Benny benar-benar mendatangi Butik dimana Tita bekerja paruh waktu di sana.
Hari ini Benny menyetir sendiri karena Dia memang sengaja akan menemui Tita.
Mobilnya sudah terparkir di pelataran Butik. Benny nampak ragu. Kepalanya menggeleng. "Aku yakin dengan hatiku."
Benny keluar dari mobilnya. Dia langsung masuk ke dalam Butik.
"Selamat sore... Selamat datang di Butik Kami..." Sapa Karyawan Butik.
"Selamat sore, Mbak." Sapa Benny.
"Ada yang bisa Saya bantu, Pak? Mau cari pakaian, apa?" Tanya Karyawan itu ramah.
Benny membuka kacamata hitamnya.
"Loh, bukannya Bapak yang kemarin kesini mencari Mbak Tita?" Karyawan itu terkejut.
"Ah... Benar sekali Mbak...?" Benny lupa nama Karyawan itu.
"Ririn, Pak. Nama Saya Ririn." Kata Ririn.
"Apa hari ini, Saya bisa bertemu dengan Tita?" Benny terlihat antusias.
Ririn terdiam. "Hhmmm... Maaf Pak. Mbak Tita nya udah gak bekerja lagi di sini." Ririn menunduk.
"Apa?! Kok bisa?!" Benny nampak kecewa. Dia berharap pendengarannya salah.
"Tadi pagi, Mbak Tita datang kemari. Langsung bertemu pemilik Butik. Gak lama Dia berpamitan pada Kita Semua yang ada disini." Jelas Ririn.
"Ya Tuhan..." Lemas sudah tubuh Benny. Harapannya musnah seketika.
"Maaf... Apa boleh Saya minta nomor kontak Tita?" Tanya Benny lagi.
"Maaf Pak. Kami gak punya. Mungkin pemilik Butik ada. Tapi beliau sudah pulang Pak." Kata Ririn.
Benny menghela nafas. "Baiklah Mbak Ririn. Terima kasih atas informasinya." Dengan lesu Benny keluar dari Butik.
Dia masuk ke dalam mobilnya. Dia menelungkupkan wajahnya di stir. "Ya Tuhan... Kemana lagi Aku harus mencari Tita?" Gumam Benny.
*******
Benny nampak murung. Sudah seminggu ini Dia enggan pergi Ke kantor. Semua pekerjaannya Dia limpahkan pada Asistenya. Wajahnya ditumbuhi bulu-bulu halus.
Apartemennya berantakan. Puntung rokok berserakan dimana-mana. Beberapa kaleng bir kosong tergeletak begitu saja. Apartemennya benar-benar kotor dan bau.
Ting tong. Bel apartemennya ada yang menekan.
"Ck... Siapa sih? Ganggu aja." Gerutu Benny.
Dengan malas Dia beranjak menuju pintu. Dia mengintip lewat kaca kecil di tengah pintu.
"Mama..! Mau apa Mama kemari. Aduuuhhh gawat... bakalan kena marah ini." Benny melihat ruangan apartemennya yang berantakan.
Bel terus berbunyi.
"Ah sudahlah..." Benny membuka kunci pintu.
"Lama sekali! Kamu lagi ngapain?!" Mamanya langsung masuk. "Bau apa ini?! Ya ampun Benny....! Kenapa kayak kapal pecah begini?!"
Intan terkejut melihat kondisi apartemen Benny.
Intan menaruh tas kecilnya dan memunguti kaleng bir yang berserakan. Benny mengambil sapu dan mulai menyapu lantai apartemennya.
"Memangnya Asisten Kamu kemana? Kok berantakan begini? Kamu itu jorok banget sih?!" Intan terus ngedumel tapi tangannya terus bergerak.
"Maaf Ma. Mbak Surti, Aku suruh cuti." Kata Benny pelan.
Intan terkejut. "Apa?! Kamu ini kenapa sih? Kantor Kamu tinggal. Surti, Kamu suruh cuti! Huuuhhh...! Coba kalau tadi Mama gak jadi kesini, udah jadi apa ini apartemen!" Geram Intan.
"Maaf Ma..." Kata Benny.
"Sekarang Kamu telpon Surti, suruh kesini! Mama cape...!" Intan langsung duduk bersandar di sofa.
Mau tak mau Benny menelpon Surti. Benny langsung masuk ke kamarnya.
"Kamu mau kemana?" Tanya Intan.
"Aku mau mandi, Ma." Kata Benny.
"Jangan lupa dicukur wajah Kamu!" Teriak Intan. "Haduuhhh... Jam segini baru mau mandi." Intan geleng-geleng kepala.
*******
"Cantik kan?" Intan memberikan beberapa foto wanita cantik kepada Benny.
"Ma.... Ck." Benny berdecak. Selalu saja Mamanya menyodorkan foto-foto itu.
"Kamu itu harus ingat, Usia Kamu berapa? Kapan lagi Kamu menikah?" Intan kali ini berkata lembut.
"Benny pasti menikah, kok. Tapi belum sekarang."
Mereka sedang makan malam di rumah Orangtua Benny. Setelah Surti datang ke apartemen. Mama Intan memaksa Benny untuk pulang ke rumah.
"Mau sampai kapan? Kalau Kamu punya Istri, ada Istri Kamu yang akan mengurusmu. Kamu bisa fokus pada perusahaan. Mau sampai kapan, Mama mengurus Kamu terus? Mama sudah tua, kapan lagi Mama punya cucu? Teman-teman Mama semua sudah punya cucu." Mata Intan berkaca-kaca.
"Kamu itu anak tunggal. Kalau Kamu punya Keluarga, Mama tidak akan kesepian lagi. Rumah ini akan ramai dengan tawa cucu-cucu Mama..." Intan mengusap airmatanya.
"Maaa...." Benny langsung menghampiri Sang Mama dan memeluknya.
"Benny minta tolong sama Mama, jangan paksa Benny. Sebenarnya Benny sudah punya calon...." Benny menggantung kata-katanya.
"Siapa Dia? Mama kenal Dia?" Mama Intan antusias.
Dengan lesu Benny kembali duduk ke kursinya.
"Kapan Kamu mengenalkan Dia sama Mama?" Intan tak sabar.
Benny menghela nafas. Dia bingung harus jawab apa.
"Benny..." Panggil Intan.
"Sebenarnya Benny... Belum kenal Dia, Ma?" Benny menunduk sambil mengaduk makanannya.
"Apa? Mama gak salah dengar? Ya ampun Benny... Kok bisa sih, Kamu belum kenal Dia tapi Kamu sudah berniat memperistri Dia?! Kamu sedang becanda kan?!" Intan sangat kesal.
"Benny suka sama Dia, Ma. Sudah seminggu ini, Benny mencari Dia, tapi gak ketemu." Benny nampak frustasi.
"Kamu belum kenal Dia, tapi sudah suka? Mama gak ngerti sama Kamu." Intan menghela nafas, bingung menghadapi Puteranya.
"Namanya Tita, Ma. Benny melihat Dia saat selesai meeting di Perusahaan Wijaya Pusat. Dia magang disana dan Mahasiswa penerima beasiswa dari PT Wijaya. Cantik... senyumnya manis... Tinggi semampai... kulitnya eksotik..." Benny menopang dagunya, pandangannya ke atas, membayangkan sosok Tita.
"Ya ampun Benny! Kamu sudah gila ya?" Intan mendekati Puteranya dan menyentuh keningnya.
"Benny tergila-gila sama Tita, Ma... Cinta pada pandangan pertama." Mata Benny masih menerawang.
"Oh ya Tuhan...!!" Intan menepuk keningnya sendiri. "Benny...!!"
"Hah!! Apa Ma...!" Benny terjengit kaget karena teriakan Mamanya.
"Gak ada yang namanya Cinta Pada Pandangan Pertama, kalau cinta sesudah menikah, baru ada. Kamu ini sudah Dewasa, sudah jadi Pengusaha sukses tapi pemikiran Kamu masih seperti ABG." Mama Intan sangat geram.
"Kamu dengar ya. Besok malam, Kamu ikut Mama, makan malam bersama Keluarga Atmaja. Puterinya baru saja lulus kuliah di luar Negeri dan hari ini tiba di Jakarta. Mama gak mau Kamu berhayal tentang... Siapa itu tadi?" Tanya Intan.
"Tita, Ma..." Kata Benny.
"Iya Tita. Lupakan Tita, besok Kamu, Mama kenalkan dengan Dahlia Puteri Pak Atmaja." Intan sangat tegas.
"Tapi Ma, Tita...." Benny membantah.
"Tidak ada tapi-tapi. Mama gak mau Kamu mencari Tita Tita itu yang gak jelas asal usulnya." Intan meninggalkan Benny yang terpaku di meja makan.
Di Saat Yang Sama, Di tempat Lain
"Jadi Dia tinggal di Apartemen ini juga? Ya ampun... Aku harus buru-buru pindah. Daripada nanti bertemu Dia." Gumam Tita.
Tita masih mendapat kabar dari Karyawan PT Wijaya kalau Benny mencarinya. Begitu juga dengan Karyawan Butik yang menelponnya memberitahu kalau Benny mencarinya sore tadi.
"Kenapa Dia begitu ingin mengenalku, ya?" Tita nampak berfikir. "Apa Dia menyukaiku?"
Tita berjalan keluar pintu balkon. Dia berdiri memegang pagar balkon dan menatap kelap-kelip gemerlap nya lampu Jakarta.
"Tidak segampang itu. Aku gak mau patah hati untuk kedua kalinya. Kali ini Aku harus lebih hati-hati. Sampai dimana keseriusannya."
Tita tersenyum. Jari-jari tangannya Dia jentikkan. Tita seperti mendapatkan sebuah ide yang brilian.