Avgld 4

4919 Words
  Flashback! “Galdin sayang, nanti bibi sama mama yang nganterin kamu sampe kelas ya, biarin papa yang nunggu di mobil ini.” Galdin kecil hanya mengangguk, tubuhnya bergetar gugup, tangannya basah, dan matanya bergerak tak nyaman. Hal itu membuat Lina mengusap – ngusap punggung Galdin untuk menenangkannya. “Kamu kenapa sayang? Ada yang mau kamu omongin?" Tanya Lina. “Nanti bakal ada yang mau temenan sama Galdin gak ya ma?” Tanya Galdin cemas. Lina tersenyum, “Ya ada dong sayang, kamu kan anak mama yang paling ganteng. Masa gak ada yang mau temenan sama kamu si.” “Mama yakin? Galdin kan gendut ma.” Rengek Galdin kecil, “Galdin gak mau sekolah ah ma, sekolah nya di rumah aja boleh?” Kali ini sang papa yang sedang menyetir mendadak tertawa, “aduh Galdin sayang kamu lucu banget ya, kamu anak siapa sih? “ “Galdin anaknya papa Lior dong” “Nah, berhubung kamu anak papa Lior yang pemberani kamu juga harus ikutin papa. Dengerin papa ya, mau kamu gendut atau jelek pun kamu bakal tetep punya teman, karena apa? Karena pertemanan itu enggak dilihat dari gimana bentuk fisik seseorang sayang.” Jelas Lior sedikit menggantung. “Tapi?” Tanya Galdin. “Tapi... Nanti papa lanjut... akan ada saatnya kamu mengetahuinya hal itu sayang.” “Ih papa kok setengah-setengah.” “Hahaha, udah sini cium dulu. Udah sampe.” Galdin menghampiri papanya saat turun dari mobil, papa nya ikut berjongkok menyetarakan tubuhnya untuk mencium jagoannya. “Galdin berangkat dulu pa.” Pamit Galdin kecil seraya berjalan beriringan dengan mama dan bibi menuju sekolah barunya , tepat hari ini dia berulang tahun yang ke tujuh, dan bersamaan juga dia masuk SD. Mereka sampai di kelas, semua bangku sudah terisi penuh membuat Galdin menunduk hendak nangis. Apa dia tidak akan jadi bersekolah karena tidak mendapat bangkunya. Batin Galdin. Tiba - tiba, Galdin dikejutkan dengan kedatangan seseorang di belakangnya. “Hallo!” Sapa gadis kecil seraya melambaikan tangannya tepat di depan wajah Galdin. Gadis itu yang menghampiri Galdin dan Lina sangat imut, dia sangat berani menyapa Galdin dan Lina, padahal baru pertama kali bertemu. “Halo sayang, imut banget sih namanya siapa?” Tanya Lina seraya berjongkok menyetarakan tingginya dengan gadis kecil itu. “Makasih tante, nama aku Piangka Poulil. Maafin Piangka ya, kalo tante kaget. Aku tuh enggak ada temen duduk tante, terus aku liat dia lagi nyari bangku. Kayaknya dia belum punya bangku ya tante? Gimana kalo dia duduknya bareng Piangka aja? Mau gak heh” Tanya gadis kecil bernama Avitha seraya menyenggol badan gemuk Galdin. Bukannya Galdin yang jatuh, tapi tubuh Avitha lah yang terpental membuatnya hampir tersungkur jika saja Galdin tidak langsung menahannya. "Ops, Piangka dipeluk cowok." Gumam Avitha tersipu malu. Lina tertawa melihat reaksi gadis kecil itu saat tubuhnya di tangkap oleh Galdin. Wajahnya terlihat memerah, “Ya ampun, kalian masih kecil sayang jangan gitu, sini sama mama Piangka nya. Panggilnya mama aja ok?” “Eh” Ucap Galdin menahan tangan Lina yang hendak menarik gadis kecil yang di tangkap, “mama pulang aja sama bibi, Galdin bisa sendiri kok.” “Kamu yakin sayang?” Tanya Lina pada Galdin. “Piangka yakin tan, eh mama kan ada Piangka di samping Exel. Hehe” Sahut Avitha dengan kedua tangannya mia kepalkan di depan d**a. “Galdin bukan Exel!” Protes Galdin membuat Avitha tertawa melihat Galdin yang terlihat kesal. “Iya A. X. E. L. Bukan E. X. E. L. “ Ledek Avitha yang semakin membuat Galdin menatapnya kesal, “Piangka pamit dulu ya mama, Exel nya mau Piangka bawa ya. Mau Piangka bungkus terus bawa kabur ke rumah Piangka.” Pinta Avitha diiringi kekehan darinya. “A bukan E!” Koreksi Galdin dengan aksen inggrisnya membuat Avitha mencebikkan bibirnya, “Emangnya Galdin nasi apa, main bungkus aja.” Protes Galdin. “Iyap betul, kamu gendut kayak nasi timbel yang suka di bawa mama kalo lagi piknik.” Kekeh Avitha semakin menjahili Galdin. “Mending Galdin kayak nasi timbel, dari pada kamu kayak Pou yang suka di hp Galdin. Wlee.” Sahut Galdin tak mau kalah. “Masa Piangka disamain sama game sih ma?” Rengek Avitha berniat mengadu pada mamanya Galdin. “Sudah ah, kalian jangan berantem lagi. Sudah sana masuk, mama mau pulang.” Pamit Lina setelah mengecup dahi Galdin diikuti dengan Avitha. Setelah kepergian Lina, Avitha dan Galdin bergegas menuju bangku milik Avitha. “Galdin duduk di sini ya, Avitha yang di sebelah sana deket tembok. Tapi kalo Avitha mau keluar Galdin geser dulu ya.” Oceh Avitha. “Hmm.” Sahut Galdin dengan nada dingin. Tiba – tiba ada yang menggebrak meja mereka, “Eh gendut awas kamu, dia harusnya duduk sama aku.” Protes anak laki – laki yang baru muncul. “Iyo kok gitu, Piangka kaget tau. Jangan marah – marah, kenalan dulu ini Galdin teman baru Piangka. Galdin ini Rio teman Piangka, sama tetangga Piangka juga.” Rio menatap Avitha dan Galdin bergantian , “Iyo kan mau duduk sama Piangka.” Ucap Rio marah. “Iyo kan udah sering maen sama Piangka, sekarang giliran Galdin yang duduk sama Piangka. Kasian Galdin gak punya temen, nanti kita ajakin main bareng ok?” Senyum Avitha kecil. “Iyo gak mau temenan sama si gendut.” Ledek Rio pada Galdin yang tengah menunduk. “Iyo kok jahat sih, kalo Iyo ledekin temen baru Piangka, Iyo gak boleh deket lagi sama Piangka.” Rio kecil berpikir sebentar, pandangannya menatap tajam Galdin. “Iya udah, Iyo mau main sama Piangka dan Galdin.” Putus Rio memeluk Galdin. "Kita temenan ya." Kekeh Avitha seraya memeluk Galdin dan Rio. Flashback OFF   Mata elangnya yang menutup tiba – tiba terbuka saat deringan telpon mengganggu dirinya yang sedang mengenang masa lalu. “Apa?” Tanya Galdin saat mengangkat panggilan. “Galdin iiihh, kamu kemana aja kok gak angkat telpon aku sih?” “Hmm.” Sahut Galdin. “Kamu dimana?” “Gue disini, gak kemana-mana.” “Iya kamu dimana?” “Ck, gue bilang di sini.” Putus Galdin mengakhiri sambungan telponnya. Saat telponnya terputus, ponselnya berdering kembali tapi dengan nomor berbeda. “Ganggu banget sih.” Oceh Galdin. Wajahnya sangat frustasi melihat penelpon yang dia beri nama ”My 8”  “Hm?” “Kamu dimana? Kok berisik banget sih?” “Bukan urusan lo.” “Kok gitu sih? Kamu kan pacar aku, pacarnya Lyidra.” “Pacar gue bukan cuma lo aja.” Putus Galdin. “Astaga, banyak pacar ribet juga ya.” Gerutu Galdin. Ponselnya kembali berdering, tanpa melihat siapa yang menelponnya Galdin asal mengangkat. “Siapa nih?” “Eits, sensi banget sih sayang. Ini aku Zacky, lo lagi dimana bro?” “Di rumah.” “Lo ga pandai bohong Galdinior Dino, tengok arah jam 9.” Galdin menoleh dan mendapati keberadaan Zacky yang tak jauh dari dirinya, bedanya Zacky tengah berdiri di gedung lain samping gedung tempat Galdin berdiri tepatnya itu gedung apartemen yang akan Zacky tinggali. “Lo ngapain sih jam segini di atap?” “Lo ngapain disana?” Tanya Galdin. “Malah nanya balik, gue disini mau cari angin.” “Nah itu” Kekeh Galdin, membuat Zacky menatapnya kesal. “Lo gak akan kesini Xel? Ada Avitha lagi pindahan.” Galdin memandang Zacky sebentar lalu berbalik menuju pintu, tak lupa mematikan sambungan telponnya,  “gue kesana.”   ~   Sesampainya di depan pintu apartemen milik Zacky matanya tak sengaja melihat Avitha yang tengah menangis sesenggukan dan meronta – ronta di dalam pelukan seorang laki-laki yang Galdin tidak ketahui. Tanpa pikir panjang, Galdin menghampiri Avitha dan lelaki yang membelakanginya itu, dia menarik kasar tubuh lelaki itu lalu tanpa melihat siapa orangnya Galdin langsung memberikan sebuah tinjuan. Melihat kejadian itu, Avitha kaget melihat Galdin memukul kakaknya, dia tak bisa berkata apapa saking syok nya.  “Galdin bego lo.” Umpat Zacky menghentikan Galdin yang tengah di selimuti kemarahan. Galdin marah saat perempuannya di peluk lelaki lain, cukup Zacky saja tidak untuk yang lain. “Lo?” Suara bising jalanan perlahan terhalang oleh semilir angin malam, membuat pemuda yang memakai hoodie hitam itu semakin mengeratkan kupluk sweater miliknya, sudah hampir empat jam dia berdiri di salah satu atap gedung tinggi di tengah kota, pemuda itu adalah Galdin. Galdin menutup matanya merasakan hembusan angin yang mengelus wajahnya, merenungkan semua yang sudah terjadi beberapa hari lalu. Ingatannya kembali pada saat pertemuan pertamanya dengan Avitha. Flashback! “Galdin sayang, nanti bibi sama mama yang nganterin kamu sampe kelas ya, biarin papa yang nunggu di mobil ini.” Galdin kecil hanya mengangguk, tubuhnya bergetar gugup, tangannya basah, dan matanya bergerak tak nyaman. Hal itu membuat Lina mengusap – ngusap punggung Galdin untuk menenangkannya. “Kamu kenapa sayang? Ada yang mau kamu omongin?" Tanya Lina. “Nanti bakal ada yang mau temenan sama Galdin gak ya ma?” Tanya Galdin cemas. Lina tersenyum, “Ya ada dong sayang, kamu kan anak mama yang paling ganteng. Masa gak ada yang mau temenan sama kamu si.” “Mama yakin? Galdin kan gendut ma.” Rengek Galdin kecil, “Galdin gak mau sekolah ah ma, sekolah nya di rumah aja boleh?” Kali ini sang papa yang sedang menyetir mendadak tertawa, “aduh Galdin sayang kamu lucu banget ya, kamu anak siapa sih? “ “Galdin anaknya papa Lior dong” “Nah, berhubung kamu anak papa Lior yang pemberani kamu juga harus ikutin papa. Dengerin papa ya, mau kamu gendut atau jelek pun kamu bakal tetep punya teman, karena apa? Karena pertemanan itu enggak dilihat dari gimana bentuk fisik seseorang sayang.” Jelas Lior sedikit menggantung. “Tapi?” Tanya Galdin. “Tapi... Nanti papa lanjut... akan ada saatnya kamu mengetahuinya hal itu sayang.” “Ih papa kok setengah-setengah.” “Hahaha, udah sini cium dulu. Udah sampe.” Galdin menghampiri papanya saat turun dari mobil, papa nya ikut berjongkok menyetarakan tubuhnya untuk mencium jagoannya. “Galdin berangkat dulu pa.” Pamit Galdin kecil seraya berjalan beriringan dengan mama dan bibi menuju sekolah barunya , tepat hari ini dia berulang tahun yang ke tujuh, dan bersamaan juga dia masuk SD. Mereka sampai di kelas, semua bangku sudah terisi penuh membuat Galdin menunduk hendak nangis. Apa dia tidak akan jadi bersekolah karena tidak mendapat bangkunya. Batin Galdin. Tiba - tiba, Galdin dikejutkan dengan kedatangan seseorang di belakangnya. “Hallo!” Sapa gadis kecil seraya melambaikan tangannya tepat di depan wajah Galdin. Gadis itu yang menghampiri Galdin dan Lina sangat imut, dia sangat berani menyapa Galdin dan Lina, padahal baru pertama kali bertemu. “Halo sayang, imut banget sih namanya siapa?” Tanya Lina seraya berjongkok menyetarakan tingginya dengan gadis kecil itu. “Makasih tante, nama aku Piangka Poulil. Maafin Piangka ya, kalo tante kaget. Aku tuh enggak ada temen duduk tante, terus aku liat dia lagi nyari bangku. Kayaknya dia belum punya bangku ya tante? Gimana kalo dia duduknya bareng Piangka aja? Mau gak heh” Tanya gadis kecil bernama Avitha seraya menyenggol badan gemuk Galdin. Bukannya Galdin yang jatuh, tapi tubuh Avitha lah yang terpental membuatnya hampir tersungkur jika saja Galdin tidak langsung menahannya. "Ops, Piangka dipeluk cowok." Gumam Avitha tersipu malu. Lina tertawa melihat reaksi gadis kecil itu saat tubuhnya di tangkap oleh Galdin. Wajahnya terlihat memerah, “Ya ampun, kalian masih kecil sayang jangan gitu, sini sama mama Piangka nya. Panggilnya mama aja ok?” “Eh” Ucap Galdin menahan tangan Lina yang hendak menarik gadis kecil yang di tangkap, “mama pulang aja sama bibi, Galdin bisa sendiri kok.” “Kamu yakin sayang?” Tanya Lina pada Galdin. “Piangka yakin tan, eh mama kan ada Piangka di samping Exel. Hehe” Sahut Avitha dengan kedua tangannya mia kepalkan di depan d**a. “Galdin bukan Exel!” Protes Galdin membuat Avitha tertawa melihat Galdin yang terlihat kesal. “Iya A. X. E. L. Bukan E. X. E. L. “ Ledek Avitha yang semakin membuat Galdin menatapnya kesal, “Piangka pamit dulu ya mama, Exel nya mau Piangka bawa ya. Mau Piangka bungkus terus bawa kabur ke rumah Piangka.” Pinta Avitha diiringi kekehan darinya. “A bukan E!” Koreksi Galdin dengan aksen inggrisnya membuat Avitha mencebikkan bibirnya, “Emangnya Galdin nasi apa, main bungkus aja.” Protes Galdin. “Iyap betul, kamu gendut kayak nasi timbel yang suka di bawa mama kalo lagi piknik.” Kekeh Avitha semakin menjahili Galdin. “Mending Galdin kayak nasi timbel, dari pada kamu kayak Pou yang suka di hp Galdin. Wlee.” Sahut Galdin tak mau kalah. “Masa Piangka disamain sama game sih ma?” Rengek Avitha berniat mengadu pada mamanya Galdin. “Sudah ah, kalian jangan berantem lagi. Sudah sana masuk, mama mau pulang.” Pamit Lina setelah mengecup dahi Galdin diikuti dengan Avitha. Setelah kepergian Lina, Avitha dan Galdin bergegas menuju bangku milik Avitha. “Galdin duduk di sini ya, Avitha yang di sebelah sana deket tembok. Tapi kalo Avitha mau keluar Galdin geser dulu ya.” Oceh Avitha. “Hmm.” Sahut Galdin dengan nada dingin. Tiba – tiba ada yang menggebrak meja mereka, “Eh gendut awas kamu, dia harusnya duduk sama aku.” Protes anak laki – laki yang baru muncul. “Iyo kok gitu, Piangka kaget tau. Jangan marah – marah, kenalan dulu ini Galdin teman baru Piangka. Galdin ini Rio teman Piangka, sama tetangga Piangka juga.” Rio menatap Avitha dan Galdin bergantian , “Iyo kan mau duduk sama Piangka.” Ucap Rio marah. “Iyo kan udah sering maen sama Piangka, sekarang giliran Galdin yang duduk sama Piangka. Kasian Galdin gak punya temen, nanti kita ajakin main bareng ok?” Senyum Avitha kecil. “Iyo gak mau temenan sama si gendut.” Ledek Rio pada Galdin yang tengah menunduk. “Iyo kok jahat sih, kalo Iyo ledekin temen baru Piangka, Iyo gak boleh deket lagi sama Piangka.” Rio kecil berpikir sebentar, pandangannya menatap tajam Galdin. “Iya udah, Iyo mau main sama Piangka dan Galdin.” Putus Rio memeluk Galdin. "Kita temenan ya." Kekeh Avitha seraya memeluk Galdin dan Rio. Flashback OFF   Mata elangnya yang menutup tiba – tiba terbuka saat deringan telpon mengganggu dirinya yang sedang mengenang masa lalu. “Apa?” Tanya Galdin saat mengangkat panggilan. “Galdin iiihh, kamu kemana aja kok gak angkat telpon aku sih?” “Hmm.” Sahut Galdin. “Kamu dimana?” “Gue disini, gak kemana-mana.” “Iya kamu dimana?” “Ck, gue bilang di sini.” Putus Galdin mengakhiri sambungan telponnya. Saat telponnya terputus, ponselnya berdering kembali tapi dengan nomor berbeda. “Ganggu banget sih.” Oceh Galdin. Wajahnya sangat frustasi melihat penelpon yang dia beri nama ”My 8”  “Hm?” “Kamu dimana? Kok berisik banget sih?” “Bukan urusan lo.” “Kok gitu sih? Kamu kan pacar aku, pacarnya Lyidra.” “Pacar gue bukan cuma lo aja.” Putus Galdin. “Astaga, banyak pacar ribet juga ya.” Gerutu Galdin. Ponselnya kembali berdering, tanpa melihat siapa yang menelponnya Galdin asal mengangkat. “Siapa nih?” “Eits, sensi banget sih sayang. Ini aku Zacky, lo lagi dimana bro?” “Di rumah.” “Lo ga pandai bohong Galdinior Dino, tengok arah jam 9.” Galdin menoleh dan mendapati keberadaan Zacky yang tak jauh dari dirinya, bedanya Zacky tengah berdiri di gedung lain samping gedung tempat Galdin berdiri tepatnya itu gedung apartemen yang akan Zacky tinggali. “Lo ngapain sih jam segini di atap?” “Lo ngapain disana?” Tanya Galdin. “Malah nanya balik, gue disini mau cari angin.” “Nah itu” Kekeh Galdin, membuat Zacky menatapnya kesal. “Lo gak akan kesini Xel? Ada Avitha lagi pindahan.” Galdin memandang Zacky sebentar lalu berbalik menuju pintu, tak lupa mematikan sambungan telponnya,  “gue kesana.”   ~   Sesampainya di depan pintu apartemen milik Zacky matanya tak sengaja melihat Avitha yang tengah menangis sesenggukan dan meronta – ronta di dalam pelukan seorang laki-laki yang Galdin tidak ketahui. Tanpa pikir panjang, Galdin menghampiri Avitha dan lelaki yang membelakanginya itu, dia menarik kasar tubuh lelaki itu lalu tanpa melihat siapa orangnya Galdin langsung memberikan sebuah tinjuan. Melihat kejadian itu, Avitha kaget melihat Galdin memukul kakaknya, dia tak bisa berkata apapa saking syok nya.  “Galdin bego lo.” Umpat Zacky menghentikan Galdin yang tengah di selimuti kemarahan. Galdin marah saat perempuannya di peluk lelaki lain, cukup Zacky saja tidak untuk yang lain. “Lo?” Sepulangnya Galdin dari rumah Avitha, Avitha memutuskan untuk menelpon Zacky. “Halo Vik, ada apa?” “Lo di mana Zack?” “Gue lagi di apart nih, lagi beresin barang – barang.” “Loh lo pindah sekarang?” “Iya Vik, soalnya nyokap sama bokap mau ke Surabaya besok. Jadi gue pindah kesini.” “Eh tungguin dong, gue mau kesana bantuin lo beres – beres.” Putus Avitha. Avitha beranjak dari kasurnya, “Untung gue udah mandi.” Saat membuka pintu, ada Sam berdiri di sana hendak mengetuk pintu kamar Avitha. “Dek mau ikut ke apartemen Zacky ga?” Tanya Sam. “Eh baru aja Avitha mau ajakin abang.” “Pantesan lo udah rapih,ya udah yuk ah.” Ajk Sam seraya berbalik. Di mobil. “Dek, abang mau nyewa apart juga. “ “Wah bagus dong bang, jadi bisa deketan sama gue.” Seru Avitha. “Bukan buat gue.” Ucap Sam. “Lah terus?” “Buat Fiona.” Avitha kaget, “What? Abang serius?” Sam mengangguk, “pasti lo belum tau ya dek, gue di jodohin sama tu nenek lampir.” “OMG bang, itukan cewek yang suka buli gue di sekolah.” Protes Avitha, “Lo juga ngapain mau – mau aja sih di jodohin sama Fiona. Dia itu cewwk gak bener bang, pokoknya gue gak mau punya kakak ipar kayak dia.” Lanjut Avitha. “Gue juga gak mau kali.” “Terus kalo gak mau kenapa gak tolak aja Bang?” “Papa itu terpaksa jodohin abang, soalnya kan bapa si Fiona itu bawahan papa, terus di perusahaan ada yang aneh sama keuangannya Ini juga gue lagi ngumpulin beberapa bukti buat bantuin papa.” “Oh gitu, bagus deh kalo papa udah tau.” Ucap Avitha, “Lo jangan mau kena rayuan si Fiona ya bang, gue gak suka sama dia soalnya.” “Iya dek.” Ucap Sam. – Sesampainya di apartemen milik Zacky, Avitha melihat lelaki itu malah sedang tertidur pulas di atas kursi. “ZACKYYYYYYY!” Teriak Avitha membuat Zacky langsung terbangun gara – gara teriakannya. “Dek udah malem.” Ujar Sam. “Ck dasar, ganggu banget sih.” Protes Zacky seraya berjalan menuju kamar mandi. “Lo kesempatan banget ya Zack, tau gue mau kesini lo malah enak – enakan tidur.” Gerutu Avitha seraya mengangkat dus yang berisi sepatu milik Zacky, kemudian menaruhnya berpasangan di rak sepatu. “Hm.” Gumam Zacky setelah keluar dari kamar mandi. “Lo sengaja tidur kan?” Gerutu Avitha dengan bibir yang sedikit dimajukan. “Emang, Wle.” Ledek Zacky. “Lo berdua berantem mulu sih.” Cibir Samuel. “Biarin!” Protes Avitha dan Zacky barengan. “Bete gue liatnya.” Gerutu Samuel. “Itu sih DL!” Ledek Avitha dan Zacky barengan. “Lo –“ Tunjuk Avitha seraya menatap Zacky sengit. Zacky menatap Avitha tak kalah sengit nya, “Apa?” “Sini lo kalo berani.” Teriak Avitha seraya memegang sapu. “Tangan kosong kalo berani!” Ledek Zacky. “Wah, nantangin gue lo?” Tanya Avitha seraya menjatuhkan sapu kemudian menyingsingkan lengan sweaternya ke atas. Zacky menatap Avitha dengan pandangan remeh, jari telunjuknya berada di depan wajahnya. “Sini lo.” Tantang Zacky seraya berjalan mundur. “Kok lo mundur sih? Cemen.” Ejek Avitha seraya terus melangkahkan kakinya menghampiri Zacky, “sini jangan banyak gaya elah.” Zacky semakin mempercepat langkah mundurnya, dia berniat untuk mendekati Samuel dan berlindung di belakangnya. Sementara, Samuel tengah menatap Avitha dan Zacky dengan pandangan kesal. “HEH” Bentak Sam kesal seraya menatap Avitha dan Zacky bergantian, “bisa diem gak sih.” Ketus Samuel sedikit menurunkan nadanya. Bentakan Samuel membuat Avitha dan Zacky langsung terdiam, mereka sama – sama menunduk. “Kenapa pada diem?” Sentak Sam. “Tadikatanyasuruhdiem.” Jawab Avitha dengan cepat kemudian langsung mengatupkan bibirnya kala Zacky menyenggolnya. “Bilang apa?” Tanya Samuel pada Avitha. Avitha menggelengkan kepalanya, “gak ada.” Dalam hati, ingin sekali Samuel menertawakan tingkah Avitha dan Zacky yang tengah berdiri kaku di depannya. Namun dia harus memberi pelajaran dulu kepada mereka berdua yang selalu saja berantem gara – gara hal yang sepele. “Loh kenapa nunduk?” Tanya Samuel. Avitha dan Zacky menunduk seraya beradu tatap, saling menyalahkan. “Zacky yang salah bang, dia mulai duluan bukan Vika.” Cicit Avitha enggan menatap mata milik Sam, menurut Avitha abangnya itu kalo sedang marah seperti harimau yang siap menerkam mangsanya. “Lo lah yang salah, lo mulai duluan.” Bantah Zacky. “Lo ih!” “Lo Avitha, LO!” Tunjuk Zacky. “LO” “LO” ‘BRAKK’ Samuel menggebrak meja yang berada di dekatnya, hal itu membuat Avitha dan Zacky terkejut. “Ulangi, siapa yang salah?” Tanya Sam semakin emosi. “Vi – anka bang.” Ucap Avitha menyalahkan dirinya. Zacky menggeleng tak terima, “Bukan bang, itu salah gue.” Lirih Zacky. “Enggak kok, itu salah Vika.” Cicit Avitha. “Salah gue kok Bang.” “Gue ulangi sekali lagi, siapa yang salah?” Sentak Sam. “Kita berdua!” Jawab Avitha dan Zacky kompak. Samuel tersenyum sinis, “bagus, sini kalian.” Titah Samuel pada Zacky dan Avitha. “Duduk!” Titah Samuel. Avitha dan Zacky mendekat ke arah Samuel,kemudian duduk di samping Samuel mereka berdua mendapatkan cubitan di bibir mereka masing – masing. “Awsh.” Ringis Avitha. “Lain kali kalian berantem lagi ya, biar dapet cubitan lagi dari abang. Udah sana beresin lagi barang – barangnya, abang keluar dulu cari makanan.” Titah Sam. “Iya bang.” Angguk Avitha. “Sana baikan dulu.” Ujar Sam seraya beranjak pergi menuju pintu keluar. Zacky mengangguk, kemudian memeluk tubuh Avitha dengan erat. “Yang tadi kurang heboh ya, berantemnya.” Ucap Avitha di dalam pelukan Zacky. Zacky mengangguk pelan seraya terkekeh, “iya kurang seru, besok – besok kita bikin bang Sam naik darah ya.” Kekeh Zacky diiringi tawa Avitha. “Gue juga keluar bentar ya Vik.” Pamit Zacky meninggalkan Avitha sendiri. “Jangan lama!” Ucap Avitha. Kini di ruangan sebesar ini Avitha hanya sendiri, dia dengan giatnya membereskan satu persatu barang. “Ya ampun, si Zacky barangnya banyak banget sih.” Avitha membuka salah satu kardus, dia berniat mengeluarkan barang yang ada di dalam kardus itu. Saat kardus itu terbuka Avitha mencoba mengambil barang yang ternyata itu adalah sebuah buku diary milik Zacky. ‘HAPP’ Tiba – tiba seekor cicak dari dalam kardus melompat ke tangan Avitha, lalu merayap sampai siku, hal itu membuat Avitha mengibaskan lengannya kemudian melompat kabur ke arah pintu luar. Avitha menjerit kaget akan hal itu, siapa yang tidak takut ketika melihat cicak merayap ke tangannya. “AAAAAAAAAAAAA! Zacky ! ABANGGGGGG!” Teriak Avitha ketakutan seraya berlari masuk kembali ke dalam dan bersembunyi di belakang sofa. Satu hal yang Avitha takuti, dia sangat takut pada hewan yang seperti cicak. Pernah saat dia kecil, dia tak sengaja masuk ke gudang belakang rumahnya. Matanya menangkap sebuah sepeda kecil, niatnya untuk mengambil sepeda itu. Tapi saat dia menyentuh jok sepedanya, tiba – tiba ada cicak jatuh menimpa tangan mungil Avitha. Sejak kejadian itu, dia semakin membenci saat melihat seekor cicak dan sejenisnya. ‘HIKSS’ Avitha menangis saat mengingat kejadian itu, di tambah lagi cicaknya kembali masuk ke dalam. “AAAAAAAA! ABANG SAMMMM” Teriak Avitha. “Avitha sayang, kamu kenapa?” Tanya Sam di ambang pintu. “Abang, ada cicak!” Rengek Avitha seraya berlari menuju Sam untuk memeluknya. “Aduh, mana cicak nya? Udah pergi tadi, emangnya cicaknya bisa ke bawah ya?” Tanya Sam. “Hiks, abang gak tau aja. Cicaknya tadi lompat kayak kodok.” Rengek Avitha masih dengan mata yang menangis. “Mana ada cicak lompat, ngaco kamu .” Sanggah Sam. “Ada ih, cicaknya tadi lompat dari dalam kardus. Terus cicaknya lompat ke tangan Avitha sampe siku, terus lompat kabur ke luar. Abis itu cicaknya balik lagi masuk ke dalam, gak tahu mau ngapain.” Jelas Avitha. “Hahaha, iya iya abang ngerti. Udah dong jangan nangis, cicaknya juga udah pergi. “ Kekeh Sam menahan tawanya. Bukannya berhenti, Avitha semakin menangis. Tiba – tiba saja, ‘BUGHH’. Sam tersungkur saat Galdin menariknya lalu memberikan dia sebuah bogeman. Melihat kejadian itu, Avitha kaget melihat Galdin memukul kakaknya, dia tak bisa berkata apapa saking syok nya.  “Galdin bego lo.” Umpat Zacky menghentikan Galdin yang tengah di selimuti kemarahan. Galdin marah saat perempuannya di peluk lelaki lain, cukup Zacky saja tidak untuk yang lain. Galdin yang belum melihat siapa lelaki yang sedang dia duduki, langsung menengok pada Zacky meminta penjelasan. Zacky melotot tajam, matanya melirik laki – laki yang sedang Galdin tindih. “Bang sam?” “Lo?” Tunjuk Galdin dan Sam barengan. Galdin berdiri, dia menatap Samuel dengan cengiran khasnya. “Sini gue bantu bangun bang.” Ucap Galdin seraya mengulurkan tangannya. Samuel menepis tangan Galdin, “Dek bangunin abang.” Pinta Galdin pada Avitha. “Dek?” Heran Galdin. “Lo, habis.” Ucap Zacky tanpa suara. Galdin tersadar, dia sudah salah menghajar orang yang salah. Dia berniat untuk kabur, tapi sebuah suara menghentikan langkahnya. “Selangkah aja, lo gak bisa balik.” Galdin menatap Avitha dan Zacky bergantian. Dia meminta bantuan dari tatapannya. Avitha menatap Galdin kasihan, disaat seperti ini dia tidak mau ikut campur urusan abangnya. ‘mau ngelangkah sama enggak juga, pasti kena bogem’ batin Galdin meringis. ‘BUGH’ ‘Tuh kan.’ Batin Galdin membenarkan. ‘BUGH’ “b******k lo Xel.” ‘BUGHH’ Tubuhnya di hujani pukulan dari Sam, sekarang posisinya sama seperti Samuel tadi. Galdin di tindih badannya di duduki Sam, lelaki di atasnya hendak meludahi wajah Galdin namun Avitha langsung mencegahnya. “Stop! Abang keterlaluan ish, minggir.” Usir Avitha mendorong tubuh Samuel. “Cih.” Samuel mendecih seraya berdiri lalu masuk ke dalam apartemen milik Zacky. Avitha menatap Galdin yang sedang tersenyum padanya, “Aku kira kamu disakiti bang Sam. Hehe.” Kekeh Galdin. Avitha tak membalas ucapan Galdin, dia membantu Galdin berdiri. “Zack, lo ada kotak kesehatan ga?” “Ada.” “Bantuin gue bopong Galdin dong.” Pinta Avitha. “Ck, lo kalo mukul orang liat – liat dulu makanya. Lo lupa ya, bang Sam itu jagonya bertarung.” Ledek Zacky pada Galdin. “Gue gak tau kalo itu bang Sam Zack, kalo tau juga gak akan gue hajar kali.” Sahut Galdin dengan ringisan. “Ngapain lo bawa bocah itu kemari?” Tanya Sam sinis. Galdin meringis menatap kesinisan sam, “Bang Sam, maafin gue. Gue gak tau kalo cowoknya itu elo bang, tadi gue liat Avitha nangis sesenggukan sambil mukul – mukul tangannya bang, gue kira lo nyakitin dia.” “Hm.” Sahut Sam. “Udah beres belum dek?” “Apaan bang?” “Ngobatin si Galdinnya? Kalo udah suruh pulang sana.” Usir Sam. Pagi ini Avitha bangun lebih awal dari biasanya, kali ini dia tidak mau kesiangan seperti minggu kemarin. Dia sudah siap, seragam kebesaran miliknya sudah dia pakai tak lupa dengan kaca mata bulat sudah bertengger di hidungnya. Kini dia tengah bercermin sambil mengepang rambutnya menjadi dua bagian, untuk polesan terakhir dia memoleskan lipbalm di bibirnya. Rutinitas kegiatan sebelum berangkat sekolah Avitha akhiri dengan acara makan. Makan pagi ditemani dengan keluarga tercinta. “Bagaimana kemarin acara pindahannya sayang?” Tanya Dina. Avitha terkekeh diikuti Sam, “Bukan kemarin mah, itu udah empat hari yang lalu tau.” Kekeh Avitha. “Eh iya? Mama kan lupa.” Sahut Dina. Dina baru sempat bertanya kepada Avitha setelah acaranya kemarin beberapa hari yang lalu pergi ke Jakarta karena ada pekerjaan, sepulangnya Dina dan Deni kemarin Avitha sudah tidur lelap jadi kemarin tak sempat ada cakap. “Beres kok ma, tinggal nanti Avitha yang pindahan ma.” Ucap Avitha. “Memangnya kamu jadi pindah sayang?” Tanya Deni. “Jadi Pa.” Sahut Avitha. “Sering – sering main ke rumah mama loh sayang.” Rengek Dina pada Avitha. “Iyalah, mana mungkin si Avitha betah disana tanpa mama palingan juga besoknya lagi pengen pindah.” Ledek Sam. Avitha cemberut, “Udah deng jangan usil, masih pagi.” “Berarti siang – malam bebas usilin adek dong.” Goda Sam. “Papaaaaa.” Rengek Avitha, berniat mengadu pada Deni. Sam merenggut kesal, “Lo mah bisanya ngadu ah.” “Sam!” Dehem Deni. “Hehe iya pa, Sam makan nih.” Ucap Sam cengengesan. Setelah hampir 1,5 jam Avitha berada di rumah, tibalah dia berada di sekolah. Sepanjang perjalanan menuju kelas, Avitha melihat siswa-siswi yang sudah tiba di sekolah. Mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing, ada yang sedang bercengkerama diluar, melakukan piket, menyiram tanaman, dan berjalan menuju kelas seperti Avitha. Tak sedikit juga yang memperhatikan dirinya, pandangan mereka seperti merendahkan Avitha, bahkan ada yang terang – terangan mengejek dirinya. “Eh ada babu gue, morning babu!” Sapa siswi bername tag Fiona pada Avitha. Avitha mengabaikan sapaan yang ditujukan padanya, dia melanjutkan jalannya sambil menunduk mengotak – atik ponselnya. Namun dengan cepat Fiona menghadang jalannya. “Mau kemana lo? Udah berani lawan gue lo?” Cegah Fiona.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD