7 Bulan yang Lalu
Benny baru saja hendak keluar dari ruang meeting di PT Wijaya Pusat. Mata nya terpaku pada seorang gadis yang baru saja keluar dari ruang HRD.
"Manis... Tinggi... Sangat Eksotik." Benny tersenyum. Dia hendak memanggil Gadis itu namun Gadis itu sudah masuk ke dalam lift.
Benny menghampiri meja yang ada dekat ruang HRD.
"Ada yang bisa Saya bantu, Pak Benny?" Tanya Kasih, nama salah seorang Staf.
"Yang baru saja keluar dari ruang HRD, siapa ya?" Tanya Benny.
Kasih mengerutkan keningnya.
"Gadis tinggi semampai, kulitnya eksotis." Jelas Benny.
"Oh.. Mbak Tita. Yang Bapak maksud Mbak Tita?" Tanya Kasih.
"Mungkin." Kata Benny.
"Dari ruang HRD, ya Pak? Itu Mbak Tita. Dia penerima beasiswa dari Perusahaan Wijaya. Mungkin abis menyerahkan transkrip Nilainya." Jelas Kasih.
"Ooh... Berarti jarang kesini ya?" Tanya Benny nampak kecewa.
"Gak juga sih, Pak. Mbak Tita juga sedang magang di sini." Jelas Kasih lagi.
Benny tersenyum." Terima kasih, Mbak." Benny langsung menuju lift.
Di Lantai Satu
"Saya duluan ya?" Tita melambaikan tangannya pada Resepsionis.
Benny yang baru keluar dari lift mempercepat langkahnya. Dia berniat mengejar Tita. Namun langkah Tita sangat panjang.
Baru saja Benny keluar dari pintu Loby, sebuah motor matic melintas.
Benny langsung berlari menuju mobilnya yang sudah terlihat karena sebelum turun, Dia sudah menelpon Supir Pribadinya.
"Kejar motor matic itu, Pak." Perintah Benny.
Supir Benny mengikuti perintah Bos nya. Ternyata motor matic itu melaju tak terlalu kencang.
15 Menit Kemudian
Tita terlihat memarkirkan motornya di sebuah Butik ternama. Tita melepas helmnya dan membawa barang bawaannya.
Mobil Benny ikut masuk ke pekarangan Butik. Tita terlihat berbincang dengan salah seorang karyawan Butik. Tak lama Tita masuk ke dalam.
Benny menghampiri karyawan Butik yang diajak bicara oleh Tita.
"Ada yang bisa Saya bantu, Pak?" Tanya nya ramah.
"Saya mau bertemu Tita." Kata Benny.
"Oh Mbak Tita. Mbak Tita sedang menghadap Pemilik Butik, Pak. Ada yang mau disampaikan?" Tanya Karyawan Itu.
"Memang Tita bekerja di sini?" Tanya Benny penasaran.
"Iya Pak, Mbak Tita kerja paruh waktu di sini." Kata Karyawan itu lagi.
"Pulang jam berapa?" Tanya Benny.
"Tidak tentu, Pak. Kalau kerjaannya lagi banyak, bisa sampai tutup toko. Tapi kalau sedang lengang, sore sudah pulang." Jelas Karyawan itu lagi.
"Oh, baiklah. Terima kasih, Mbak." Benny segera meninggalkan tempat itu.
"Orang aneh..." Gumam Karyawan tersebut.
*******
Benny tidak bisa memejamkan matanya. Wajah Tita yang manis dengan senyum memikat terus terlintas dalam pikirannya.
"Tita..." Gumamnya. "Siapa Dia? Ya Tuhan, harusnya tadi Aku meminta nomor kontaknya pada Karyawan Butik." Benny menepak keningnya sendiri.
Benny langsung beranjak dari tempat tidur. Dia membuka pintu kamarnya menuju balkon.
Jam sudah menunjukkan hampir tengah malam. Namun aktivitas Kota Jakarta belum juga tenang. Lalu lalang kendaraan terlihat sangat jauh di bawah. Dengan kelap-kelip lampu jalan, kendaraan dan gedung-gedung pencakar langit.
Benny tinggal di sebuah Apartemen di kawasan Elit. Hari ini Dia tidak pulang ke rumah Orangtua nya karena ada meeting pagi, besok. Akan mempersingkat jarak tempuh kalau Dia berangkat dari Apartemennya.
Di atas lantai Apartemennya terdapat penthouse.
Seorang gadis manis keluar dengan piyama nya. Wajahnya tersenyum simpul manakala mengingat kejadian siang tadi.
"Sangat tampan..." Gadis itu menutup wajahnya karena malu sendiri.
Gadis itu tahu, dirinya dibuntuti dari mulai keluar ruangan HRD. Tapi Dia tak menyangka kalau Benny mencari tahu tentang dirinya.
Kasih sedang melakukan panggilan telpon dengan Tita menggunakan headset saat Benny menanyakan tentang dirinya.
Tita mendengar semua pertanyaan Benny yang mau tahu tentang dirinya. Dia mendikte Kasih dalam menjawab semua pertanyaan Benny.
Niat Tita hanya ingin menanyakan tentang jadwalnya besok. Namun Tita tak menyangka akan mendengar pembicaraan Kasih dan Benny.
Kasih juga mengatakan saat Benny masuk ke dalam lift. Tita juga tahu kalau mobil Benny membuntutinya. Tita sengaja menukar mobilnya dengan motor inventaris kantor. Tita berpesan pada resepsionis agar mobilnya dikirim ke penthouse. Tita melajukan motornya dengan santai.
Saat di Butik, Tita berpesan pada salah Seorang karyawannya, Jika ada yang bertanya tentang dirinya, agar tidak membuka jati dirinya sebagai pemilik Butik dan memberi informasi kalau Tita hanya karyawan paruh waktu di Butik itu.
Tita tertawa mengingat kelakuannya hari ini. Tita juga sudah mencari tahu tentang Benny.
"Benny Syahputera, Putera tunggal penerus Perusahaan Darmawan. Pekerja keras dan... Single.. Hihihihi..." Tita kembali menutup wajahnya.
"Ya Allah... Apa ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama?" Tita berbicara sendiri.
Tita menengadahkan wajahnya menatap langit yang bertaburan indah. Malam ini terlihat cerah secerah hati Tita.
*******
Hari ini Benny kembali meeting di Perusahaan Wijaya Pusat, karena putusan baru Dia dapat hari ini. Benny sedang membangun usahanya di bidang properti. Benny berharap Perusahaan Wijaya mau menginvestasikan dana besar untuk menopang usahanya ini.
Jam 10 pagi meeting sudah rampung. Hasilnya membuat Benny sangat senang. Dia bertekad agar ke depannya usahanya tambah maju dan bisa membuka cabang baru demi membuka lahan pekerjaan bagi lulusan berdedikasi tinggi.
Benny belum mau beranjak dari sofa yang berada di loby Perusahaan Wijaya. Dia sangat berharap hari ini bisa bertemu dengan Tita.
Satu jam terlewati, Benny masih bersabar. Untung saja hari ini jadwal nya sedang lengang.
"Loh Pak Benny masih di sini?" Tristan yang baru saja akan pulang untuk makan siang bersama Keluarga kecilnya terkejut melihat Benny yang sedang duduk di ruang loby.
"Pak Tristan." Benny langsung berdiri. Dia merasa tak enak.
"Ada yang terlupa?" Tanya Tristan.
"Tidak Pak. Saya sedang menunggu seseorang." Kata Benny.
"Karyawan Saya?" Tanya Tristan.
Benny ragu untuk berkata jujur. Dia sangat malu. "Bukan Pak. Dia Karyawan Magang."
Tristan mengerutkan keningnya. Seingatnya program magang di Perusahaannya sudah berakhir.
"Maaf, kalau boleh Saya tahu, siapa namanya?" Tanya Tristan sangat ramah.
"Tita." Kata Benny.
"Tita? Maksudnya Tita ke..." Belum sempat Tristan meneruskan kalimatnya, ponselnya berdering. "Ah sebentar. Maaf." Tristan segera menjauh dari Benny.
"Sayang... Jadi makan siang di rumah, kan?" Tanya suara di sana.
"Iya Sayang. Aku sudah akan berangkat pulang, tapi bertemu Kolega di Loby, jadi ngobrol dulu sebentar." Kata Tristan.
"Baiklah... Aku hanya mau tanya itu saja. Hati-hati Ayah Sayang."
Tristan tersenyum. Istrinya selalu mengatakan Ayah Sayang. Kalau sudah begitu, Tristan harus cepat-cepat pulang.
"Pak Benny, maaf. Saya buru-buru. Lain kali Kita ngobrol lagi." Pamit Tristan. Dia lupa akan Tita yang dimaksud Benny.
Benny menghela nafas sesaat melihat kepergian Tristan. Jam menunjukan pukul 11.50. Sebentar lagi para Karyawan akan keluar untuk istirahat dan makan siang.
Benny berharap Tita juga turun untuk makan siang. Setidaknya Dia bisa mengajak Tita makan siang bersamanya.
Jam 12.30, Kantor mulai terlihat sepi. Benny menghampiri meja resepsionis.
"Ada yang bisa Saya bantu, Pak Benny?" Tanya Dita.
"Maaf Mbak, Apa hari ini Tita tidak datang ke kantor?" Tanya Benny.
"Maksud Bapak, Mbak Tita yang magang di sini?" Tanya Dita.
"Benar sekali, Mbak." Kata Benny nampak senang.
"Maaf Pak, Hari ini Mbak Tita tidak masuk karena ada janji dengan Dosen pembimbing." Kata Dita.
Benny terlihat kecewa. Pupuslah harapannya bertemu dengan Gadis pujaannya.
Gadis pujaan? Semalam Benny sudah memikirkan apa yang sedang terjadi pada dirinya. Jantungnya terus berdebar saat mengingat Tita. Dia meyakini perasaannya bahwa Dirinya telah jatuh cinta pada pandangan pertama.
Benny bertekad hari ini harus bertemu Tita. Sore nanti Dia akan mengunjungi Tita ke Butik.