Bab 38

1272 Words
Di pagi hari Amelia sudah sibuk sekali mengurus beberapa berkas untuk projek nya mendatang. Meeting kantor tetap berjalan meskipun tanpa kehadiran Dave. Dalam benaknya, banyak sekali pertanyaan mengenai kepergian pria itu yang cukup mendadak. Namun karena Dave tidak akan muncul untuk beberapa hari ke depan, tentu Amelia sangat senang. Sebab terbebas dari satu iblis, dan sekarang tugasnya adalah menyingkirkan Ken sejauh mungkin dalam hidupnya. “Dia menyebalkan,” gumam Amelia terus memandangi wajah Ken, kemudian melirik sekilas ke arah Tessa. Ngomong-ngomong soal Tessa, gadis itu banyak diam sejak pagi. Kemarin dia tak masuk karena alasan sakit. Wajarlah, karena dia bermalam dengan Lee Sun. Yang lebih tak menyangka lagi, Rosa bahkan tak peduli dan menjadi dingin terhadap Tessa. Ibarat perumpamaan, habis manis sepah di buang. Kasihan. Gadis itu pun beralih pandang ke Alrich yang terus menatapnya penuh cinta. Rasanya Amelia ingin keluar dari ruangan itu, tapi karena meeting masih berlangsung dia hanya bisa diam. “Jadi, tugas ini sepakat di lakukan oleh Amelia dan Alrich,” final Rosa tak bisa di ganggu gugat. “Tapi, bukankah Tuan Wilson sangat sulit untuk di temui? Apalagi bicara dengannya,” kata salah stau bawahan Amelia. Dia tahu tentang kandidat dari projek nya, makanya gadis itu memberi saran. "Tuan Wilson adalah atlit lari kebanggan negara. Dengan menerbitkan biografi tentangnya, pasti generasi muda akan tertarik untuk menjadi penerus atlit di masa depan.” Pernyataan Rosa ada benarnya, dan Amelia setuju itu. Tapi kalau di pikir-pikir, kenapa Rosa sedikit lunak padanya? “Bagiamana, Mel? Apakah kau setuju?” “Setuju,” jawab Amelia cukup keras. Projek itu adalah pekerjaan pertama yang sesungguhnya. Lagi pula bertemu Tuan Wilson adalah sebuah tantangan. “Oke... meeting selesai.” Rosa pergi saat matanya dengan Tessa bertemu. Lihatlah dia sangat angkuh sampai-sampai Amelia sendiri tak tahan, tapi harus di tahan. “Mel, apakah kau baik-baik saja?” tanya Alrich karena melihat gadis itu terbengong dalam waktu yang lama. “Aku baik-baik saja. Hanya saja aku butuh energi,” jawabnya dengan malas. “Jika kau butuh energi, aku bisa memberikanmu.” Ken merangkul bahu Amelia sambil mengangkat alisnya. Gadis itu tak menyadari kalau orang yang merangkul bahu itu adalah Ken. “Lepaskan!” bentak Alrich sambil menggebrak meja membuat Amelia tersentak. Gadis itu langsung menoleh lalu terkejut melihat Ken yang merangkul bahunya. “Sudah jangan emosi,” kata gadis itu lembut, tak lupa tangannya melepas rangkulan itu. “Aku pergi dulu.” Ia memilih kabur dari dua orang itu agar aman. Melihat ruangan sepi, Alrich angkat suara. “Aku sudah bilang padamu, jangan mengganggu Amelia. Kembalilah pada Rosa.” “Aku hanya ingin berteman dengannya,” jawab Ken santai. Dia malas meladeni Alrich untuk sekian kalinya hanya takut karena merebut Amelia. Pikirannya masih tenang tak ingin berbuat sesuatu karena sedang membaca situasi. “Tapi beda lagi kalau Dave mulai perhatian dengannya.” Ken suka memancing emosi orang, termasuk mempermainkan Alrich. Dulu mereka bertiga berteman baik, saling mendukung satu sama lain. Namun semuanya berubah semenjak pertunangan Rosa dengan Dave. “Jangan melibatkan Amelia untuk membalas dendammu kepada Dave, Ken.” Alrich simpati dengan kondisi Ken yang cintanya di rebut oleh Dave. Ia sendiri juga tak bisa membantu mereka. Andai saja Ken tahu kalau Dave terpaksa, mungkin pemikiran negatif tentangnya akan hilang. “Pikirkan baik-baik.” Jika Ken masih bisa di tolong, maka Alrich akan menolongnya. Tapi kembali lagi kepada diri pria itu sendiri. “Semoga kau tak terjerumus, Ken. Bersabarlah...” Ruangan Rosa Tessa menangis untuk waktu yang lama di dalam ruangan Rosa sampai-sampai air mata yang keluar sudah tidak ada lagi. Sementara Rosa hanya diam saja, memikirkan banyak cara untuk segera menyingkirnya. “Keluarlah dari perusahaan. Aku akan menjamin hidupmu.” “Bagaimana kalau aku hamil? Aku takut...” “Tinggal gugurkan, apa susahnya.” Tessa tak menyangka bahwa Rosa begitu kejam, sampai rela memberi masukan untuk membunuh janin yang belum hadir. “Aku tak mengira kau sangat kejam, seperti iblis.” Gadis itu mengusap kedua matanya. “Di masa depan pasti kau akan mendapatkan karma.” “Apakah kau mengutukku? Lagi pula kau untung dapat anak dari Lee Sun. Dia kaya raya dan penulis terkenal. Sedangkan kau! Ingat posisimu.” “Aku menyesal mengenalmu. Dan mulai hari ini aku bukan bawahan mu lagi” Tessa memutuskan untuk keluar drai perusahaan, membawa luka di dalam tubuhnya. Suatu saat nanti, roda pasti akan berputar. Kau akan merasakan akibatnya. Tessa pergi dari ruangan Rosa dengan wajah dingin, tak berekspresi sama sekali. Semua orang yang melihatnya saling pandang satu sama lain, mencari tahu apa masalah yang terjadi. Bahkan gadis itu memasukkan semua barang-barangnya ke dalam kotak coklat. Bisa di pastikan dia di pecat. Meninggalkan perusahaan yang penuh dengan kelicikan Rosa membuat Tessa sadar bahwa apa yang dilakukan selama ini adalah salah. Hal pertama sebelum keluar dari tempat itu adalah menemui Amelia. “Mel,” panggil Tessa sangat pelan. Amelia mendongak sambil mengerutkan dahi. “Ada apa? Jika tak ada kepentingan jangan menggangguku.” “Bolehkan aku bicara padamu?” pinta Tessa dengan tulus. Amelia menghela nafas panjang karena tak bisa menolak permintaan gadis itu. Kalau di pikir kasihan juga dia jadi korban. “Ikut aku,” ajak Amelia bergegas bangkit. Mereka berdua menuju ke atap gedung. Suasana yang tampak sepi hanya di temani semilirnya angin. Matahari yang tadinya bersinar terang kini redup karena ada awan gelap yang menutupinya. “Maafkan aku,” ucap Tessa sambil menunduk. “Aku melakukan kesalahan telah mengirim video ke forum perusahaan.” Amelia bukan tipe orang yang pendendam, ia hanya menunggu kejujuran dari Tessa. “Aku akan menghapus berita itu. Dan namamu juga akan bersih,” kata Tessa lagi. “Maafmu aku terima. Tapi di masa depan, jangan berbuat hal demikian.” “Tidak ada lagi masa depan untukku, Mel. Aku sudah mendapatkan karma.” Satu hal yang tak bisa di rubah adalah kesucian yang hilang. Mahkota yang berharga, hanya untuk pria yang di cintai kini raib sudah. “Lee Sun dan aku...” Tessa meneteskan air mata, tak sanggup bicara jujur karena malu. Malu akan semua perbuatannya dulu terhadap Amelia. Melihat Tessa yang seperti itu, Amelia kasihan padanya. “Aku akan membantumu membuat Lee Sun bertanggung jawab.” Tessa mendongak dengan buliran air mata yang terus menetes. Gadis itu tak mengira kalau Amelia begitu baik. Karena semua yang terjadi padamu merupakan campur tanganku, maka aku akan membantumu mendapatkan keadilan. “Terimakasih,” ucap tessa langsung memeluknya dengan erat. ‘Kau sangat baik... kenapa Rosa berbuat jahat padamu.” “Aku sendiri juga tidak tahu. Jangan menangis lagi.” Amelia mengusap air mata Tessa. “Pulanglah... masalahmu akan aku urus.” Tessa mengangguk, mengikuti saran Amelia karena percaya. “Sekali lagi, terimakasih.” Amelia diam, menatap punggung Tessa yang semakin menghilang. Sungguh dia juga tak bermaksud membuat mereka melakukan ini itu. Siapa yang menyangka bahwa keduanya melakukan hubungan untuk berkembang biak. “Sebenarnya aku malas bertemu Lee Sun, tapi mau bagaimana lagi. Jika Tessa hamil, anak yang tak berdosa tak akan punya ayah.” “Kau terlalu murah hati, Mel!” seru Ken keluar dari persembunyiannya. “Sejak kapan kau ada di sana?” tunjuk Amelia dengan wajah terkejut. “Yang pastinya aku mendengar percakapan kalian dari awal sampai akhir. Sepertinya, kau menyesal karena membuat kehilangan hal berharga.” “Tidak,” elak Amelia sambil membuang muka. “Aku membantunya karena dia mau minta maaf kepadaku.” “Jika kau berlembut hati dengan musuh, maka kau yang rugi.” Ken berjalan mendekat, menepis jarak di antara mereka. “ Musuh tak patut dikasihani.” Suasana yang sejuk mendadak jadi panas karena kehadiran Ken yang merubah atmosfir lingkungan. Pria yang ada di hadapan Amelia itu sulit sekali di tebak. Sepertinya Amelia harus selalu waspada. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD