Memang dasar Alrich telah membuat Amelia lelah secara fisik dan mental. Tidak hanya itu batin gadis itu juga sangat tersiksa karena ulah Alrich. Sepanjang jalan menuju ke rumah mereka, dia layaknya orang bisu.
“Kenapa juga dia marah,” gumam Amelia kesal sambil merebahkan dirinya di atas ranjang. Besok dia akan menyusun berbagai data milik Erik.
Belum sempat menutup kedua matanya, Amelia mendengar suara bel yang berbunyi. “Sial... aku ingin istirahat.” Gadis itu berjalan gontai menuju ke pintu keluar rumah. “Siapa?”
Mata yang setengah mengantuk itu langsung terbuka lebar saat melihat Dave yang sedang melipat kedua tangannya. “Kenapa kau ada di sini?” Ia celingak-celinguk. “... Salah alamat.”
Amelia buru-buru menutup pintu tapi di cegah oleh Dave. Langsung saja pria itu menerobos masuk ke dalam ruangan. Tak lupa menaruh kue yang di bawanya di atas meja. “Hadiah dari tentangga baru.”
Arrrrggggghhhh aku lelah, erang Amelia frustasi di dalam hati.
“Pulanglah...,” pinta Amelia dengan wajah tak berdaya karena kecapekan.
“Aku ingin tinggal sebentar.” Dave duduk dengan santai di sofa. Matanya memandang ke seluruh ruangan. Jika rumah gadis pada umumnya akan terlihat sangat cerah, tapi kenapa rumah Amelia sangat suram.
“Bos... bisakah kau pergi sekarang,” usir Amelia terang-terangan.
Kenapa sepertinya dia enggan bertemu denganku.
“Aku membahas perihal apa yang kita lakukan tadi.”
Amelia langsung terkesiap karena mengingat kejadian mereka ciuman. Sumpah, kenapa ia harus lupa? Ciuman sehari dua kali yang mereka lakukan. Oh astaga...
“Tadi... apa maksudnya?” elak Amelia sambil membuang muka. Wajah gadis itu mengerut terus mengomel tiada henti di dalam hatinya.
“Sepertinya kau lupa. Apakah aku perlu mengulanginya?” Dave bangkit, menepis jarak di antara mereka. Amelia langsung mundur beberapa langkah ke belakang.
“Bos... kau bisa berhenti.”
Di malam hari, berdua dengan seorang pria tentu membuat setan berkeliaran. Apa lagi sepertinya Dave sangat ganas. Amelia tak mau kehormatan dalam dirinya hilang begitu saja. Semakin gadis itu ketakutan. Dave semakin gencar menggodanya.
“Berhenti... aku bilang berhenti!” teriak Amelia sambil menutup kedua matanya. Langkah kaki Dave berhenti, menahan tawa sampai perutnya sakit. Sangat senang menggoda Amelia yang sedang ketakutan.
Karena tak ada tindakan lebih lanjut lagi dari Dave, Amelia perlahan membuka telapak tangannya. Gadis itu bernafas lega sebab Dave tak berbuat lebih, tapi ia marah karena tawanya itu.
“Aku tak ingin melihat wajahmu!” Amelia membuang muka ke arah lain. Terus terang ia malu karena berpikir terlalu berlebihan.
Tawa Dave berhenti seketika melihat Amelia yang sedang menggigit bibirnya. Reaksi itu sangat lucu dan juga menggemaskan.
“Aku tak akan lagi bercanda denganmu.” Dave duduk kemabli di sofa. “... duduklah... karena kita perlu membahas sesuatu.”
Di saat mereka berdua seperti ini, Dave terus saja memandangi wajah gadis itu tiada henti sampai-sampai matanya tak berkedip sama sekali. Amelia merasa risih, tapi ia tak bisa berbuat banyak.
“Katakan... karena aku sangat lelah.”
“Bagaimana proyek mu dengan atlit itu?” tanya Dave mengawali pembicaraan.
Ayolah... waktu malam di gunakan untuk istirahat. Apalagi ini bukan jam kantor. Amelia sangat kesal karena waktu pribadinya di ganggu oleh Dave. “Bos... kita bahas besuk. Aku tak mau kerja rodi.”
Sungguh Amelia sangat mengantuk, sampai-sampai kedua matanya tak bisa dibuka lebar. Gadis itu tak peduli Dave yang mengoceh panjang lebar, anggap saja sebagai pendongeng.
“Ini penting. Karena itu proyek pertamamu. Untuk masalah Lee Sun. Seseorang sudah mengurusnya. Di masa depan kau tak akan rugi sama sekali.”
Karena tak ada tanggapan dari Amelia, Dave yang tadinya bicara panjang lebar langsung berhenti. “Mel,” panggilnya dengan lembut.
Pria itu tersenyum saat melihat Amelia yang sedang tertidur sangat pulas. Sepertinya dia memang benar-benar lelah sampai menurunkan pertahanannya. “Jika pria lain, pasti akan melahab nya.”
Dave bangkit, langsung menggendong Amelia menuju ke lantai atas. Ketika membuka kamar, nuansa cerah keemasan memanjakan matanya. “Tak di sangka, gayanya elegan juga.” Pria itu menaruh tubuh Amelia dengan pelan.
“Kau membuatku tak bisa berpaling, Mel. Selama Rosa tak ada di tempat, maka aku akan menggunakan kesempatan untuk mendekatimu.”
Tangan Dave menyentuh rambut Amelia, mengusap kepala gadis itu berulang kali. Wajah tidur Amelia begitu damai sehingga membuat orang merasa nyaman. “Selamat malam.”
Dave keluar kamar, tak lupa menaruh kue yang dibawanya di dalam kulkas. Ia pun segera keluar dari rumah Amelia dengan wajah sumringah seperti mendapatkan emas, intan, dan berlian.
Baru kali ini pria itu tersenyum lebar selama hidupnya. Pria yang terkenal dingin dan tak tersentuh sekota paris terlihat berbeda setelah mengenal Amelia lebih dalam. Perubahan dalam hidup pria itu, karena merasa Amelia adalah terobosan untuk menyembuhkan penyakit yang di deritanya.
Sementara itu, Rosa dan Ken sampai di hotel. Entah bagaimana caranya mereka satu kamar. Sepertinya, Ken sengaja mengatur siasat sebelum perang. Jelas sekali Rossa terlihat kesal. Bagaimanapun statusnya adalah tunangan Dave.
“Kau tidur di sofa, aku tidur di ranjang.” Rosa melempar tasnya dengan asal, segera menuju ke ranjang untuk menguasai tempat itu. Kekesalannya masih terlihat jelas di mata Ken.
“Ros,” panggil Ken sambil bersandar di punggung sofa. “... apakah kau tak ingin kembali seperti dulu? Aku bisa membuatmu bahagia.”
“Tak mungkin. Jangan membahasnya.” Jika sang ayah tahu kalau ia pergi dinas dengan Ken, pasti dia akan marah besar. Ayah Rosa akan memukulnya sebagai ganti dari kekesalan.
“Kenapa kau tak mau berjuang, Ros?”
“Karena aku lelah, Ken. Tolong... jangan membahasnya.”
Jika Rosa boleh memilih, ia akan terus bersama dengan Ken. Sayangnya sang ayah terlalu kejam dan menuntut atas dirinya. “Hanya Dave yang bisa menikahi ku,” katanya tersenyum getir.
Ken tak akan menyerah untuk membuat Rosa kembali kepadanya. Jika gadis itu tak bisa kembali, maka Amelia akan mengambil posisi itu.
“Jika aku bersama gadis lain, apakah kau akan setuju?”
Rosa membulatkan kedua matanya. Bisakah ia menyetujuinya? Rasanya tak sanggup melihat Ken bersama gadis lain. Tapi mau bagaimana lagi?
“Terserah... lakukan apa mau mu.”
Ken tersenyum pahit dengan kisah cintanya yang rumit. Keadaan dua tahun lalu yang bahagia, mendadak menjadi kesedihan sampai menusuk hatinya. Secara sepihak, Rosa memutuskan hubungan karena Dave.
“Jika itu mau mu. Aku akan bersama dengan gadis lain.” Ken bangkit dari sofa, menutup pintunya dengan kasar meninggalkan Rosa yang meringkuk di atas ranjang sendirian. Gadis itu terisak karena luka di dalam hatinya.
“Kapan aku terbebas dari beban ini,” kata Rosa karena tak sanggup menahan semuanya. Gadis itu hanya anak angkat yang di gunakan sebagai alat untuk meraih keuntungan. Jika bukan karena ayahnya yang sekarang, mungkin ia harus hidup di jalanan . Apa yang dilakukan sebagai bentuk balas budi karena hidupnya di tolong.
Bersambung