Sesuai janji Dave kepada Ken, bahwa ia akan menyetujui siapa saja yang akan ikut akuisisi perusahaan yang ada di luar kota. Ken meminta Rosa untuk ikut serta bersamanya, dengan mudahnya Dave menyetujui.
Sebuah kesempatan untuk menyingkirkan Rosa beberapa hari ke depan adalah sesuatu yang sangat di inginkan Dave. Tidak hanya itu, ia bisa bernafas lega tanpa bayang-bayang gadis itu.
Sekarang, di ruangan Dave Rosa berteriak-teriak tak terima jika dia harus pergi bersama dengan Ken. “Aku menolak!”
“Jika kau menolak, maka besar kemungkinan sayap penerbit kita di sisi kanan tak akan berkembang pesat. Ingat... ini bisnis, Ros. Di masa depan, kau akan berjaya,” jawab Dave dengan tenang.
Rosa diam, memikirkan semua perkataan Dave yang sangat benar. Untuk saat ini, dia akan menerima dinas ke luar kota. “Aku punya syarat.” Gadis itu tak ingin pergi dengan tangan kosong.
“Katakan.” Dave yakin kalau Rosa ingin memajukan tanggal pernikahan mereka.
“Setelah akuisisi berhasil, kau harus menikah denganku.”
Benar kan? Tidka ada yang mudah di dunia ini. Tapi, Dave lebih pintar dari Rosa. Tentu dia tak akan melakukan pernikahan itu.
“Tentu.”
Mendengar jawaban Dave yang memuaskan, Rosa begitu senang. Dia bahkan langsung pamit pergi meninggalkan ruangan itu. Ken yang berada di ruangan lain keluar untuk menemui Dave. “Kenapa kau menyetujuinya? Bukankah kau tahu kalau aku mencintai Rosa?”
“Aku tahu. Kau membenciku juga karena dia. Aku memberimu kesempatan untuk berdua. Tumbuhkan benih cinta itu kembali.”
Ken tertegun sejenak untuk menatap Dave. “Apakah aku tak mencintainya?”
“Ken... aku akan jujur padamu. Pertunangan ku dengan Rosa karena permintaan orang tua. Tapi aku masih menyelidikinya. Aku yakin ayah Rosa berbohong mengenai perjanjian pernikahan itu.”
Selama ini, Ken selalu di bakar api cemburu oleh Dave. Ternyata mereka berdua tak ada hubungan spesial. “Apakah kau menyukai Amelia?”
Wajah Dave langsung tersipu malu, berdehem beberapa kali untuk menghilangkan rasa gugupnya. “Keluar... segera pergi berkemas.”
“Jika aku tak bisa mendapatkan Rosa, maka aku akan mendekati Amelia,” kata Ken langsung melenggang pergi.
“Kau! Awas saja! Semua itu tak akan terjadi!” teriaknya menggema di seluruh ruangan. Ken mengejar Amelia, tak mungkin. Jika tiga pria mengejar satu gadis, apa jadinya? Menghadapi Alrich saja sudah cukup sulit, apalagi menghadapi Ken.
“Kenapa juga kau selalu menarik perhatian pria,” gumam Dave begitu frustasi. Sebegitu tak inginnya dia melihat Amelia di kejar pria lain. Rasa terbakar api cemburu bahkan terus menempati hatinya sehingga menjadi hitam.
“Aku harus ke ruangannya.” Dave ingin mencari tahu, alasan penolakan proyek yang jelas-jelas di sukai Amelia. Sampai di Divisi Biografi, tampak Amelia dan Alrich begitu dekat. Hal itu membuatnya kesal tanpa sebab. Dan apa yang dilakukan? Dia hanya bisa memandangi mereka dari jauh sambil mengepalkan tangannya kuat-kuat.
“Jadi, bagaimana dengan pertanyaan ini?” tunjuk Alrich dengan wajah tersenyum lembut.
“Al... aku masih kesal. Jadi tak konsentrasi.” Amelia menutup berkas itu lalu menyodorkan kepada Alrich.
“Bagaimana kalau kita makan di luar?” Alrich tahu bahwa kekesalan Amelia karena proyek yang tak bisa di kerjakan oleh gadis itu.
“Kau pergilah sendiri. Aku tak lapar.” Amelia terlihat murung bukan karena tak menyukai proyek itu, melainkan karena ingan dirinya sebagai Lian. Ingat saat kenangan bersama dengan Ramon.
“Kalau begitu aku akan membelikan makanan kesukaanmu.” Alrich harus memberi ruang kepada gadis itu. Walau bagaimanapun, dia terlihat banyak pikiran. Setelah pria itu pergi, Dave datang mendekatinya.
“Apa yang kau pikirkan?” Pertanyaan itu adalah bentuk kepeduliannya terhadap Amelia. Gadis itu menoleh sekilas, berdecih lalu membuang muka. Karena diabaikan, Dave mencolek lengannya.
“Apa yang kau lakukan?” Dave mendorong kuris Amelia sampai terpentok tembok. Hasilnya gadis itu tak bisa pergi kemana-mana.
“Yang aku lakukan memberikan stempel kepadamu agar pria lain tak berbuat lancang.” Dave mencium Amelia dengan lembut, membuat gadis itu kaget hendak bangkit tapi bahunya di tekan lumayan kuat. Kakinya langsung lemas seketika.
Ciuman dua kali dalam sehari... Dia sinting!
Amelia berusaha keras dengan tenaganya untuk mendorong Dave yang sangat mendominasi. Pria dengan label boss seperti CEO dalam n****+ telah merenggut ciuman Amelia untuk kedua kalinya. Tebak apa yang terjadi? Jelas tak bisa menolak karena hormon kesenangan mulai timbul.
Aroma mint yang sangat sejuk di campur dengan madu yang manis bag gula, membayangkannya saja sudah tak bisa berkutik. Ciuman itu terus saja menerobos, hingga tak sadar Amelia ikut terhanyut memainkan bibir seksinya.
Decapan, hisapan, terdengar sangat e****s dan seksi. Tangan Dave yang semula berada di pundak naik ke atas untuk menyentuk kepala Amelia. Bukan hanya gadis itu yang hilang akal sampai menutup matanya, Dave bahkan ikut kehilangan kendali atas dirinya.
Bagaimanapun, Amelia seperti madu yang membuatnya candu dan ingin menikmatinya setiap hari. Tak lama kemudian, gadis itu membuka lebar kedua matanya.
Tangan Amelia mengepal kuat lalu langsung mendorong tubuh Dave. “Kau bertindak di luar batas, Bos.” Ia mengusap bibir bekas ciuman mereka.
“Tidak....! Karena kau adalah milikku....” Dave menarik Dagu Amelia lagi, tapi gadis itu berontak melawannya.
“Lepaskan aku! Ini namanya pelecehan!”
“Tapi kau menikmatinya,” cibirnya sangat menohok. Amelia merasa malu karena menikmati ciuman lihai milik Dave. Tak dapat di pungkiri kalau dia adalah pencium yang handal.
“Pergi! Aku tak ingin melihatmu!” Amelia mendorong Dave lagi dan langsung kabur menuju ke kamar mandi dengan cepat.
“Aku akan mencium mu sehari satu kali!” teriak Dave di luar kamar mandi.
“Dia gila! Kenapa aku harus berurusan dengan orang seperti dia!”
Tangan Amelia bergetar sampai tak sadar tubuhnya ikut lemas. Gadis itu bersandar di pintu kayu sambil memegangi jantungnya sendiri. “Ah... jantungku. Aku bisa mati kalau seperti ini.” Lihat... dia lebai setengah mati. Orang yang melihatnya pasti akan tertawa.
"Aku tak bisa suka padanya. Dia milik Rosa. Masak iya aku jadi pelakor.” Amelia sibuk dengan segala pemikiran mengenai dirinya.
“Tapi... ciuman itu sangat nyata. Sangat enak... aku tak bisa menolaknya.”
Menolak ciuman yang menggairahkan adalah tindakan bodoh Tapi Amelia juga bukan gadis gampangan. “Tidak, tidak, tidak,” katanya sambil menggelengkan kepala sebanyak enam kali.
“Di masa depan, aku harus menjauhi Dave.”
Amelia tak mau berurusan lagi dengan Rosa yang jelas adalah gadis kejam. “Aku hanya ingin hidup tenang, sampai jiwaku kembali ke ragaku.”
Sudah lama Amelia tak merasakan debaran cinta yang menggebu-gebu, tapi mau bagaimana lagi? Dia hanya tokoh pembantu sebagai pemanis cerita. Tokoh pembantu tak harus menonjol dari tokoh utama wanita.
Apa yang Amelia lakukan untuk menghindari Dave di masa depan? Benang merah yang semula di ikat kencang, kini kendur karena tak ingin merusak masa depan tubuh yang di tempati. Hanya saja, Amelia tak tahu bahwa sedari awal, benang itu tak akan pernah putus meski terhalang berbagai masalah pelik.
Bersambung