“Selamat siang Princess nya Prince Zacky, bagaimana hukumannya hari ini, berjalan lancar kah?” Tanya Zacky yang baru datang dari arah belakang Avitha dan langsung menyambut Avitha dengan sebuah pelukan dari samping.
“Ish lepas, lo ya Zack, kemana aja sih? Katanya lo mau jagain gue tapi udah dua jam kagak ada, ini lagi ngapain pake bawa payung gitu.” Ucap Avitha sedikit berbisik.
Zacky tersenyum sangat lebar pada Avitha membuat seluruh siswa yang melihat kejadian langka tersebut seketika mendadak mimisan, “ini tuh buat di pake lah Avitha, masa lo gak tau sih.”
“Gue tau Zacky, ya udah sini bukain payungnya buat gue.” Titah Avitha pada Zacky.
Zacky menggeleng, “Big NOO! Itu bukan buat lo, maaf ya gue bawa ini buat di pake sama gue sendiri.” Ledek Zacky seraya membuka payung pink yang dia bawa tadi lalu tersenyum meledek ke arah Avitha, “Prince Zacky mau pergi dulu ya Princess.”Lanjut Zacky melangkah pergi meninggalkan Avitha, tak lupa dengan lambaian tangannya yang hanya bisa di lihat dari arah Avitha saja.
Sementara Avitha masih terdiam melongo menatap kepergian Zacky, kepulan asap muncul dari kedua telinganya.
“ZACKYYYYYYYYYYYYY!” Teriak Avitha kesal saat matanya menangkap Zacky yang tengah asyik tebar pesona berjalan memutari lapangan dengan payung berada di tangannya.
~
Sudah tiga puluh menit setelah bel pulang berbunyi, kini Avitha memutuskan untuk membelokkan stir mobilnya berniat untuk bermain sebentar sebelum pulang ke rumah tak apa kan pikirnya, dia berencana untuk mengunjungi sebuah taman yang sudah sangat lama dia rindukan. Butuh waktu setengah jam dari sekolahnya untuk sampai kesana, itupun jika jalannya tidak macet, belum lagi jika jarak dari rumahnya akan sangat memakan waktu yang lama.
Lampu merah menyala menandakan dia harus berhenti, “gini nih, gue paling males kalo pergi ke tempat ini tuh ya karena ada lampu merahnya, ini lampu merah paling lama diantara yang lain, astaga.”
Sambil menunggu bargantinya lampu, Avitha menyalakan musik dari HP nya, bibirnya bergerak mengikuti alunan lagu itu.
Satu lagu sudah terlewati, akhirnya dia bisa menjalankan kembali mobilnya.
Avitha memasuki area perumahan dekat taman, jalanan yang sepi membuat Avitha merasa santai. Tiba di persimpangan jalan, tak lupa dia menengok ke kiri – kanan terlebih dahulu, merasa sudah aman dia melanjutkan perjalanannya.
Sampai dia melihat seekor anjing kecil yang hendak menyebrang, karena takut menabraknya akhirnya Avitha memilih memutar stir ke arah kanan, tanpa dia ketahui ada seorang lelaki yang ingin menghampiri anjing tersebut.
‘BRAKK’
Avitha terkejut, dia merutuki kelalayannya dalam berkendara. Dia sangat gugup, hampir saja lelaki itu terserempet olehnya.
Dengan segala keberaniannya, Avitha keluar dari mobil menghampiri lelaki yang sedang menggendong anak anjing tadi.
Kegugupan Avitha semakin menjadi kala tatapan tajam dari lelaki yang ternyata dia kenali itu.
“Kak - kak Galdin?” Tanya Avitha sedikit gugup.
Lelaki yang dia sebut Galdin itu hanya memandang Avitha dengan pandangan aneh, “Lo kenal gue?”
Avitha tersenyum kiuk, dia lupa dengan penampilannya sekarang. Rambut kepang dua, kaca mata bulat, serta seragam olahraga yang sangat kebesaran di tubuhnya.
“Eh- mm itu. Siapa sih yang enggak kenal sama kakak, semua anak SMP tiap sekolah pasti tau kakak kok.” Jelas Avitha.
“Oh gitu yak.” Ucap Galdin seraya berjalan mendekati Avitha, membuat Avitha terpojok pada kap mobilnya. Saking dekatnya Galdin dengan dirinya, membuat Avitha dapat merasakan hembusan nafas dari mulut Galdin.
“Eh kak, bisa munduran dikit?” Tanya Avitha pada Galdin.
Galdin menggeleng, langkahnya semakin mendekat pada Avitha, “Lo siapa?” Tanya Galdin sekali lagi.
“Gue Pika kak, mundur dikit kak.” Pinta Avitha yang masih tak digubris ucapannya.
“Lo siapa?” Selidik Galdin seraya menyipitkan matanya menelisik seluruh wajah Avitha.
Merasa kesal pada Galdin, Avitha meletakkan jari telunjuknya pada hidung mancung lelaki di depannya, dengan sekali dorongan Galdin langsung menjauh.
“Gue tanya sekali lagi, lo siapa?”
“Gue Pika ih.”
“Di sini, di Indonesia cuma nyediain kalung itu lima buah. Jadi lo dapet dari mana itu kalung?” Selidik Galdin.
Avitha melupakan kalung yang dia pakai, biasanya Avitha akan memasukkannya ke dalam baju namun dia lupa untuk hal itu.
"Gu - gue beli sendiri lah." Gugup Avitha semakin membuat Galdin curiga.
"Kayaknya gue kenal deh." Ucap Galdin mendekatkan dirinya kembali pada Avitha.
"Siapa eh?" Tanya Avitha gugup.
"Lo Vika kan?"
“Gu – gue beli sendiri lah.” Balas Avitha semakin gugup karena tatapan tajam dari Galdin.
Galdin menatap mata Avitha tajam, ‘DEG’ tatapan yang Galdin berikan melembut membuat Avitha merasa sedikit lebih tenang.
“Kayaknya gue kenal.” Ucap Galdin seraya meraih bandul kalung yang di pakai Avitha, dan mengeluarkan bandul kalung miliknya dari dalam kaos hitam polosnya.
Kedua bandul itu bertemu, jika dipasangkan bandul mereka sangat pas milik Avitha berbentuk mahkota raja yang di tengahnya terdapat bolongan yang bentuknya menyerupai mahkota milik ratu dengan ukuran kecil yang dimiliki Galdin.
‘I got you Pow’ Batin Galdin sambil tersenyum.
“Lo Vika kan?”
“Gue Pika bukan Vika, V not P.” Balas Avitha dengan cepat.
“Gue bener, lo Vika alias Avitha. Cewek dengan segala kecerobohannya yang kedua kalinya nabrak gue. Pertama, lo nabrak gue di parkiran Toko Kue nyokapnya Zacky. Posisinya lo ada—“ “Stop it Xel!” Ucapan Galdin dipotong Avitha, hal itu membuat Galdin tersenyum sinis seraya menatap Avitha.
“See, lo itu Avitha yang berubah jadi Pika si gadis cupu.” Ledek Galdin.
“Lo mau apa?” Tanya Avitha langsung.
“Lo harus tanggung jawab.” Enteng Galdin.
“Gak, gak mau gue.” Geleng Avitha.
“Terserah, berarti gue bakal bongkar di depan anak sekolah lo siapa Pika sebenarnya.” Ancam Galdin.
“Ish, lo mah gitu mainnya ngancem.”
“Suka-suka gue lah, jadi gimana? Kalo engga ya gue cabut dulu. Tunggu kabar baiknya besok di sekolah.”
“Eh gak bisa gitu, “ Ucap Avitha menghentikan langkah Galdin yang sudah menjauh.
“Sini dulu ih.” Pinta Avitha pada Galdin sambil melambaikan tangannya.
“Siapa yang butuh sih?”
“Ck, iya – iya gue yang butuh.” Balas Avitha sambil berjalan menghampiri Galdin, “Jadi gue harus gimana?” Lanjutnya saat sampai di depan Galdin.
“Lo harus ikutin perintah gue selama dua bulan penuh.” Titah Galdin.
Avitha menatap Galdin jengah, “Kok lama banget sih, seminggu deh.”
“Ga.” Jawab Galdin menggeleng.
“Seminggu tiga hari?” Mohon Avitha seraya menatap Galdin penuh cinta, mengharapkan belas kasihan dari Galdin.
“Gak usah masang wajah gitu, pokoknya dua bulan.”
“Seminggu empat hari?” Pinta Vika semakin memajukan wajahnya ke depan untuk merayu Galdin, tak lupa dengan senyuman ciri khas yang dia keluarkan.
Galdin menyilangkan kedua tangannya di d**a, menatap Avitha dengan tajam. “ga.”
“Sebulan deh.” Pinta Avitha sedikit putus asa , membuat Galdin mengangguk setuju.
“Ish, tau gitu nawar dua minggu aja.” Ucap Avitha kesal.
Galdin tertawa melihat gadisnya merenggut kesal, “Lo gak ada bakat buat tawar – menawar.”
“Berisik lo.” Jutek Avitha.
“Udah gak usah cemberut gitu, mana sini kunci mobil lo.” Pinta Galdin.
“Mau ngapain lo?”
“Mau gue jual buat beli boneka panda yang gede.” Ucap Galdin.
“Enak aja lo, ish ya.” Sentak Avitha sambil mencubit perut Galdin.
“Lo gak suka ya?” Tanya Galdin menjadi sedikit murung.
Avitha menatap Galdin heran, “Eh lo kenapa? Kok jadi sedih sih, sakit ya gue cubit?”
“Pow!” Lirih Galdin sedih, matanya mengabur, Avitha melihat Galdin menangis di hadapannya.
“Pow! Peluk.” Ucap Galdin menundukkan kepalanya.
Avitha kebingungan, kenapa Galdin menangis dan memanggil nama seseorang.
“Galdin kenapa? Inget Pow ya? Emangnya siapa dia?” Tanya Avitha sedikit kepo.
Galdin tidak menjawab, dia semakin menundukkan wajahnya, kedua jari telunjuknya dia satukan.
Avitha yang tidak tega melihat Galdin menangis menarik tubuh Galdin ke pelukannya.
Di pelukan Avitha, Galdin merasakan ketenangan. Pelukan inilah yang selalu dia rindukan, pelukan ini juga yang mengingatkan dia pada sosok gadis kecil yang sangat amat dia cintai.
“Lo gue anterin ya Xel.” Ucap Avitha mengajak Galdin menuju mobil.
“Sebentar aja.” Pinta Galdin merekatkan pelukannya.
Tak sampai lima detik, Galdin menghempaskan pelukannya. Dia menatap Avitha tajam, seolah Avitha telah menyentuh barang berharga miliknya.
“Ngapain lo meluk gue?” Sinis Galdin.
Avitha kaget dengan penuturan Galdin, ‘lah? Kenapa ni bocah?’ Batin Avitha bertanya-tanya.
“Heh Bunglon! Seenaknya bilang gue meluk lo, yang ada lo yang meluk gue sambil nangis kayak anak kecil.”Balas Avitha tak kalah sinisnya dari Galdin.
“Ngeles aja lo, mana sini kunci mobil.” Titah Galdin sambil merebut kunci yang sedang Avitha pegang.
Avitha masih belum sadar saat Galdin merebut kunci mobil darinya, dia masih bingung dengan lelaki itu. Batinnya selalu bertanya, ‘kenapa Galdin, pertama dia senyum gak jelas, tiba – tiba sedih, nangis, terus apa tadi kenapa marah secara tiba – tiba?’
“AVITHA SI POWL GUE KEMANA?” Teriak Galdin membuat Avitha tersadar kembali.
“Powl siapa lagi sih?” Kesal Avitha pada Galdin.
Galdin yang sudah berada di dalam mobil, kembali keluar menghampiri Avitha.
Avitha menatap Galdin di hadapannya dengan tatapan semakin bingung, lelaki itu kembali memasang muka sedih pasti sebentar lagi Galdin menangis batin Avitha.
“Avitha, kalo si Powl ilang nanti aku dimarahin ibunya.” Ucap Galdin ketakutan.
Avitha mengacak rambutnya kasar, “Lo tenang dulu Xel, jelasin sama gue siapa si Powl?”
“Anak anjing yang tadi ih.” Rengek Galdin manja.
“Oalah, gue kira siapa jir.” Kesal Avitha.
‘Gukk’
“Eh itu si Powl Vik.” Seru Galdin saat melihat anak anjing miliknya.
“Galdin aneh.” Gumam Avitha saat melihat Galdin mengejar anak anjing itu dengan sangat gembira.
-
“Hi! I miss you, i know you don`t miss me too.“ Lirih Avitha seraya menatap selembar foto yang berada di tangannya, air matanya hampir tumpah jika dia tidak mengusapnya, “But no problem, i`m strong.” Lanjutnya sambil terus mengusap lembaran foto itu.
“Kamu pasti tingginya ngalahin aku, haha iyalah aku kan gak nyampe 160 cm. Pasti kamu kayak tiang listrik naanti, tapi awas ya kalo ketemu kamu jangan ngeledek aku.” Tawa Avitha disela kesedihannya.
“Kamu tau gak? Tadi aku ketemu lagi sama cowok itu, masa dia manggil aku Pow sih kayak panggilan kamu ke aku. Terus dia nanyain kalung pemberian kamu, dia masangin bandulnya sama punya dia terus cocok gitu ---“ Ocehan Avitha terhenti, “Eh bentar, kok gue baru sadar ya.”
Avitha menelisik kembali selembar foto yang menampilkan wajah seorang anak laki – laki, “kamu bilang satu seri nya Cuma ada satu pasang, jangan bilang kalo kamu Galdin.”
`DEGG`
“Astaga! Avitha lo bodoh banget sih, aaaa mama aku ketemu cinta pertama Avitha lagi aaaa.” Teriak Avitha senang, saking senangnya dia melompat – lompat di atas ranjang.
“Aaaaa pantesan Galdin bilang mau beliin gue boneka panda, ternyata dia mau nepatin janjinya. Aaaaaaa, gue bahagia.” Teriak Avitha semakin gaduh.
`Tok – Tok – Tok’
“Sayang, anak paling cantiknya mama. Kenapa teriak – teriak?” Teriak seseorang di balik pintu kamar Avitha.
“Avitha gak papa ma, mama ngapain ikutan teriak?”
“Mama juga gak papa kok sayang, “ Balas Dina ibu Avitha seraya berteriak, “Eh iya sayang, ini ada yang nyariin kamu.”
“Siapa ma?” Tanya Avitha sambil membuka pintu.
“Yoga.” Balas sang mama cuek.
“Yoga siapa ma?”
“Yo ga ada yang nyariin orang kamu gak punya pacar, hahahaha.” Ledek Dina menertawakan anaknya, seraya pergi meninggalkan Avitha yang tengah dilanda kekesalan.
“Inget Vik, itu nyokap lo.” Ucap Avitha berusaha sabar saat mama nya menjahilinya.
‘BRUKK’
Pintu ditutup paksa Avitha, membuat mamanya kembali meneriakinya. “Kalo pintunya rusak, kau gak dapet jajan satu bulan.”
“Terserah ma, terserah.” Teriak Avitha tak kalah kencangnya.
Avitha sudah tidak mood melakukan apa – apa, “padahal tadi rencananya mau nonton drakor, aish.” Umpat Avitha.
Baru saja Avitha merebahkan tubuhnya di kasur kesayangannya, tiba – tiba, “Avitha sayang, turun nak. Ada Dino datang.” Teriak Dina kembali.
“Lagi ?” Gerutu Avitha.
“Dino apa ma? Dino saurus hah? Basi tau ma.” Balas Avitha.
“Bukan sayang, ini beneran Dino.”
“Terserah mama deh, mau Dino atau siapapun terserah.” Sahut Avitha dengan malas.
Dina tidak menyahut, mungkin mamanya sudah menyerah karena gagal menjahilinya kembali. Pikir Avitha.
`CLIKK`
Pintu kamar Avitha terbuka, tapi pemilik kamar itu mengacuhkan siapa yang membukanya, dia memilih asyik memainkan game yang ada di handphone nya.
Tanpa melihat siapa yang datang Avitha berkata, “mau apa lagi sih? Gak bosen apa jailin Vika terus?”
“Ma – maaf.”
“Eh, lo ngapain disini?”
“Ma – maaf.”
“Eh, Galdin.” Gumam Avitha.
Avitha terkejut melihat siapa yang datang ke kamarnya, di ambang pintu Avitha melihat Galdin berdiri dengan pakaian kasualnya. Wajah lelaki itu memerah seperti menahan tangis yang sebentar lagi meledak.
‘gawat.’ Batin Avitha buru – buru bangun dan memeluk Galdin, berusaha untuk menenangkan lelaki yang sangat mengganggu pikirannya itu.
“Pou ngusir Dino ya?” Cicit Galdin di sela pelukannya dengan Avitha, “Pou enggak mau Dino di sini ya, ya udah Dino pergi lagi.”
Avitha menggeleng, mengusap punggung Galdin, “Enggak kok, aku kira mama yang dateng, eh taunya kamu yang dateng.”
Galdin melepaskan pelukannya, menatap Avitha sangat dalam. “Tadi mama kamu udah manggil kamu, tapi kamu gak mau turun.” Ucap Galdin dengan muka yang cemberut.
Avitha tersenyum kikuk, “hehe, tadi mama jailin aku terus. Jadi aku acuhin lagi aja, tadi ngiranya lagi dijailin lagi.”
“Oooo.” Ucap Galdin acuh seraya menggeserkan tubuh Avitha yang menghalangi pandangannya, matanya mengedar menelisik seluruh penjuru kamar Avitha.
Tanpa babibu, Galdin memeluk Avitha kembali dengan begitu erat. Lelaki itu kembali menangis, namun suara tangisnya teredam oleh leher Avitha.
“Eh, kok nangis lagi?” Kaget Avitha.
Galdin tidak menjawab, tubuhnya semakin bergetar akibat menahan tangisannya. Perlahan tangan Avitha mengusap punggun Galdin dengan halus.
“Pou gak tahu perjuangan Dino buat nyari Pou, Dino kelimpungan nyariin Pou pas waktu itu.” Ucap Galdin sesenggukan, “panggilnya ganti ya, aku manggil Vika aja.” Lanjutnya.
Tanpa Galdin ketahui, Avitha tengah tersenyum mendengar penuturan lelaki yang di pelukannya.
“Iya boleh, aku tahu kok gimana perjuangan kamu selama tiga tahun nyari aku, kan ada Zacky yang selalu cerita tentang sahabatnya yang sangat bucin satu itu. Nih ya kalo lagi ceritain kamu tuh, Zacky suka manggil nama kamu Dinosaurus loh. Haha” Tawa Avitha pecah, “Awalnya aku enggak tahu kalo yang suka Zacky ceritain tuh kamu. Apalagi kan Zacky bilang temannya itu tinggi, putih terus ganteng, kan beda banget sama kamu yang dulu.”
Galdin melepaskan pelukannya, “Cih, kamu masih sama ya Vik. Terus si Zacky cerita apa aja?”
“Banyak.” Ketus Avitha merasa kehilangan saat pelukannya terlepas.
`DRRT`
Ponsel milik Avitha berdering, menandakan ada panggilan masuk membuat Avitha menjauh dari Galdin.
“Kok pake ngejauh segala.” Ketus Galdin.
Seusai mengangkat telponnya Avitha kembali menghampiri Galdin, Avitha mengacuhkan Galdin dia kembali membawa buku yang sempat tadi dia baca dan tiduran di kasur besar miliknya.
Galdin menatap Avitha curiga, “Siapa?” Tanya Galdin.
Avitha mengernyit heran, “Siapa apanya?”
“Yang nelpon ih.” Jelas Galdin.
“Oh.” Sahut Avitha yang sibuk dengan bacaannya.
“Gitu doang?” Tanya Galdin kesal, lalu menyamakan posisinya dengan Avitha yang sedang rebahan.
“Zacky.” Ucap Avitha.
“Kenapa sama si Zacky?” Ketus Galdin yang masih kesal.
Avitha menatap Galdin dari samping, “Ck, yang nelpon gue si Zacky.”
“Oh.” Sahut Galdin yang kini tengah sibuk memainkan daun telinga milik Avitha.
“Gitu doang?” Tanya Avitha yang terkena boomerang dirinya sendiri.
“Ish, geli Xel.” Protes Avitha seraya berusaha melepaskan tangan Galdin dari telinganya.
“Ga mau.” Geleng Galdin, “Ini tuh enak, kenyel tau. Haha” Lanjut Galdin dengan tawanya.
“Nanti Vika nangis kalo kelamaan geli gini Xel, lepas ya.” Pinta Avitha.
Galdin mengangguk patuh, kedua tangannya ia jauhkan dari telinga Avitha.
“Btw, lo tau dari mana rumah gue Xel?” Tanya Avitha membuka pembicaraan kembali.
“Tetangga.” Singkat Galdin.
“Maksudnya?” Tanya Avitha tak mengerti.
“Ya tetangga lah, gue tetangga baru lo di sini. Tadinya mau nganterin kue buatan mama ke sini, gue gak tau kalo pemilik rumah ini tuh om Deni, pas tante Dina buka pintu gue kaget sih.”
“Terus gimana?” Kepo Avitha
“Awalnya tante Dina gak ngenalin gue, tapi untungnya gue punya beberapa kode sama tante Dina.” Jelas Galdin.
“Apaan tuh kodenya?” Selidik Avitha semakin terlihat kepo.
“Rahasia.” Cuek Galdin.
Avitha kesal mendengar jawaban yang Galdin berikan, “Udah kan?” Tanya Avitha.
“Apanya?” Tanya Galdin.
“Nganterin kue nya.” Sahut Avitha, membuat Galdin mengangguk iya.
“Ya udah sana, gue mau tidur.” Usir Avitha, “Gak usah cengeng, jelek.” Lanjut Avitha sebelum melihat Galdin menangis kembali.
Galdin yang mendengarnya mengendikkan bahu acuh, “Siapa juga yang cengeng.” Ucapnya sinis, seraya pergi meninggalkan Avitha sendiri di kamar.
Setelah pintu tertutup Avitha menegakkan tubuhnya, “Astaga, apaaan tadi. Aaaaa mama, dia beneran Dino? Ya ampun, si gendut itu kenapa jadi ganteng. Aaaaaa, bener kata lo Zack temen lo yang satu itu ganteng nya kebangetan.” Seru Avitha girang seraya meloncat di atas kasur.
Tanpa Avitha sadari, Galdin belum meninggalkan kamar Avitha sepenuhnya. Lelaki itu masih berdiri menghadap pintu kamar milik Avitha, menempelkan telinganya pada pintu, perlahan bibirnya berkedut menahan senyum.
“Apa gue bilang, si gendut ini bakal bikin lo tergila – gila.” Gumam Galdin sebelum melenggang pergi mencari calon mertua nya untuk berpamitan.
~
Siang sudah berganti menjadi malam, kini Avitha tengah duduk melingkar bersama keluarganya di ruang tamu. Mereka berencana untuk memainkan sebuah permainan, mereka duduk mengelilingi satu buah tablet berukuran seperti buku yang menampilkan permainan yang sedang populer saat ini.
“Semua yang kalah maen Ludo harus traktir belanjaan Avitha bulan ini ok.” Tegas Avitha.
“Kalo Sam menang, harus jajanin Sam tiap hari di McD.” Ucap Samuel kakak Avitha.
“Pokoknya kalo mama menang harus dapet hadiah yang bermerk.” Ucap Dina, membuat semuanya melirik tajam padanya, "kayak GUCCI, CHANEL sama DIOR oke."
“Pilihan kalian gampang semua, giliran papa.“ Ledek Deni, “ Kalo papa yang menang, persiapkan diri kalian untuk menjadi kakak yang baik ok?” Lanjutnya dengan senyuman licik, “Deal ya.” Pintanya.
Avitha dan Samuel serentak memprotes, “No!”
“Udah cukup Sam ngurus ni anak yang satu pah.” Protes Sam.
“Dih, gue engga minta di urusin sama lo.” Balas Avitha sinis, “Ih papa sama mama udah tua tau, masa mau nambah lagi.”
Dina terkekeh, “Papa masih kuat kok Vik. Ya kan Pa?” Tanya Dina dengan genit.
“Cukup sudah, Vika gak mau liat kalian bermesraan oke. Cepet mulai bang.” Titah Avitha pada Sam.
Hampir setengah jam berlalu, pertarungan hampir berakir. Pion milik Avitha dan Deni tinggal membutuhkan satu langkah lagi untuk menang. Berbeda dengan Pion milik Sam dan Dina yang tengah saling mengejar untuk membunuh satu sama lain.
Dalam hati Avitha tak henti - hentinya merapalkan Do`a, kemenangan sudah di depan matanya.
`TRING`
“Tidaaaaaaaaaaaaaaak” “Yesssss” Teriak Avitha dan Deni barengan.
“Asyik jadi bikin dedek nih ma.” Senang Deni sambil memeluk istrinya, lalu beranjak membawa Dina meninggalkan anak - anaknya.
“Ish, padahal kan selangkah lagi gue bisa belanja sepuasnya.” Gerutu Avitha sangat kesal.
“Lo kok kalah sih dek, harusnya lo yang menang.” Protes Samuel karena kekalahan adiknya.
“Gue kan ga bisa gimana - gimana bang, gue cuma pencet dadu nya doang. Kalo dadu nya nyata baru bisa gue curangin tuh si papa.” Sahut Avitha tak kalah kesal.
“Iya sih lo bener.”
`DRRRT`
Avitha menatap ponselnya sebentar sebelum mengangkat panggilan telpon di ponselnya, “siapa nih telpon malam gini.”
‘Halo Avitha!`
“Iya ini gue, maaf lo siapa ya?” Tanya Avitha.
`Gue Delva temennya Lior sama Rey, eh maksud gue Galdin sama Zacky.’
“Iya terus?”
`Lo bisa dateng gak? Zacky sama Galdin mabuk, gue bingung mau minta tolong siapa lagi. Adik si Galdin lagi gak di Bandung, jadi gue telpon lo aja.’
Avitha menghela nafas kasar, “Kirim alamatnya ke gue.”
“Siapa dek?” Tanya Sam.
“Temen bang.”
“Sejak kapan lo punya temen.”
“Sejak lo kepo ngurusin hidup orang bang, “ Balas Avitha seraya membuka paksa hoodie yang di pakai Sam, “Gue berangkat dulu, pinjem mobil juga ya.” Ucap Avitha seraya mengambil kunci mobil milik Sam yang tergeletak di meja lalu pergi meninggalkan Sam yang masih kebingungan.
“Jangan kasih tau mama bang, “ Teriak Avitha di ambang pintu, “Gue tidur di apartemen kok.” Lanjut Avitha sebelum menghilang di balik pintu.
“Aish bocah itu.” Gumam Samuel.
~
“Maaf dek, anak kecil gak boleh masuk ke sini.”
“Saya bukan anak kecil pak, jadi biarin saya masuk.”
“Ga bisa dek, lebih baik kamu pulang sebelum mama kamu nyariin.”
“Saya bukan anak keci bapak.”
“Biarkan dia masuk, dia bareng gue.”
“Eh?” Kaget Avitha.
Sepeninggal Avitha pergi, Samuel menyadari kelakuan adiknya yang sedikit mencurigakan. Dia pergi ke kamar Avitha, mencari kunci mobil milik adiknya itu lalu memasuki kamarnyauntuk mengambil jaket berniat mengikuti kemana perginya adiknya itu.
Dengan kecepatan penuh, Sam berhasil mengekori mobil yang di tumpangi adiknya itu.
“Anak itu udah gila kali ya, kebut – kebutan tengah malam segala.” Protes Sam yang sempat kehilangan mobil Avitha, “Awas aja kalo mobil gue sampe lecet.” Lanjtunya.
Selang beberapa menit, mobil yang Avitha kendarai berhenti tepat di depan sebuah Club, membuat Sam mendadak menginjak rem agar tidak terlalu dekat dengan mobil Avitha. Hal itu semakin membuat Sam curiga dengan kelakuan adiknya itu, dengan tampang ketakutan Avitha bergerak mondar –mandir di depan mobil.
“Gue ikutin lo kali ini dek, awas kalo macam – macam.” Gumamnya sambil memperhatikan gerak –gerik Avitha yang terlihat gelisah.
Terlihat Avitha yang hendak masuk ke dalam Club, tapi langkahnya di hentikan oleh security di sana.
“Maaf dek, anak kecil gak boleh masuk ke sini.” Ujar salah satu security pada Avitha.
“Saya bukan anak kecil pak, saya kesini mau jemput suami, jadi biarin saya masuk.” Balas Avitha dengan spontan.
“Saya gak percaya ah dek, masih kecil gini paling juga kamu masih SD tingkat akhir kan?” Tanya Secutrity itu, “Soalnya anak saya segede kamu.”
Avitha memandang sengit lelaki di depannya itu, “Saya. Sudah. Besar. Dan saya sebentar lagi masuk SMA, udah lah pa biarin saya masuk. Kasian suami saya. “
“Ga bisa dek, lebih baik kamu pulang sebelum mama kamu nyariin. Husshh sana!” Usir security.
“Saya bukan anak kecil bapak security yang terhormat.” Protes Avitha seraya membungkukukkan badannya, lalu tanpa aba – aba Avitha menerobos masuk menderong tubuh security itu. Namun sayang, security itu sangat kuat membuat Avitha meronta - ronta saat security yang lainnya hendak menyeret dirinya.
“Biarin dia masuk, dia bareng gue.” Titah seseorang di belakang Avitha, membuat security itu langsung melepaskan tangan Avitha dengan cepat, “Siap bos!”
“Eh?” Kaget Avitha saat memutarkan badannya hendak mengucapkan terima kasih pada seseorang yang telah menolongnya.
Avitha mendapat pelototan tajam dari orang di depannya, hal itu membuat Avitha cengengesan begitu saja.
“Bos kenal sama itu cewek?” Tanya salah satu security.
“Kagak.” Ketus seseorang yang di panggil bos, setelah itu dia masuk ke dalam meninggalkan Avitha dan security, sampai terdengar sebuah teriakan, “Bawa dia ke ruangan gue, jangan sampe ada yang nyentuh adek gue sedikit pun.” Teriak lelaki itu.
'Katanya gak kenal, tapi ngakuin gue adiknya.' Gerutu Avitha kesal.
“Lo adeknya ya?” Tanya security yang masih sangat terlihat muda dan tampan.
“Iya, minggir lo.” Sinis Avitha sambil mengibaskan rambutnya, dia berjalan masuk ke dalam yang langsung diikuti security.
Avitha berbalik dan menunjuk salah satu security, “Heh tampan! Tunjukin jalannya.” Titah Avitha seraya mengedipkan sebelah matanya genit.
Melihat aksi konyol adik dari bosnya itu membuat mereka tertawa terbahak – bahak, apalagi saat melihat Avitha berjalan dengan gaya seperti model.
“Tu bocah konyol ya.” Tawa seorang security yang mengikuti Avitha dari belakang, Avitha mendengarnya lalu berbalik dan menatap lelaki itu tajam, “Ish kalian itu ya, tampang doang yang bagus, sikapnya gak ada bagusnya.” Protes Avitha.
Security tadi hendak membalas Avitha, namun di hentikan oleh suara seseorang. “Kamu kok disini sayang, ngapain?” Tanya seorang lelaki yang baru datang langsung memeluk tubuh kecil Avitha.
Avitha tak bisa melihat siapa yang memeluknya, tapi dia mencium aroma yang menempel di tubuh lelaki yang memeluknya itu. “Galdin.” Gumam Avitha hanya terdengar oleh Galdin.
Pelukan Galdin pada Avitha di lepas paksa oleh security, mereka hendak memukul Galdin. Avitha yang melihat langsung menghentikannya, “Eh jangan di pu – kul” ‘GREB` Ucapan Avitha terpotong saat seseorang kembali memeluk dirinya.
“Eh ada cintaku datang, pasti mau jempun Zacky ya.” Ucap lelaki yang memeluk Avitha, ternyata dia Zacky.
Melihat Avitha di peluk oleh Zacky, seketika kesadaran Galdin muncul. Dia berontak melepaskan cekalan pada tangannya, dengan jalan sempoyongan dia menghampiri Avitha lalu mendorong Zacky agar terlepas dari Avitha. Zacky yang belum sadar langsung tersungkur ke lantai, Avitha yang terkejut melihat Zacky tersungkur, tiba – tiba Galdin hendak mencium pipinya, namun Avitha malah menoleh ke depan membuat bibir Galdin menempel tepat di bibir milik Avitha .
Seketika Avitha tersadar, dia mendorong tubuh Galdin yang masih sempoyongan. Sama dengan Zacky, Galdin pun terjengkang ke belakang.
Avitha menghela nafas kasar, “kalian bawa mereka ke ruangan si Sam juga.” Titah Avitha pada security yang sedang mencekal kedua teman Avitha. “Tunjukin jalannya lagi tampan.” Lanjut Avitha dengan sedikit godaan seraya berjalan membuat security itu kembali terkekeh pelan.
~
Keesokan harinya Sam memberi hukuman kepada Avitha, Galdin dan Zacky. Kini mereka tengah berada di gudang belakang rumah Avitha dan Sam, banyak perabotan yang sudah tidak di pakai berserakan di gudang, tak lupa juga kecoa dan tikus berlarian kesana kemari.
“Gue mau bikin tempat ini jadi tempat maen gue, segede gini kayaknya bisa muat buat satu meja billiard, mesin basket, tempat musik, meja tenis, terus buat gue olahraga juga mm oh iya sama tempat buat ngegame. Lumayan kan buat nongkrong sama temen – temen.” Ucap Sam.
“Terus apa hubungannya sama kita – kita?” Tanya Avitha.
Sam memasukkan tangannya pada saku celananya, “gue mau kalian renovasiin gudang ini, semua biaya gue yang tanggung.”
Galdin dan Avitha tercengang, “What? Ini tempat gede banget bang, mending gue nyumbangin dana aja deh.” Pinta Galdin diangguki Zacky dan Avitha.
Samuel menggeleng, “Gue masih sanggup kok soal dana.” Tolak Sam dengan gaya so cool nya.
“Udah cepet – cepet, gak mau tau pokoknya besok lusa harus bisa di pakai” Titah Sam langsung meninggalkan mereka yang tengah menatap Sam dengan tatapan seperti ingin membunuh lelaki itu.
“SAMUEEEEL!” Teriak Avitha, Zacky dan Galdin barengan.
“Aish, pokoknya Vika gak mau tau kalian harus beresin itu berdua.” Titah Avitha.
“Gak bisa gitu lah, lo juga dihukum.” Protes Galdin.
“Ga, siapa suruh kalian pake acara mabuk segala heh?” Sentak Avitha pada Galdin dan Zacky.
“Siapa suruh lo pergi kesana sih?” Sahut Zacky menggusar rambutnya kasar.
“Ada yang telpon gue, katanya kalian mabok ish.” Ucap Avitha.
“Siapa sih? Lagian kan yang tahu nomor lo cuma gue sama Galdin doang ya kan Xel?” Tanya Zacky memastikan tanpa menoleh pada temannya itu.
Galdin tidak menjawab, dia merasa dibentak oleh Avitha, tiba – tiba Galdin menunduk. Hal itu membuat Avitha dan Zacky melihatnya frustasi.
“Sialan lo Xel, ngapain nangis sih.” Umpat Zacky.
“Aduh Galdin, jangan nangis dong. Maafin gue ya, gue gak sengaja, padahal kan niatnya gue mau bentak Zacky doang.” Ucap Avitha sambil menenangkan Galdin.
Zacky merengut kesal, “Lo curang, pilih kasih ah.” Ucapnya seraya duduk di samping Galdin.
“Diem dulu lo Zacky,” Umpat Avitha yang tengah berusaha menghentikan tangis Galdin yang malah semakin kencang seperti tangisan bayi.
“Eh kok nangis lagi, ya ampun.” Ucap Avitha terdengar lelah, membuat Galdin melepaskan pelukannya.
Galdin melepaskan pelukannya secara kasar, dia menatap Zacky tajam. “Minggir.” Titah Galdin sambil menyeka air matanya.
“Hah?” Tanya Zacky bingung.
“Minggir ih Zack, lo nginjek si bungsu.” Ringis Galdin kesal, kakinya yang hanya memakai sandal jepit pun di injak oleh Zacky yang memakai sepatu bot gede.
Zacky menunduk melihat sepatunya, pandangannya beralih menatap Galdin. “Hahaha bahasa lo yang bener, apaan si bungsu .” Tawa Zacky yang masih diam di posisi itu.
“Sialan lo, angkat sepatunya bego.” Umpat Galdin pada Zacky tak lupa dengan jitakan di kepala temannya itu.
Zacky mengangkat kakinya, menjauhi Galdin sebelum kena amuk temannya itu.
Galdin mengusap - usap ujung jari kelingking kakinya yang sedikit memerah, “Awas lo Zack, tunggu balasan dari gue.” Gerutu Galdin.
Berbeda dengan Galdin yang tengah kesal, Avitha hanya memandang kedua temannya itu sambil geleng – geleng kepala.
“Terima kasih telah menghadirkan mereka untukku, aku menyayangi mereka.” Gumam Avitha yang hanya bisa di dengar olehnya saja.
Suara bising jalanan perlahan terhalang oleh semilir angin malam, membuat pemuda yang memakai hoodie hitam itu semakin mengeratkan kupluk sweater miliknya, sudah hampir empat jam dia berdiri di salah satu atap g, pemuda itu adalah Galdin.
Galdin menutup matanya merasakan hembusan angin yang mengelus wajahnya, merenungkan semua yang sudah terjadi beberapa hari lalu. Ingatannya kembali pada saat pertemuan pertamanya dengan Avitha.