dengan itikat baik. Dia tak mau jika Rosa ikut terlibat dengan permasalahan itu. “Saya tak mengerti.” Tessa melengos pergi begitu saja. “Aku sudah memperingati mu.” Ken memakai kaca mata hitamnya, bergegas pergi mengikuti Amelia. Wawancara dengan gadis itu ingi sekali di lakukan detik ini juga. Dia ingin mengetahui, bagaimana Amelia menyelesaikan masalah yang di hadapi. Sampai di devisi biografi, Ken melihat Amelia yang sedang memainkan ponselnya. Wajah yang tenang tak terlihat tertekan membuktikan bahwa dia memang sudah menemukan solusinya. Pria itu mendekat, “Jadi, solusi apa yang kau miliki, Mel?” Mendengar suara Ken, Amelia mendengus kesal. Bisa tidak ia memiliki waktu sendiri? Tidak Dave dan Alrich, Ken juga ikut campur. “Tak ada,” jawab Amelia dingin. “Lalu..., aku akan membantumu. Aku bisa membuat alibi jika kau tadi malam bersamaku.” Ken mengangkat alisnya ketika melihat dahi Amelia berkerut. Dengan tawaran itu, pasti gadis tersebut akan menerimanya. “Apa alibi mu?” Amelia tersenyum lembut, menarik dasi Ken dengan cepat. Wajah mereka pun berdekatan membuat Ken sedikit kualahan atas tindakan gadis itu yang tak terduga. Kenapa ekspresi seperti itu? apakah aku terlalu berlebihan? Salah sendiri mengujiku. “Ehem... aku bisa memastikan kau selamat dengan rencana ku.” Terdengar menggiurkan, tapi penuh jebakan. Amelia tahu kalau Ken sengaja mengikatnya dengan sebuah bantuan. Tak mungkin dia tidak memikirkan imbalan. “Tuan Ken yang terhormat,” panggil Amelia sambil melepas dasi Ken. “... kau pasti tahu istilah simbiosis mutualisme.” Gadis itu sengaja menjeda perkataannya untuk melihat ekspresi wajah Ken. Dia pintar sesuai dugaan ku. “Tentu saja... kita bergerak karena saling menguntungkan,” jawab Ken penuh percaya diri. “Tapi bagiku, ajakan mu membuatku rugi.” Amelia duduk kembali di kursinya. Ken yang masih berdiri pun juga ikut duduk. “Tak masuk akal. Aku bahkan memberi bantuan dengan percuma,” dusta Ken tanpa rasa bersalah. Memangnya aku bodoh terjebak dengan bantuan mu yang mengikatku perlahan? Dasar! Aku tak akan terjebak. “Aku merasa kau sengaja memberiku bantuan. Sebenarnya, apa niat tersembunyi mu?” Amelia melirik ke arah pintu ruangan. Dahinya mengerut saat melihat bayangan orang yang lewat. Gadis itu melihat ke isi ruangan, tak ada orang sama sekali. Kemungkinan besar, orang yang ada di luar pintu menunggu Ken untuk keluar. “Pikiranmu terllau negatif, Me,” jawab Ken sambil tersenyum. “Lebih baik kau segera pergi ke ruangan mu. Mereka menunggu di luar cukup lama.” Amelia terus memandangi pintu membuat Ken menoleh seketika. Padahal kurang sedikit lagi aku bisa membujuknya. “Ingat tawaranku, Mel.” Ken segera meninggalkan tempat itu dnegan cepat. Benar, sampai di ujung pintu para karyawan devisi biografi sedang berdiri tak jauh dari ruangan. Ken menatap mereka cukup dingin membuat hawa tak nyaman di seketar. Alrich yang melihat Ken keluar dari ruangan Amelia langsung menghadangnya. “Apa yang kau lakukan, Ken?” di antara mereka bertiga, orang yang perlu di waspadai adalah Ken. Pria itu selalu saja berbuat seenaknya di balik layar. “Aku tertarik dengan Amelia,” jawab Ken santai. Alrich langsung menarik tangan pria itu di bawa ke tempat sepi. “Bukankah kau tertarik dnegan Rosa? Bahkan kalian sempat pacaran? Kenapa kau jadi seperti ini? Berjuanglah untuk hubungan kalian!” Alrich kelihatan cemas saat mengetahui Ken mulai tertarik dengan Amelia. “Itu dulu.sekarang aku pindah haluan.” “Kau hanya mengaggumi nya, bukan menyukainya. Itu hanya sesaat.” Lihatlah, Alrich terlihat menggebu-gebu. “Apa bedanya dengan Dave?” Ken tak kalah berteriak. “Sepertinya dia juga mulai menyukai Amelia.” Alrich terlihat frustasi dengan kelakuan mereka berdua. Sejak Amelia kecelakaan, pesona gadis itu berkembang pesat. Ibarat bunga yang kuncup, kemudian mekar mendadak dan banyak kumbang yang berusaha merebutnya. “Pokoknya, kau harus buang rasa tertarik mu itu!” Alrich menjauh dari Ken yang masih berdiri. Mereka tak menyadari kalau pembicaraannya telah di rekam oleh Tessa. Gadis itu langsung bergegas suntuk melapor kepada tuannya. “Nona!” panggil Tessa sambil membuka pintu cukup kasar. Rosa yang masih pusing mengenai rencana selanjutnya tersentak kaget saat gadis itu masuk dnegan tidak sopan. “Kau mau membuat aku mati secepat mungkin!” teriak Rosa kesal. “Aku dapat berita yang tak di sangka-sangka.” Tessa menyodorkan ponselnya untuk diperlihatkan kepada Rosa. Apa reaksi Rosa? Gadis itu diam dengan wajah dinginnya. Entah apa yang dipikirkan oleh Rosa, Tessa tak tahu. Hanya saja yang diketahuinya adalah kabar yang di bawa tidaklah baik dimata nona nya. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD