Amelia melempar tasnya dengan kasar ke atas meja. Alrich pun menghiburnya agar gadis itu tak marah karena insiden di ruang rapat. Bagaimana tak marah jika ia di remehkan? Di masa depan nanti, gadis itu akan membuktikan bahwa ia profesional dan kompeten.
“Aku kesal. Kesal setengah mati sampai ingin menelan orang!” Gadis itu duduk di kursi dengan wajah cemberut.
“Jangan kau pikirkan. Dave memang seperti itu.”
“Tapi dia sangat keterlaluan, Al.” Amelia mengambil coklat yang ada di laci miliknya. “Bagaimana berkas milik Tuan Wilson?”
Alrich tersenyum, menyerahkan berkas itu kepada Amelia. “Orangnya masih muda.”
“Kau benar... aku kira dia orang tua. Ternyata dia masih muda. Aku sangat bodoh.” Amelia membuka berkas itu. tak di sangka Erik sangat hebat telah mendapatkan beberapa penghargaan. Sayangnya setahun yang lalu dia mengalami kecelakaan parah sehingga terpaksa pensiun dini.
“Orang tampan di masa kejayaan harus jatuh ke jurang.” Gadis itu menaruh berkas tersebut di atas meja. “Kita ke sana malam ini.” Ia mengeluarkan kartu nama milik Erik.
“Apakah kau sudah membuat janji?”
“Belum... dengan kondisinya, dia tak akan sibuk. Lagi pula, malam adalah waktu yang tepat meskipun singkat.” Amelia sudah menyusun rencana tentang proyeknya. Gadis itu juga menyiapkan kamera kecil mini miliknya.
“Aku akan menyiapkan berkas pertanyaan. Kau bisa melihatnya nanti.”
Gadis itu mengangguk sangat senang karena Alrich begitu cakap. Ia sudah tak sabar ingin menunjukkan keahliannya kepada Dave.
Sementara itu, Dave uring-uringan di dalam ruangannya. Siapa yang kena? Jelas Delon lah yang menjadi kambing hitam.
“Sialan! Aku tak akan membiarkan Alrich bersama dengannya!”
Melihat sang bos yang marah-marah, Delon hanya diam saja tak berani bersuara atau mencari solusi untuknya.
“Jangan jadi bisu! Cepat cari cara agar Alrich menjauh dari Amelia.”
Akhirnya Delon angkat suara. “Bos... jawab pertanyaan ku dengan jujur. Apakah kau menyukainya?”
“Apa? Menyukainya! Jangan gila. Hah! Siapa yang menyukai gadis ceroboh seperti dia!”
Seribu kali Dave mengelak perasaannya, Delon pun tetap tahu melihat dari gelagat pria itu.
“Kalau kau tak menyukainya, jangan marah hanya karena Amelia dengan Alrich.”
Perkataan Delon ada benarnya. Kenapa ia marah karena hal sepele? Tapi tetap saja, Dave tak mau bila Amelia berdekatan dengan Alrich.
“Pokoknya, kau harus cari cara agar Alrich tak bekerja dengan Amelia!”
Delon tersenyum, “Bagaimana kalau kau menyuruh Alrich keluar kota? Bukankah ada perusahaan kecil yang akan di akuisisi?”
“Kau bodoh! Ken yang akan melakukan hal itu? Jika aku menyuruh Alrich, dia akan curiga.”
Pekerjaan Alrich adalah menjadi bawahan Amelia, berada di Divisi Biografi. Dia adalah wakil gadis itu. Akuisisi dengan Divisi Biografi tak ada hubungannya.
“Aku tak punya ide lain, Bos.”
Dave sangat frustasi sampai-sampai bingung harus melakukan apa. Yang jelas pria itu sangat buntu, tak memiliki jalan keluar sama sekali. “Berikan proyek lain untuk mereka.”
Melimpahkan banyak pekerjaan tentu membuat mereka akan sibuk. Dan mau, tak mau Amelia harus membagi orang untuk melakukan proyek lainnya.
“Dasar licik,” gumam Delon dengan sangat lirih. Ketahuilah bahwa Dave akan melakukan banyak cara untuk membuat miliknya tetap berada dalam genggaman. Saat ini, Amelia sudah menjadi target buruannya.
“Minta Ken untuk keluar kota. Dan kau berikan berkas ini kepada Amelia.” Senyum Dave membuat Delon merinding ketakutan.
“Baik, Bos.”
Dengan seribu langkah, Delon segera keluar meninggalkan Dave untuk segera melaksanakan perintah. Sampai di Divisi Biografi, tampak semua orang sedang sibuk. “Apa jadinya jika mereka memiliki dua proyek?”
Melihat Delon yang membawa berkas di tangannya, firasat mereka sudah buruk. Delon tersenyum canggung, melewati bawahan Amelia menuju ke ruangannya. “Mel...” panggilnya dengan lirih.
“Apa?” jawab gadis itu ketus. Alrich melirik sekilas, lalu melakukan pekerjaannya lagi.
“Ada proyek baru lagi.”
Kegiatan Alrich dan Amelia berhenti seketika, beralih menatap tajam ke arah Delon yang tersenyum canggung.
“Sepertinya si bos angkuh dan sombong sudah mengambil keputusan untuk menyiksaku,” kata Amelia blak-blakan.
“Aku hanya menjalankan perintah.” Delon menaruh berkas itu di atas meja Amelia lalu langsung kabur begitu saja.
“Sangat menyebalkan,” kesalnya sambil membuka berkas. Gadis itu tak bisa berkata-kata, langsung berteriak memenuhi ruangan. Alrich pun tersentak kaget.
“Ada apa?” tanyanya panik.
“Al, kau harus menangani proyek milik Tuan Wilson. Aku akan mengambil proyek ini.” Tangan Amelia mengangkat berkas itu tinggi-tinggi lalu menciumnya. “Kau adalah ladangku....”pekiknya kegirangan sambil melompat-lompat senang.
“Apakah tidak seharusnya kita menangani proyek ini bersama?” usul Alrich merasa ada yang salah.
“No... kita harus membaginya menjadi dua tim. Kau tangani Tuan Wilson. Aku akan tangani yang ini.” Amelia segera menyambar tasnya. “Aku pergi dulu...”
Gadis itu keluar ruangan tanpa memperdulikan Alrich yang terus memanggilnya. Amelia mendadak tuli karena merasa senang. Hal pertama yang harus di lakukan adalah menemui Dave. Sampai di ruangan sang bos, gadis itu langsung membuka pintunya.
Rasa malas langsung menerpa wajah Amelia karena melihat Ken. Dave kaget saat mengetahui bahwa gadis itu datang.
“Apa yang membawamu kemari?”
Apakah dia tak canggung karena ciuman tadi?
Ken yang semula duduk langsung bangkit, “Kalau begitu, aku berangkat sekarang. Aku akan membawa orang pilihanku. Mau tak mau, kau harus setuju.” Pria tersebut melewati Amelia begitu saja tanpa menoleh sedikitpun.
“Duduklah...,” titah Dave merasa senang tapi di sembunyikan.
“Singkat saja. Aku terima proyek ini.” Amelia duduk dengan santai. “Untuk proyek Tuan Wilson, Alrich yang akan mengambil alih.”
Lihat... semua rencana Dave berjalan sempurna. “Tapi, proyek itu seharusnya di tangani oleh Rosa.”
“Kau sudah melimpahkan ini kepadaku? Aku tak mau tahu, bahwa proyek ini harus menjadi milikku.”
“Apakah kau lupa dengan perkataan mu saat bersama dengan Lee Sun. Proyek yang pegang saat ini adalah proyek di luar tanggung jawab mu.”
Sial... kenapa aku bisa lupa. Aku seperti menjilat ludah sendiri.
“Lalu, kenapa kau berikan proyek ini kepadaku? Bukan kepada Rosa?” Amelia tak ingin menyerahkan proyek itu kepada Rosa.
“Karena orang yang bersangkutan dengan proyek itu tak mudah di tangani.” Dave memang sengaja memberikan proyek sulit itu kepada Amelia. “Dia penulis kami yang sudah tanda tangan kontrak. Entah kenapa dia tak mau melanjutkan kontrak lagi.”
Amelia terlihat berpikir panjang di mata Dave. Penulis itu sama seperti dirinya yang berhenti menulis karena masalah pribadi. Menghadapi penulis itu, sama juga menghadapi dirinya sendiri. Gadis itu menaruh berkasnya di atas meja milik Dave. “Aku tak akan mengambil proyek ini,” katanya dengan wajah murung.
Dave tertegun. Apakah ia keterlaluan? Kenapa wajah itu membuat hatinya tak nyaman? “Apa alasannya? Bukankah kau senang mendapatkan proyek itu?”
“Aku berubah pikiran,” kata Amelia bangkit. Gadis itu berjalan gontai menuju ke pintu keluar. “Aku akan menangani proyek pertama.”
Blam
Amelia menutup pintunya dengan pelan karena perasaannya sangat kacau. Ibarat tadinya terbang ke langit tujuh, jatuh ke tanah dengan sangat keras. Sakit sekali rasanya.
Dave yang berada di dalam ruangan menatap berkas di atas meja tanpa mengalihkan pandangan sekalipun. “Kenapa? Kenapa kau menolak proyek ini?” Pasti ada alasan lain sebab dari penolakan itu? Entah kenapa, pria tersebut ingin tahu tentang isi hati Amelia.
Bersambung