Atthala, Roy, James dan Kevin baru saja tiba di nightclub. Dan seperti biasa, mereka kembali mengisi ruang vvip kamar satu. Hanya berselang beberapa menit saja, seorang pelayan berjalan masuk membawakan satu botol Bombay Shappire dan Wine limited stock Chateau Lafite, serta beberapa cemilan pelengkap juga penghilang pengar.
"Catrin, apa Aradea masih bekerja di sini? Aku sudah lama tidak melihatnya," tanya Roy, penasaran.
Pelayan yang baru saja menaruh pesanan mereka di atas meja, seketika menoleh. "Masih, Tuan, hanya saja … sesuatu terjadi di rumahnya dan ia tidak dapat dihubungi dalam satu minggu terakhir ini," jawab Catrin.
"Sesuatu terjadi? Apa maksudmu?" tanya Roy.
Catrin mendekatkan dirinya. “Ibunya mati ditembak oleh orang-orang tak dikenal, dan Ayahnya dibawa oleh mafia," jelas Catrin, setengah berbisik.
"Mafia?" Tanya Kevin meyakinkan pendengarannya.
Catrin mengangguk. "Aku tidak begitu mengerti. Tapi, menurut orang-orang disekitar rumahnya, mereka mendengar teriakan seorang pria menyebutkan kata memorycard? Atau apa … aku tidak mengerti." Lanjut Catrin.
Atthala, Roy, Kevin dan James saling melempar tatap satu sama lain.
"Di mana gadis itu sekarang?" Tanya Atthala.
Catrin menggeleng lesu. "Kami bahkan tidak tahu, bagaimana keadaannya sekarang, dan di mana keberadaan gadis malang itu. Yang aku tahu hanya satu, dia masih hidup," jawab Catrin.
Catrin berdiri dan pamit untuk kembali bekerja. Setelah Catrin keluar, Roy duduk mendekat pada Atthala.
"Atthala, sebaiknya kita mencari gadis itu, sebelum Redhole mencurigainya," cetus Roy.
"Apa kalian memikirkan, apa yang aku pikirkan?" tanya Atthala.
Kevin mengangguk, diikuti Roy dan James.
"Aku yakin, gadis itu yang sedang menjadi target pencarian mereka sekarang," timpal James.
Atthala mengambil ponsel dari dalam saku jaket kulitnya untuk menghubungi Jhon, orang kepercayaannya, pemimpin pasukan Blacknorth. "Jhon, kerahkan seluruh anak buah BlackNorth untuk mencari seseorang, dan segera bawa dia ke hadapanku. Aku akan kirimkan foto wanita itu," titah Atthala lalu menutup teleponnya.
"Atthala, kau yakin akan melibatkan BlackNorth? Kau pasti tahu, apa konsekuensinya jika berurusan dengan RedHole? BlackNorth mafia terhormat yang dihormati di Amerika Serikat, Jika kita terlibat dengan RedHole, semua yang sudah di bangun olehmu dan Uncle Arlan akan hancur," tanya Roy mencoba memperingati.
"Aku bisa menjamin, BlackNorth tidak akan terkena imbasnya," jawab Atthala.
***
Selama satu minggu ini, ternyata Ara masih bersembunyi di kamar lotengnya tanpa diketahui oleh siapapun. Dan selama itu pula, dia hanya mengintip dari lubang pintunya, melihat semua yang terjadi. Dimulai ketika jasad ibunya yang sudah tak bernyawa dibawa oleh orang-orang berbadan kekar itu, ketika rumahnya di obrak abrik oleh mereka, dan selama satu minggu ini, Ara hanya mengisi perutnya dengan air mineral yang tersimpan di dalam kamarnya. Gadis itu tak berani keluar dari kamar, ia sangat takut, jika orang-orang yang membunuh ibunya akan kembali ke rumah itu dan mencari barang yang belum mereka dapatkan.
Tubuhnya semakin terasa lemas, keringat dingin bercucuran tak henti-hentinya, membasahi sekujur tubuhnya. Ara kembali meminum sisa air mineral dalam botol untuk menghilangkan rasa lapar. Ketika Ara mulai terlelap, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka. Gadis itu hanya mengintip sesaat dan melihat beberapa pria masuk ke dalam rumahnya. Namun, Ara yang sudah benar-benar tak bertenaga lagi, memilih berdiam diri.
Perlahan-lahan, penglihatannya mulai buram dan sulit ia fokuskan. Ara berusaha tetap tersadar. Tetapi … dirinya semakin sulit bertahan dan Ara pun terkulai tak sadarkan diri.
***
"Adam, bisakah aku meminta alamat salah satu karyawanmu?" Tanya Roy.
"Siapa?"
"Si pelayan spesial," lanjut Kevin.
Adam terdiam, berfikir sejenak. "Peraturan di sini … kami tidak diperbolehkan memberikan informasi pribadi pelayan pada siapapun, Roy. Bagaimana ini?" Jelas Adam yang notabene adalah teman Roy.
Atthala mengeluarkan selembar cek dan menaruhnya di atas meja,
"Jika kurang, kau bisa katakan padaku," ujar Atthala memberikan tawaran.
Adam menatap cek di atas meja dengan mata membelalak.
$100.000 ,-
Dengan gerakan cepat, Adam mengambil cek itu, lalu menuliskan alamatnya pada secarik kertas.
"Saya permisi, Tuan Atthala," pamit Adam.
Setelah Adam keluar, Atthala mengambil kertasnya lalu berdiri dan beranjak pergi tanpa mengatakan sepatah katapun.
Roy dan James bergegas menyusul Atthala, sedangkan Kevin kembali sesaat untuk menghabiskan minumannya, lalu ikut berlari menyusul Atthala, Roy dan James.
"Sudah delapan tahun mengenal Atthala, tapi sampai detik ini aku tidak bisa membaca pikirannya," bisik Kevin pada Roy.
"Aku mendengarnya, Kevin," ujar Atthala datar.
Mereka pun segera memasuki mobil Lamborghini Veneno masing-masing, dan mulai melajukan mobil tersebut dengan kecepatan tinggi.
***
Atthala, Kevin dan James tiba di rumah kontrakan Ara setelah mereka bertanya pada beberapa orang, di mana letak rumah gadis itu. Pintu gerbang rumah berwarna hijau itu, nampak terbuka. Atthala mengernyitkan dahi, ketika kakinya mulai memasuki pekarangan rumah Ara. Keadaan rumahnya sangat berantakan, seluruh barang-barang di sana sudah terpecah belah dan berserakan di lantai.
"Sepertinya mereka belum menemukan barang yang mereka cari," gumam Kevin.
Mereka berempat mulai berjalan masuk ke dalam. Setibanya di ruang tengah, mereka melihat bercak-bercak darah sisa penembakan yang terjadi.
Roy yang baru saja tiba, segera berjalan masuk ke dalam mengikuti ketiga temannya.
"Menurut informasi dari orang sekitar, polisi sudah tiba di sini. Tetapi … mereka tidak menemukan jasad Ibu Ara," jelas Roy.
Atthala berjalan masuk ke dalam kamar dengan pintu terbuka. Matanya pun menatap sekeliling rumah dengan seisi yang sudah hancur berantakan.
Tepat saat Atthala hendak keluar dari kamar tersebut, Atthala mendongakkan kepala ke atas, menatap langit-langit rumah, dan mendapati sebuat lubang kecil di sana. Atthala melirik pada Roy, James dan Kevin lalu mereka bertiga mengangguk.
Pria itu mencoba mencari sesuatu untuk membuka sesuatu yang ia yakini sebagai pintu menuju ruang tersembunyi. Tepan di sisi gordyn, pria itu menemukan seutas tali panjang dengan sebuah pita merah di bawahnya. Dengan perlahan-lahan, pria itu menariknya, hinggatanpa terduga, sebuah tangga yang terbuat dari tali, terjuntai ke bawah dan tepat saat itu juga tubuh Ara yang sudah terkulai lemas terjatuh dari atap yang terbuka, dan secara sepontan Atthala segera menangkap tubuh gadis itu dengan kedua tangannya.
"Ya Tuhan," gumam James.
"Aradea!" ucap Roy.
Tubuh kecil gadis itu terkulai lemah di atas kedua tangan Atthala, yang masih nampak terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Roy segera mendekat dan mengecek denyut nadi pada sisi leher Ara.
"Dia masih hidup, sebaiknya kita cepat membawanya ke rumah sakit," cetus Roy.
Atthala bergegas membawanya ke luar dan memasukkannya dalam mobil, lalu melajukan kendaraan itu dengan kecepatan tinggi.
“Kau harus bertahan, kau harus segera sadar, agar aku dapat menemukan bukti kematian Ana.”
***