Nonton

1770 Words
Mobil berhenti tepat di depan perusahaan. Alex mengantarku pergi bekerja setelah dia juga berniat untuk pergi ke perusahaannya. Saat aku hendak keluar dari mobil, tiba-tiba Alex memberikan sebuah kartu ATM di tanganku. "Pakailah uangmu itu untuk bersenang-senang. Terserah kamu, mau menghabiskannya atau tidak. Setelah pulang bekerja nanti sebaiknya jangan langsung pulang, tunggu aku menjemputmu. Tapi sebelum itu kau boleh pergi ke suatu tempat terlebih dahulu untuk menghilangkan rasa jenuhmu." Ucapan Alex membuatku terdiam namun, tetap ku balas dengan senyuman dan anggukan. "Pergilah dan jaga dirimu baik-baik." Alex mengacak rambutku dengan lembut hingga dia membiarkan diriku keluar dari mobil kali ini. Rasa sakit di bagian pinggang milikku terasa begitu nyata sempat terlihat Alex tersenyum ke arahku membuat diriku merasa kesal saja dibuat olehnya. Apalagi setelah apa yang dia lakukan sepanjang malam tadi bahkan di pagi hari pun dia tetap menjamah diriku hingga perasaan lelah baru dia berhenti melakukannya. "Lihatlah, wajah puas dirinya melihatku menderita seperti ini." Alex hanya tertawa tertahan ketika mendengar gerutuan ku. Dia kembali melajukan kendaraannya hingga tak terlihat dari pandangan. Memang begitu menyenangkan ketika kita hidup seorang diri saja. Tapi, jauh lebih menyenangkan ketika ada seseorang yang mampu memanjakan dirimu dan juga membuat perasaan hati jauh lebih tenang ketika ada seseorang yang bisa di ajak berbicara disaat-saat tertentu. Apalagi di sebuah kontrakan kecil bukanlah hal yang tepat untuk seseorang menyendiri, apalagi dengan tumpukan masalah yang dimiliki. Aku tahu saat ini Alex sudah tidak ada di pandanganku lagi. Berjalan masuk ke perusahaan juga pekerja yang lain berdatangan bersamaan denganku, termasuk teman-teman satu pekerjaan denganku. Kembali bekerja memang adalah hal yang sangat menyenangkan tapi, aku sama sekali tidak menduga jika teman-temanku menatapku dengan pandangan heran ke arahku. Aku dikejutkan oleh sentuhan tangan seseorang dari arah belakang, Diana tersenyum ke arahku. "Aku dengar kau menikah, kenapa begitu mendadak dan kau tidak mengundangku?" tanya Diana. "Yaa ... aku juga tidak pernah menyangka jika benar-benar menikah lagi. Sebenarnya semua terjadi secara mendadak tapi, tetap aku lakukan. Apalagi pernikahan itu bisa mempermudah ku untuk bertemu dengan putriku." Aku mencoba untuk menjelaskan kepada Diana yang sudah cukup banyak tau tentang kehidupanku. "Yaa, aku ikut bahagia jika kau merasa bahagia dan nyaman. Tapi, jika kau tetap jatuh ke lubang yang sama, apakah itu tidak jauh lebih menyakitkan?" Pertanyaan Diana membuatku hanya bisa terdiam, tidak tahu harus mengatakan apa. Namun semua hal yang terjadi sudah ku lakukan, apalagi kehidupan baruku adalah seorang pria bernama Alex yang sudah berstatus sebagai suamiku. "Aku tidak akan menakut-nakutimu, apalagi kau temanku. Lagi pula kau sudah berpengalaman jauh dari pengalamanku dan kau pasti tau mana yang baik dan tidak baik." Aku hanya bisa membalas ucapan Diana dengan anggukan hingga kami kembali fokus dengan pekerjaan masing-masing. Terasa aneh namun suasana di tempat kerja sedikit berbeda saat aku tau bahwa teman-teman satu kerjaku ternyata menganggap diriku adalah wanita bayaran yang mudah untuk di ajak sekali pertemuan. Mereka menganggap diriku pulang pergi bersama Alex sebagai wanita yang mereka duga. Hingga Aku merasa kesal dengan setiap perbincangan mereka dan mengirim pesan kepada Alex untuk menjemputku lebih awal tanpa terlambat. Aku ingin membuktikan kepada mereka bahwa pria yang sering mengantar jemput ku adalah suamiku sendiri. Tidak sedikit ku dengar dari perbincangan teman-temanku membicarakan tentang diriku, meski merasa kesal namun Aku tetap mencoba untuk membuktikannya. Tidak ada balasan dari Alex, namun Aku berharap suamiku benar-benar datang lebih awal dan menjelaskan kepada mereka yang menganggap Aku sebagai wanita yang tidak baik di mata mereka. "Apa kau terfokuskan kepada mereka yang menganggap dirimu tidak baik?" Pertanyaan Diana membuatku tersadar dari perasaan yang ku tahan. "Dengarlah sudah ku bilang, kau cukup fokus dengan kehidupanmu sendiri. Jangan terlalu fokus mendengarkan ucapan orang lain!" tegas Diana. Aku hanya bisa mengangguk untuk menjawab ucapan teman satu pekerjaanku ini yang lain dari yang lainnya. Bukan hanya di jam kerja ataupun di jam istirahat, mereka membicarakan tentang diriku. Tapu, setelah jam kerja pun mereka tetap membicarakan tentang diriku hingga sampai di pintu gerbang seorang pria yang sama sekali tidak pernah ku duga sudah berdiri tepat di hadapanku tersenyum manis menyambut kedatanganku "Sayang, ada apa? Aku bahkan datang lebih awal sesuai apa yang kau minta. Apakah ada seseorang yang mengganggu istriku?" Alex berbicara dengan nada sedikit nyaring membuatku terkejut termasuk teman-temanku yang dari kejauhan memperhatikan diriku dengan Alex dan tentunya mereka mendengar sangat jelas ucapan suami yang ada di hadapanku. "Hey! Kenapa kamu malah terdiam. Ada apa denganmu ..?" tambah Alex. Khawatiran Alex bahkan tidak pernah Aku duga ketika dia malah mencari tau hal yang terjadi terhadap tubuhku hingga membuat dia memegang wajahku untuk menyadarkan Aku yang masih terdiam, dia mengangkat sebelah alisnya melihat aku malah tertawa tertahan membuatnya tidak percaya apa yang terjadi yang ku lakukan. "Sepertinya Nona muda sedang menguji suamimu ini, 'yaah?" tanya Alex. "Tidak sayang, tapi aku bahagia ketika kamu benar-benar datang tepat waktu di mana aku harus meyakinkan orang-orang yang tidak berguna membicarakan tentang diriku, bahkan mengganggu aku sebagai wanita yang tidak layak untuk menjadi teman mereka!" tegas ku. Aku tau mereka masih berada di sana penasaran tentang kehidupanku. Namun sesuai apa yang dikatakan oleh Diana jauh lebih menyenangkan dan memuaskan ketika membuktikan kebenaran tentang diri sendiri dan menekan orang lain yang sudah menganggap kita jauh lebih buruk dari mereka. "Kau ini benar-benar membuatku khawatir, jika ada seseorang yang membuatmu tidak nyaman. Katakanlah ... dan kau tidak perlu bekerja di tempat seperti ini, apalagi aku sangat mampu untuk menghidupimu ...." Ucapan Alex mendapat balasan pelukan dariku hingga dia menyambutnya dengan hangat Kami berjalan dan menghampiri mobil bergegas untuk pulang. "Kita mau pergi kemana dulu sayang? Ini masih terang, tidak kamu berniat untuk menghabiskan uang tang ku berikan kepadamu?" tanya Alex. Aku terdiam, tidak percaya jika ada seorang pria yang berkata hal seperti itu di depan wanita. "Apakah ini cara pikir seorang pria kaya seperti dirimu untuk menghabiskan uang?" tanyaku. "Tidak seperti itu juga sayang. Tapi, seharusnya wanita melakukan hal seperti itu," balas Alex. "Bukan itu maksudku Al ... tapi, bukankah kamu mendapatkannya dengan susah payah, akan jauh lebih baik jika di simpan dan menjadi tumpukan uang yang banyak untuk masa depan nanti?" tanyaku. "Bodoh! Memangnya kita bahagia dan bersenang-senang itu harus menunggu hari tua nanti? Itu tidak mungkin dan hanya pemikiran bodoh, ketika kita terus memikirkan masa depan tanpa memikirkan saat ini. Hal yang seharusnya terjadi adalah dulu, sekarang dan nanti kita harus tetap bersenang-senang dengan suasana hati yang selalu baik. Bukankah itu jauh lebih menyenangkan." Penjelasan Alex cukup masuk akal ketika aku mendengarnya keluar dari mulut pria yang ada di hadapanku kali ini. Lain saat aku mendengar ucapan dari mantan suamiku dulu, tentang dia begitu menegaskan diriku untuk menyimpan semua uang yang dia miliki dan menghabiskannya di masa tua nanti. Setelah aku pikirkan dan mencerna apa yang dikatakan oleh Alex membenarkan segala penuturannya, di mana sesuatu hal yang bersifat duniawi kita memang harus merasakannya saat ini juga dan melewatkannya, agar di masa tua nanti kita sudah terpuaskan dengan segala hal sesuatu yang terjadi disaat-saat tertentu. "Bagaimana kalau kita pergi kesebuah bioskop? Sepertinya aku belum pernah pergi kesitu, terutama dengan suamiku sendiri." "Apa sayang ... kamu bicara apa tadi?" tanya Alex. "Sebuah bioskop, bukan yang itu ... tapi yang terakhir kali." Pertanyaan Alex semakin membuatku kebingungan untuk menjawabnya. "Maksudmu yang mana? Aku yang belum pernah pergi dengan seseorang?" tanya ku. "Bukan itu sayang ... tapi yang terakhirnya," tatap Alex. Wajahnya semakin berseri berharap aku mengatakannya lagi. Tapi, aku tidak memahami apa yang dia maksud memikirkannya pun tetap tidak bisa ku katakan padanya. "Yaa ampun ... kenapa istriku yang tidak peka ini, benar-benar begitu menganggap sesuatu hal yang mudah untuk dikatakan. Tapi, baginya begitu sulit untuk mengatakannya," protes Alex. "Kenapa kamu menggunakan sebuah istilah untukku ...." "Yang terakhir saat kamu memanggil aku sebagai suamimu dan itu membuat detak jantungku berdetak sangat kencang dengan sangat bahagia. Tidak percaya jika kamu benar-benar menganggapku sebagai suamimu." Ucapan Alex membuatku mengangkat sebelah alis tidak memahami dengan cara pikir Alex. Hal yang tidak mungkin jika aku mengatakan dia adalah kekasihku, padahal pada kenyataannya dia sendiri adalah suamiku sendiri. "Apakah kamu bodoh? Bukankah kamu memang suamiku, hal tang wajar jika aku mengatakan hal seperti itu," protes ku. "Yaa yaa yaa ... tapi sangat manis saat kamu mengatakannya. Sampai-sampai aku ingin mendengarnya setiap saat," balas Alex "Yaa ... aku akan mengatakannya setiap saat. Apa kamu puas!" tegas ku. "Sangaaaaat puas! Dan itu jauh lebih menyenangkan dari segala sesuatu yang sama sekali tidak pernah aku bayangkan ketika kamu memanggilku sebagai ucapan suami itu adalah hal yang paling menyenangkan di dalam kehidupanku." "Kamu terlalu berlebihan, Al ..." balas ku. "Yaa anggaplah seperti itu. Tapi, aku memang bahagia," ucap Alex. Aku hanya tersenyum tipis untuk menanggapi ucapan Alex. Namun dia tampak bersemangat dan berseri kali ini, di balik kemudi dia masih sempat-sempatnya meraih tangan kananku dan memegangnya sepanjang perjalanan seperti biasa. Cincin pernikahan antara kami berdua terlihat nampak jelas membuat degup jantungku merasa nyaman, saat pria tampan di sampingku memperlakukanku dengan sangat baik hingga aku melupakan segala kesulitan yamg pernah aku alami dulu. Sempat terpikirkan kenapa ada seorang pria seperti Alex, sepenuh hati memperlakukanku dengan baik meski terkadang cara pikirnya sama sekali tidak bisa ku duga. Dia adalah pria yang sangat terus terang dengan perasaannya tidak menutupi segala hal yang dia inginkan setiap kali kami hanya berdua saja di rumah. Pergi ke bioskop kami lakukan saat ini. Aku sedang berdiri menunggu Alex membeli tiket dan juga makanan untuk kami nonton hari ini. Cukup aneh ketika aku masih mengenakan seragam kerja dan pergi menonton bersama dengan suamiku kali ini, dia sama sekali tidak protes dengan aku yang bahkan berpenampilan cantik berdandan terlebih dahulu untuk jalan dirinya. Tapi, dia masih terlihat bersemangat saat berama denganku. "Lihatlah ... aku sudah mendapatkan mereka!" seru Alex dia menunjukkan kedua popcorn di tangannya dan juga 2 minuman di bingkisan masih di pegang olehnya. Alex bahkan tidak membiarkan aku membantu dia untuk membawa makanan itu dan menuntun diriku untuk masuk hingga duduk di sebuah kursi dan menunggu hal yang akan kami tonton. Ada sekitar 1 jam lebih hampir 2 jam kami berada di sana. Hanya ada aku yang menikmati tontonan kali ini, Alex malah sibuk memperhatikan diriku sedari tadi. Meski aku berulang kali untuk protes tapi, dia tetap memegang tanganku dan mengecupnya berulangkali. Dia sama sekali tidak bosan melakukannya, meski aku sudah protes berulangkali tapi dia tetap melakukannya dan aku hanya bisa membiarkannya dirinya hal itu sepanjang hari. Padahal yang ku bayangkan adalah nonton di sebuah bioskop dengan perasaan tegang dan romantis bersama dengan dirinya hingga aku menoleh kearahnya melihat bibirnya yang tipis merah jambu, membuat pikiranku menjadi salah tingkah saat terpikirkan untuk mencium bibir itu. Pikiran nakal yang ku pikirkan kali ini, benar-benar tidak membuatku tau tempat hingga mengecup bibirnya membuat Alex terkejut dengan aku yang berantusias untuk menciumnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD