Bab 39

1124 Words
Sudah tiga puluh menit Alrich menunggu kedatangan Amelia, tapi gadis itu tak kunjung masuk ke ruangannya. Kata bawahannya, dia bicara sesuatu dengan Tessa. Pria itu tak bisa menyembunyikan kegelisahannya, lalu memutuskan mencari ke atap gedung. Benar saja, dia melihat Tessa masuk ke dalam gedung dengan mata sembabnya. Alrich pun memutuskan untuk menunggu gadis itu masuk kembali. Lima belas menit berlalu, tapi Amelia tak kunjung datang dan itu membuatnya cemas. Saat hendak menuju ke atap gedung, dia mendengar suara Ken. “Ken... aku hanya ingin hidup tenang, tak ingin memiliki musuh.” Amelia menyelipkan anak rambutnya. Matanya terus memandangi Ken. “Tentunya juga ingin menghindari mu, dan juga Dave.” Ken diam menatap kesungguhan gadis itu. “Bukankah kau masih mencintai Dave?” “Pertanyaan mu ini sudah kau ajukan dua kali dan jawabannya masih sama, aku sudah tak mencintainya. Jadi, sejauh Rosa bertindak semuanya akan sia-sia saja.” “Apa kau sudah menyerah? Bukankah kau dulu bilang akan melakukan banyak cara untuk mendapatkan Dave?” Ken sangat penasaran dengan jawaban Amelia. Malam itu dia hanya tak ingin mendengarnya saja. Tapi sekarang, dia ingin mendengar alasan gadis itu. “Karena cinta tak bisa di paksakan. Lagi pula ada yang lebih mencintaiku. Dia berusaha untuk membuatku bahagia.” Perkataan itu membuat alrich sangat senang, kemungkinan besar mereka bisa bersama. “Aku akan berusaha keras, Mel.” “Menarik,” ucap Ken. “Sisimu yang lebih lembut, dewasa, pintar membaca situasi sangatlah menarik.” Amelia bergumam lirih, “Sebenarnya apa sih jalan pikirannya? Aku sudah bicara jujur, tapi dia tetap tak bisa di tebak. Uggghhh sial!” Sebenarnya gadis itu sengaja memancing Ken agar bisa mengetahui sifat asli pria itu. “Kau terlalu berlebihan.” Amelia harus segera pergi meninggalkan Ken karena terlalu bahaya bila dekat dengannya. Tapi saat hendak melangkah, matanya membulat sempurna melihat Alrich yang lari langsung menarik kerah ken hingga terjungkal ke belakang membentur lantai. “Aku sudah bilang padamu! Jangan mendekati Amelia!” Amelia terbengong melihat aksi Alrich yang luar biasa, seperti film trailer. Otak penulisnya sudah bercabang-cabang mengenai adegan selanjutnya. “Sakit, tapi aku tak marah.” Ken berusaha bangkit, tapi Alrich memukulnya. Jika tak dihentikan, pasti akan ada adegan saling pukul. “Berhenti...!” teriak Amelia cukup nyaring. Akhirnya kegiatan mereka tak di lanjutkan lagi. Gadis itu mengambil inisiatif untuk membantu Ken. “Mel...,” cegah Alrich dengan wajah memelas. “Sudut bibirnya berdarah, harus di obati.” Gadis itu merogoh sesuatu di sakunya. Untung saja ia membawa benda tersebut setiap hari. “Tapi, Mel...” Alrich mencoba untuk mencegah gadis itu lagi. “Aku tahu. Hanya saja aku tak bisa melihat orang terluka di depanku.” Amelia menempelkan plester luka ke sudut bibir Ken, setelah itu ia pergi begitu saja. Alrich langsung membuntutinya sambil memanggil nama gadis itu berulang kali. Ken tersenyum, meraba plester luka itu. Dulu Amelia di manfaatkan untuk merusak hubungan Rosa dan Dave. Sekarang pikiran lain mulai berbeda di otaknya. “Kenapa menjadi semakin menarik? Semoga saja, Dave tak tertarik padamu lebih jauh lagi.” Ruangan Amelia Amelia memijat kepalanya yang sangat pening karena baru saja menghadapi Ken. Entah apa yang dilakukan oleh pria itu di masa depan, ia sendiri juga tak tahu. “Aku sudah jujur, semoga dia tahu.” Alrich yang mengekori Amelia tadi langsung menerobos masuk ke ruangannya. “Kau harus menjauhi Ken.” Biarlah di kata posesif, yang penting ia harus bilang sejujurnya. “Aku sudah berusaha, tapi dia selalu ada di mana-mana.” Dan juga dia membawa bukti malam itu Aku tak bisa berbuat banyak, lanjutnya di dalam hati. Jika bukti itu tersebar, habis sudah namanya. Tapi kan ia juga tak salah sebab membela diri. Mengingat kejadian di hotel, Amelia berjanji akan mengurus masalah Tessa. “Al...aku pergi dulu, kau urus berkas untuk besok. Kita langsung ke rumah Tuan Wilson.” Gadis itu menyambar tas dengan buru-buru padahal Alrich hendak bertanya padanya. Tak ada waktu lagi bagi Amelia untuk segera membereskan masalah Lee Sun dnegan Tessa. Mereka berdua harus segera menikah. Untuk itu, yang di lakukan adalah mencari keberadaan Lee Sun. Sangat mudah mencari alamat Lee Sun karena perusahaan sudah mengetahuinya. Dia tinggal di kawasan cukup elit, tak jauh dari kantor. Rumah khusus bagi orang-orang kaya. Semoga saja, pria bernama Samuel itu tak ada di rumah Lee Sun. Sampai di depan rumah Lee Sun, gadis itu menekan bel berulang kali. Sayangnya pintu tetap tak terbuka. Ia pun berinisiatif mengetuk kayu berwarna coklat itu. Saat mendengar handle pintu berbunyi, Amelia sangat senang dan memasang wajah ceria. Tapi rasa senang itu hanyut sudah di bawa oleh air entah kemana. “Kenapa kau?” tunjuk Amelia tak menyangka segala pemikirannya benar, bahwa Samuel ada di rumah Lee Sun. “Siapa yang datang?” teriak Lee Sun sambil menghampiri pintu keluar. “Amelia!” pekiknya tertahan. Pria itu langsung mendorong Samuel ke samping agar bisa bertatap muka dengan Amelia. “Masuk....” Gadis itu terlihat enggan karena takut ada dua pria lainnya yang begitu berbahaya. “Lain kali saja.” Sepertinya aku masuk ke kadang singa gila “No... tidak lain kali. Tapi sekarang.” Lee Sun membawa paksa Amelia masuk ek dalam ruangan. Benar saja, dua pria lainnya bernama Zen dan Drew sedang mendiskusikan sesuatu. “Dia bergabung dnegan kita.” Lee Sun menuntun Amelia untuk duduk di sofa. “Anggap rumah sendiri.” Amelia menatap mereka satu persatu sambil menelan ludahnya susah payah. Tapi sedetik kemudian, pikirannya mulai realistis. “Aku tak mau membuang waktuku,” katanya memulai pembicaraan. “Tujuanku datang kemari adalah memintamu untuk segera menikahi Tessa.” Suasana ruangan menjadi hening seketika. Lee Sun tak menyangka kalau Amelia tahu kejadian malam itu di hotel. “Aku tak bisa, karena aku menyukaimu.” “Jika kau yang bersamamu malam itu, pasti kesucian ku yang hilang.” Suara Amelia sedikit keras, membuat ketiga pria lainnya saling pandang satu sama lain. “Kau salah besar,” elak Lee Sun. “... aku tulus mencintaimu.” Sejujurnya Lee Sun ingin membuat Amelia mabuk dengan minuman beralkohol. Jika gadis itu tak sadarkan diri, tentu tubuhnya akan menjadi milik Lee Sun. “Bukan... kau tak mencintaiku.” Cinta bukan sesuatu yang di katakan dengan mudah hanya melalui kata-kata saja. “Mel... aku mohon padamu,” kata Lee Sun sambil bersujud. Samuel sudah tak tahan lagi dengan adegan drama Lee Sun. Dia memberi kode kepada Drew untuk memukulnya. Amelia pun terkejut melihat pria itu langsung terkapar di lantai. “Aku minta maaf karena kau melihat adegan itu dua kali,” kata Samuel memulai pembicaraannya. “... kau jangan khawatir, aku akan membuat dia bertanggung jawab.” Wajah Amelia terlihat elga, dan itu tak luput dari pandangan Samuel. Dengan terang-terangan pria itu menatapnya. Dia aneh... lebih aneh dari Lee Sun. Aku harus segera keluar drai rumah ini. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD