Kesan

1123 Words
Aku melepas bibirnya, saat melihat Alex malah terdiam tanpa membalas ciumanku. Dia menatap sembari mengkat sebelah alisnya. Tatapannya penuh pertanyaan atas apa yang aku lakukan. Masih di depanku menatap penuh pertanyaan, pandangannya ku balas dengan senyuman hingga dia menekan pangkal hidungku membuatku tersadar. "Apakah Nona muda kali ini sudah kecanduan dengan suamimu ini? Sayang ... jika kamu menginginkannya kita bisa segera pulang saat ini juga?" tanya Alex. Aku hanya bisa terdiam dan tersenyum tertahan mendengar ucapannya. Meski sedikit tersipu malu dan rasa canggung tapi, dia adalah suamiku dan hal wajar jika aku menciumnya meski di sembarangan tempat. "Kamu mau menyelesaikan menonton atau kita segera pulang, Sayang?" tanya Alex. "Bagaimana kalau kita pulang saja, sepertinya aku merasa bosan," ajak ku. Memang orang berkata jika menghabiskan waktu berdua saja sembari menonton adalah sesuatu hal romantis dan tepat untuk pasangan baru. Tapi, bagi tipe aku yang tidak menyukai hal-hal yang berbau hiburan akan merasa bosan. Jika memakan waktu lama hanya untuk berdiam diri dan menonton. Pada akhirnya Alex benar-benar mengajakku keluar dari sana, dia sama sekali tidak melepas pegangan tangannya dengan sangat erat. Keluar dari bioskop hingga berjalan ke tempat parkir. "Di sini saja, Sayang!" seru Alex. "Apanya ...?" Aku terdiam tidak memahami maksud dari dirinya. "Bukankah kamu tadi menginginkannya? Di dalam mobil akan jauh lebih menyenangkan jika kita melakukannya." Ucapan Alex membuatku terdiam hingga tanpa terasa aku memukul kepalanya. "Jangan bermimpi melakukan hal itu di tempat seperti ini!" Aku pergi masuk ke dalam mobil tanpa menghiraukan Alex yang tertegun mendengar penegasan ku. Saat Alex sudah berada di dalam mobil duduk di samping diriku, dia di balik kemudi masih menatap ke arahku dengan senyum menyeringai dengan penuh pertanyaan. "Sayang, lalu apa yang kau lakukan tadi di sana? Apakah itu hanyalah untuk mengalihkan diriku dan biar kita segera keluar?" tanya Alex. "Tidak, seketika saat aku melihat adegan ciuman di dalam tadi. Sepertinya mereka begitu menikmati dan aku ingin merasakannya langsung mencoba dengan bibir suamiku sendiri." Alex tertawa mendengar jawabanku. Pria tampan di hadapanku memang semakin memikat setiap kali dia tersenyum apalagi tertawa dengan lepas di hadapanku. "Alasan seperti apa itu? Aku bahkan menduga kamu menginginkannya!" seru Alex. Aku hanya terdiam menanggapi ucapan Alex, hingga mobil melaju dengan kecepatan sedang keluar dari sana. Dering ponsel milik Alex berbunyi, dia mengangkat panggilan telpon itu setelah meminta izin kepadaku untuk berbicara dengan seseorang di balik telponnya. "Yaa, aku akan segera kesana! Benarkah ... baik-baik, aku akan pergi setelah kau menyiapkan semuanya." Terdengar Alex berbicara singkat dengan penuh keseriusan, berbicara dengan orang yang menelponnya. Seketika suasana menjadi hening saat dia sudah menutup panggilan telponnya, terlihat Alex tampak fokus dari kemudinya. Meski ingin bertanya, siapa dan ada apa yang menelpon tapi, aku urungkan untuk tidak mengganggu Alex yang sedang fokus di balik kemudi dan menunggu dia berbicara tersendiri untuk memberitahu diriku. Pada akhirnya meski sudah sampai di rumah Alex sama sekali tidak berbicara sepatah katapun lain daei biasanya. Aku tau di rumah ada begitu banyak stok makanan hingga aku memilih pergi ke dapur dan membuat makan malam yang cukup enak untuk hari ini. Meski masih penasaran tentang suamiku tapi, selama tidak ada niat dari Alex untuk menceritakannya apalagi membicarakan tentang hal-hal kepribadian dirinya, aku memilih untuk diam dan mencari kesibukan di dapur. Alex berada di ruang kerja cukup lama selama aku memasak, dia sama sekali tidak terdengar keluar dari ruang kerjanya. "Umm ... mungkin tadi orang-orang kantor yang menelponnya. Kenapa aku begitu ingin tau apa yang sedang dia bicarakan dengan orang itu. Apakah perasaan istri yang di manjakan seperti ini, segala hal harus tau dan di disangkutpautkan dengan diriku? Sudahlah ... lebih baik aku selesaikan aktivitas masak ku, setelah itu aku harus mandi." Meski berbicara seorang diri tapi terasa jauh lebih menyenangkan ketika mengungkapkan apa yang ingin di katakan, meski tidak ada seorangpun yang menanggapi apalagi menenangkan hati dan pikiranku. Selesai masak Alex bahkan masih juga belum keluar dari ruang kerjanya. Berjalan perlahan keluar dari dapur hendak terpikirkan untuk menghampiri Alex di ruang kerja tapi, aku urungkan dan memilih untuk membersihkan tubuh terlebih dahulu, setelah itu baru mengajak Alex untuk makan bersama. Di bawah terpaan air dengan pikiran melayang banyak angan-angan yang ku pikirkan, termasuk semua hal yang terjadi di dalam kehidupan yang dulu dan juga saat ini. "Aku tidak tau apa yang terjadi di masa depan. Tapi, aku harap ini adalah pernikahan terakhirku dan hanya ada Alex yang akan menjadi suamiku." Meski sebuah harapan kosong aku juga tidak tau tentang kebersamaan ku dengan Alex adalah cinta atau bukan. Tapi, tetap akan ku usahakan dalam menjalaninya meski hal itu terasa jauh lebih gampang tidak tau arti arah untuk tujuan rumah tangga kami berdua yang lebih banyak di untungkan adalah diriku sendiri ketika bisa memiliki segala fasilitas yang jauh lebih baik dari sebelumnya dan juga putriku yang jauh lebih baik, setidaknya dia masih mau untuk bertemu denganku meski tidak ingin menganggap diriku sebagai ibunya. Tanteku dapat di kendalikan saat aku bersama dengan Alex. Pria kaya yang selalu memperlakukanku dengan lembut dan memberikan segala fasilitas untuk putriku yang menjadi kebanggaan tante. Setelah selesai mandi saat aku keluar dari kamar mandi terlihat Alex duduk di tepi ranjang membuatku terkejut, aku pikir dia masih berada di ruang kerja dengan deretan kesibukan yang di berikan perusahaan untuknya. Meski ragu-ragu tapi, aku tetap berjalan menghampirinya. "Al, apa kamu mau makan?" mencoba untuk mencari hal pembuka pembicaraan. "Sayang? Kamu mau ikut aku?" tanya Alex. "Kemana?" "Ada acara dan keluarga saudaraku meminta aku datang," jelas Alex. "Jika itu penting kenapa kamu tanya aku?" balas Ku. "Karena keputusanmu, apapun itu akan aku terima walau kamu melarangku," tegas Alex. "Bodoh, mana ada hal seperti itu kau adalah suamiku dan kau juga pemimpin di dalam rumah tangga kita. Setidaknya ada kamu yang bisa menuntun diriku, untuk bisa lebih baik, kemanapun kamu pergi, aku akan tetap bersamamu walau segala hal kemungkinan aku akan kesulitan untuk mengambil cuti bekerja lagi," tegas ku. "Tapi Sayang, apakah kamu tidak apa jika izin kerja lagi?" tanya Alex. Pertanyaannya memang membuatku terdiam sejenak dan terpikirkan jika orang-orang di perusahaan, pasti akan membicarakan tentang diriku yang sangat sering absen bekerja. "Bukankah ada suamiku yang menjamin kehidupan ku, jika aku diberhentikan dari pekerjaan. Untuk apa aku menghawatirkannya?" balas Ku tersenyum menyeringai sembari memegang tangan lembutnya cukup hangat, agar kau buat diriku mengalihkan segala kecanggungan antara kami berdua. "Terima kasih, Sayang. Tapi untuk hal menanggung segala kehidupanmu, itu memang sudah kewajiban dari diriku. Kau tidak perlu khawatir akan hal itu." tegas Alex. Penegasan Alex dibalas senyuman dan anggukan oleh ku, hingga aku mendekati dirinya dan mengecup bibirnya yang menjadi kesukaan diriku. Dia tersenyum setiap kali menanggapi perlakuan manjaku padanya. Pelukan hangat darinya semakin membuat merasa nyaman. Meski ada banyak hal yang ingin aku tanyakan padanya, tapi dia yang memperlakukanku sehangat ini. Sudah jauh dari cukup dan membuatku bahagia juga bangga menjadi wanitanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD