Avgld 2

4983 Words
  ‘BRUMM’   ‘BRUMM’   “Tuh kan gue telat lagi." Oceh Avitha menatap kesal gerbang sekolahnya yang sudah menutup. Kali ini dia memberanikan diri membawa mobil ke sekolahnya, niatnya supaya tidak telat namun ternyata malah seperti ini.    Gerbang tertutup dan sudah banyak murid berbaris di lapangan.   ‘TIN’   ‘TIN’   "PAK! Buka gerbangnya dong." Teriak Avitha seraya mengeluarkan kepalanya pada jendela mobil.   ‘BRAKK’   “Berisik woy!” Ucap seorang lelaki seraya mendudukan dirinya di samping kemudi, membuat Avitha tersentak kaget akan kedatangan lelaki itu. “Reyhano Zacky! Turun gak dari mobil gue!” Umpat Avitha seraya memukul badan Zacky. Lelaki yang baru saja masuk adalah teman Avitha satu - satunya di sekolah, hanya Zacky yang mau berdekatan dengan Avitha si gadis udik berkacamata tebal.  “Weiss, bisa lo gue juga ternyata. Lo lagi ngapain siih disini Vik? Biasanya juga suka di titipin ke warung belakang mobilnya. Lo mau jadi bahan tontonan mereka?” Tanya Zacky seraya menunjuk kerumunan siswa yang sedang berdiri di lapangan. “Gue mau masuk Ky, tadinya gue mau nyuruh pa satpam buat bukain gerbang. Taunya dia gak ada,” balas Avitha. “Ya bukan pake klakson juga dodol, gimana kalo nanti lo ketauan guru?” “Pasti gue kena skors lagi lah.” “Nah lo kan tau.” Dia melirik jam yang bertengger di tangan ZAcky, “pantesan, udah mau jam delapan sih.” “Menurut lo baru jam berapa hm?” “Perasaan tadi gue berangkat jam setengah enam deh.”  Ucap Avitha seraya merogoh saku seragamnya. “Setengah enam pala lo, tadi bang Samuel bilang kalo jam yang lo telat sejam terus dia minta tolong sama gue buat ngasih tau lo.” “Ah lo mah kenapa kagak ngasih tau gue?” Ketus Avitha masih merogoh saku seragam dan roknya. “Gue udah nelpon lo berkali - kali kagak diangkat, terakhir yang ngangkat malah nyokap lo.” Avitha menepuk jidatnya keras seraya mengaduh, “ Duh, kekencengan.” Zacky yang melihat tingkah Avitha menggeleng takjub pada gadis di depannya, “mana sini gue usapin, lo kira itu jidat batu apa?” ledek Zacky seraya mengusap pelan kening Avitha. “Ga usah, minggir. Turun gih, gue mau ke Kafe!” Titah Avitha pada Zacky. Perihal Cafe milik Avitha Zacky sudah mengetahuinya, bahkan lelaki itulah yang membantu segala keperluan Avitha untuk membangun Cafenya. “Gue ikut ya Vik, sekalian mau ke Toko Kue mama!” “Hm, tapi lo turun dulu gue males nyetir.” Avitha sudah menganggap Zacky seperti Samuel, lelaki itu selalu ada membantunya saat Fany menjahilinya. Bahkan Zacky sudah mengetahui seluk beluk keluarga Avitha, saking seringnya dia mengikuti Avitha.     “Ga usah turun, sini geser aja!” Titah Zacky seraya mengangkat badan mungil Avitha ke jok belakang, lalu menggeserkan tubuhnya ke kursi pengemudi. Hal itu membuat Avitha terdiam kaku, mata bulatnya semakin melebar membuat kaca mata yang dia kenakan melorot ke bawah, tak lupa juga dengan mulut yang terbuka memberi kesan imut bagi yang melihatnya. “Lo masih mau disana Vik? Sini ke depan, gue bukan supir.” Cibir Zacky. “Eh, iya - iya.” Ucap Avitha sambil tersenyum canggung. Suasana di dalam mobil menjadi canggung, membuat Avitha terpaksa untuk menyalakan radio. “Mampir dulu ke toko bunga ya!” Ucap Zacky di balas anggukan Avitha. “Eh iya, lo sibuk ga Ky?” “Kenapa emang?” “Anter gue nyari apart dong, kayaknya nanti pas masuk SMA gue mau pindah ke apart aja jauh dari rumah soalnya.” Zacky mengangguk sebagai balasan, membuat Avitha tersenyum manis seraya berkata, “makasih Eyhaaan.” "Hmm." Balas Zacky dengan deheman.   “WOY LION! Minggir gue mau lewat!” Teriak laki-laki berseragam putih biru pada gadis berkepang dua di depan pintu kelas yang tengah menutupi jalan masuk. Sementara yang di panggil hanya menatap laki-laki itu sebentar sebelum melanjutkan kegiatan membacanya. Merasa diabaikan laki-laki itu menggeram marah, “punya nyawa berapa lo berani ngalangin jalan gue?” Gadis berkacamata itu menoleh sebentar menatap mata lelaki di hadapannya. “Ngomong sama gue? Hm? Nama gue Liona bukan Lion. Lo lupa ya kalo pintu kelas itu bukan ini aja?” Tanya Liona dengan tenang membuat seluruh temannya menganga tak percaya, "Gue punya nyawa banyak." Bisik Liona tepat di telinga lelaki itu kemudian membuka pintu satu lagi yang berada di sebelahnya.   “What? Gue gak salah denger kan? Itu beneran si Liona yang ngelawan Galdin?” “Guys cubit pipi gue kalo gue mimpi...” “Aww, kok di cubis sih bego.” “Lo tadi minta dicubit,” “Ya yang lembut aja dong.” “Gue yakin abis ini si Liona bakalan makin parah dibully sama gengnya Galdin.” “Kasian banget sih Liona, panggil guru gih! Mau gimana juga dia yang paling pinter di kelas, kalo dia mati siapa yang bakal ngerjain tugas kita coba?” “Lo bego? Kalo kita panggil guru, bisa kena juga kita semua.” “Itu kalimat terpanjang yang pernah gue denger dari mulut si Liona deh.”   ‘PROK’    ‘PROK’    ‘PROK’    Galdin mendekati Liona seraya berbisik, “lo tahu hukumannya kan? Gue tunggu lo di kantin belakang sekolah!” Liona terdiam akan perlakuan Galdin padanya, selesai berbisik ternyata lelaki itu meniup telinga miliknya. Galdin pergi melenggang meninggalkan kelas, “LO MASIH INGET KAN PASSWORD APARTEMENNYA?” Teriak Galdin langsung di ikuti temannya, hal itu membuat semua murid yang menyaksikan mendadak rame membicarakan Liona. “GALDINIOR DINOOOOOOOOOO SIALAN LO!” Teriak Liona seraya menyusul kepergian Galdin.  Galdinior Dino. Pemilik mata hitam pekat yang mempunyai pesona yang  sangat berbahaya. Dia termasuk cowok yang hobinya bikin anak orang nangis, bisa itu menyakiti beberapa hati cewek yang dia ajak jadian langsung putus besoknya, ataupun hobinya yang sudah menyatu dengan dirinya yaitu membuli kaum yang tak berdaya.   “Loh, ada apa ini? Kenapa Galdin nyuruh Liona ke apart nya?” “Tadi Galdin bisikin apa woy?” “Galdin mau ngapain ya sama Liona?"   Tepat di belokan kelas Galdin dapat mendengar Liona yang dengan lantangnya meneriaki namanya. “Haha si Lion lucu banget sih Xel.” Tawa Rio menggelegar memenuhi seluruh koridor. Galdin mendengus menatap temannya tak suka, “namanya Liona bukan Lion!” “Ga papa lah, lo aja kan manggil dia Lion masa gue kagak boleh.” “Itu panggilan sayang dari gue oon.” “Ya gue juga mau ngikutin lo kalo gitu, lagian gue udah terlanjur sayang sama si Lion.” Galdin menatap temannya jengah, “gak boleh, gue gak ngerestuin kalian.” “Lo siapa emang?” Sinis Rio menatap Galdin. “Gue abangnya bodoh.” Geram Galdin seraya melotot tajam. “WHAT? JADI LIONA ADIK LO?” Tanya Rio seraya berteriak. Galdin yang mendengar teriakan Rio langsung menendang p****t temannya itu, “jangan teriak bego!” Hal itu membuat Rio cengengesan seraya mengelus pelan pantatnya. "Udah cepet naik keburu ada yang liat." Ajak Delva sambil mendorong Rio tepat di depan tembok tinggi. "Lo aja dulu Va, ngeri gue liat temboknya tinggi bener." Cengir Rio melangkahkan kakinya mundur. Mereka bertiga mempunyai rencana untuk bolos pelajaran hari ini, kini mereka berdiri menghadap tembok yang jadi jalur satu-satunya menuju tempat bolosnya. "Enggak lah, lo dulu baru gue. Soalnya gue mau liat cara naiknya gimana, udah lama gue ga bolos. Hahaha" Tawa Delva.   "Lah tadinya gue mau liat lo bego, gue juga kan udah lama ga bolos ke sini."   "Lo aja dulu Xel, biar gue mastiin kalian aman apa enggak." Ucap Rio dengan ragu. "Ya udah gue dulu aja, tapi awas ya kalian jangan nengok ke atas." Ucap Galdin, "jangan ngintip!" Ketus Galdin seraya mulai menapakkan kakinya pada tumpukan bangku yang sudah tak terpakai. "Kayak lo pake rok aja, duh temen gue gini amat jiwanya." Ringis Rio langsung kena tendangan tepat di hidungnya.   'HAP'   Galdin berhasil melewati tembok pembatas sekolah, kini tinggal Rio dan Delva. "Sh*t!" Umpat Rio mengusap hidungnya. "Cepetan Del, giliran lo." Teriak Galdin di sebrang tembok. Merasa tak ada yang menyahut, kali ini Galdin berteriak lebih kencang. "Kalian liat kan tadi caranya gue naik?" Teriakan Galdin di balas dengan gelengan dari kedua temannya. “SH*T!” Umpat Galdin kesal, sepertinya Galdin menyadari kebodohan kedua temannya itu. “DELVA CEPET NAIK, RIO PERHATIIN CARA NAIK SI DELVA!” Titah Galdin di balik tembok.    ‘HAP’   Kali ini Delva berhasil melewati tembok yang tinggi itu. Sekarang giliran Rio, membuat Galdin dan Delva menghela nafas lelah. Di balik tembok ada Rio yang tengah berpikir keras, “Galdin naik pake kaki kiri dulu, si Delva kaki kanan dulu. Masa iya gue langsung loncat sih.” Gerutu Rio bingung. “Si Rio lama amat jirr!” Omel Galdin. “Yo, buruan naik udah gue siapin kasur nih.” Ucap Delva sedikit berteriak.  “Kasurnya gede ga?” “Gede Yo, segede kasur di kamar gue. Cepet dah.” Balas Galdin. Galdin dan Delva menatap Rio jengah, temannya yang satu itu sangat banyak tingkah. Dia berdiri dengan gagah di atas tembok tinggi, mereka berdua sampai bingung kemana ketakutan Rio yang tadi muncul pergi. “Xel, Va gue berasa paling tinggi nih.” Bangga Rio merentangkan kedua tangannya, membuat kedua temannya menggeleng tak percaya. “RIO PAMUNGKAS! TURUN KAMU!” Teriak salah satu guru.    ‘BRUKK’   Galdin dan Delva bersiap untuk kabur, tapi sebelum itu mereka dikejutkan dengan jatuhnya Rio tepat di hadapan mereka. “Ahh anj*r sakit. Mana ada kasur gede ha?” Protes Rio pada Galdin dan Delva. "Hahahaha." Tawa Galdin dan Delva pecah seketika saat melihat bagaimana keadaan Rio terjatuh. "Sialan lo pada." Umpat Rio seraya meringis.   'HAP'   Tiba - tiba tak jauh dari sana, mereka bertiga melihat seorang gadis tengah membersihkan seragamnya. Delva menatap gadis itu takjub, "Lo manjat dinding sana?" Gadis itu mengabaikan pertanyaan Delva, dia malah memilih mendekati Rio yang tengah meringis kesakitan. "Lo bisa bangun?" Tanya nya, yang langsung membuat Galdin dan Delva menatapnya heran. Rio gelagapan saat matanya tak sengaja menatap mata gadis di depannya, "eh - engh gue gak papa kok." Ucapnya seraya bangkit lalu membersihkan seragamnya yang kotor. "Lo ngapain kesini dek?" Tanya Galdin pada gadis di depannya. "Tadi lo nyuruh gue buat ke sini, gimana sih bang." "Yeu, bener sih. Salut gue sama lo nih." Ucap Galdin senang seraya memeluk tubuh adiknya itu. "Aduh, lepasin bego." Protes Liona. "Eh Xel, lepasin si Liona bego kasian dia." Titah Rio. Galdin pun melepaskan pelukannya, "hehe, lo hebat banget sih bisa manjat dinding yang itu." "Ck, segitu doang mah gampang." Acuh Liona seraya beranjak meninggalkan ketiga lelaki itu. "Tungguin gue Liona!" Teriak Rio sembari berjalan tertatih berusaha menggapai Liona. "Ck, kalo lagi gini panggil gue Lexia aja. Sini ah, lo lama jalannya." Cibir Liona seraya memapah Rio. Hal itu membuat Galdin dan Delva menggeleng - gelengkan kepalanya saat melihat Rio yang tengah salah tingkah.   #   Kegelapan menyelimuti keramaian di salah satu club terkenal di kota Bandung. “Berat banget sih si Galdin!” Maki Delva yang tengah membopong Galdin dibantu dengan Rio. “Lo yakin mau bawa dia ke rumahnya? Bisa kena amuk kita sama bokapnya.” “Terus kita bawa kemana si Galdin?” Gerutu Delva. “Kali ini gue gak bisa bawa dia ke kosan, ada sodara gue.” “Apalagi ke rumah gue yang isinya bapak sama emak gue.” Di usianya yang baru menginjak enam belas, Galdin dan teman ~temannya sudah bis memasuki Club karena memiliki koneksi supaya bisa masuk ke club itu. Galdin dekat dengan pemilik club itu, jadi tak heran jika dia dan temannya memiliki akses untuk masuk. “Kamu dimana sih Pou, Ior mau ketemu.” Racau Galdin, "maaf aku pergi tanpa pamit, aku hanya takut tak mampu pergi." “AXEEEEL.” Seorang gadis beteriak sangat kencang dari arah pintu club. Dengan serentak Delva dan Rio menoleh ke arah sumber suara, mereka terkejut melihat gadis yang masih memakai seragam sekolah itu. “Lexia?” Liona berjalan menghampiri mereka, tatapan tajamnya di tujukan untuk lelaki di hadapannya yang sangat menyusahkan dirinya. Galdin yang masih belum sadar menyipitkan matanya saat seorang gadis menghampirinya. “Pou, kemana aja? Lior nyariin kamu udah lama.” Rengek Galdin seraya meraih pergelangan tangan Liona. Liona menepis kasar tangan Galdin, membuat lelaki itu memanyunkan bibirnya cemberut. “Najis banget bang, gue Liona adek lo bukan si Pou.” Sinis Liona seraya menarik kerah baju Galdin, guna menyadarkannya. “Lo tau dari mana kalo abang lo disini?” Tanya Rio. “Temen gue yang ngasih tau.” “Liona? Lo belum pulang ke rumah kan?” Selidik Delva. “Bukan urusan lo. Bawa dia ke mobil gue !” Titah Liona pada Rio. “Lo yakin mau bawa abang lo ke apart?” Tanya Delva sedikit cemas. “Iyalah mau dibawa kemana lagi emangnya kalo bukan ke apart gue? Lo mau bawa Yo? Bawa aja deh, mau dibuang pun gak peduli juga.” “Janganlah kamar kost gue sempit.” “Dari dulu lo selalu nyusahin gue bang,” gumam Liona. Mereka berempat sedang dalam perjalanan menuju apartemen Liona. Delva dan Rio memutuskan untuk mengantarkan Galdin dengan selamat. Kini Axeel tengah tertidur di pangkuan adiknya, lelaki itu selalu bergerak tidak nyaman. Liona yang menyaksikan hal itu meringis sedih melihat abangnya, perlahan dia menjulurkan tangannya untuk mengusap rambut Galdin. “Lo gak selalu sendiri bang, ada gue juga di samping lo.” Batin Liona. “Eh Va, lo inget ga tadi si Galdin gumamin lagi si Pou itu, emang siapa sih tu cewek?” Tanya Rio langsung mendapat gelengan dari Delva, “gak tau, coba tanya sama adeknya aja.” “Lexa?” Panggil Rio. “Hmm?” “Siapa sih ceweknya?” Tanya Rio seraya menatap mata Lexia dari balik spion. "Pou ya?" "Iya." Angguk Rio. “Setau gue itu cewek cinta pertamanya si Galdin sih.” Balas Lexa a.k.a Liona dengan wajah datar. “Ternyata lo Lexa yang selalu Galdin ceritain, persis banget sama apa yang dia omongin.” “Emangnya bocah satu ini suka ngomong apa?” “Lo cantik, tapi sayang...” ada jeda sebentar membuat Liona menoleh menatapnya, “lo terlalu cuek.” "Ck dasar Galdin bajingan." Umpat Lexa seraya tersenyum malu.   “Lo mau turun di mana Zack?” Tanya Avitha pada seseorang di sampingnya. Hari ini Avitha memutuskan pulang dengan Zacky, mengingat kemarin Avitha dan Zacky gagal mencari apartemen untuknya karena kafe miliknya tiba-tiba menjadi rame, hal itu membuat seluruh karyawan kafe Flawless kelimpungan dan meminta bantuan dari Avitha dan Zacky. “Turun di depan aja, biar gue yang nyebrang sendiri.” “Emangnya siapa yang mau nyebrangin lo? Lo bukan kakek-kakek kan?” Ledek Avitha. "Lo gak setua itu kok." Lanjut Avitha terkekeh pelan. “Ya elah, siapa yang tau kalo lo mau ketemu calon mertua kan?” Kekeh Zacky. “Lo gila yak, ish.” Kesal Avitha seraya memukul paha Zacky. “Udahlah lo ikut gue sebentar, sekalian nyokap gue ngebet banget mau ketemu lo. Dari tadi dia ngespam terus tau, suruh bawa lo ke toko.” Gerutu Zacky seraya mengerucutkan bibirnya. “Enggak Zack lain kali aja deh, di kafe banyak yang harus gue urus. Lagian ya lo lupa apa kemarin rame banget, gak usah manyun gitu lo makin jelek kalo gitu Zack.” Tawa Avitha pecah.  "Ayolah." Mohon Zacky. "Kalo gue ikut sama lo, nanti harus puter arah lagi Zacky." Jelas Avitha. Zacky mendengus sebagai jawabannya, tanpa sepengetahuan Avitha  dia membelokkan mobilnya ke seberang mencari tempat parkir yang dekat dengan toko sang mama. Avitha tersadar dari tawanya, dia merasakan sebuah dorongan ke arah kiri membuatnya terkejut. Dia sadar ternyata lelaki di sampingnya membawa dirinya ke toko milik mama lelaki itu. “Aaaaaah Zacky, nanti gue harus muter jalan lagi dong. Aish lo mah emang nyebelin.” Umpat Avitha di samping Galdin. “Cup cup cup, cuma sebentar kok sayang, nanti juga kan mau nyari apartemen buat kita.” Ucap Zacky mengelus sayang kepala Avitha. “Bilang apa lo?” Tanya Avitha tajam. “Nyari apartemen kan?” “Sebelumnya ih.” “Cuma sebentar.” Ucap Zacky dengan nada datar, membuat Avitha menatapnya kesal. “Bukan yang itu Zacky, kelewat ih.” Zacky memasang ekspresi terlihat sedang berpikir, “mm apa ya? Gue gak inget sayang.” “Nah lo inget Zack, iya itu.” “Yang mana sih Avitha? Emang gue bilang apa tadi?” “Lo bilang sayang ih.” Ucap Avitha jengah. “APA?” Teriak Zacky pura-pura tak mendengar ucapan Avitha. “SAYANG!!” Teriak Avitha tak kalah kencang tepat di telinga kiri Zacky. Hal itu membuat Zacky mengusap kedua telinganya dengan kasar, “iya sayang, ada apa? Ga usah teriak gitu kali, aku kan ada di samping kamu.” “Lo itu ya! ZACKYYYYYYY!!” Sebelum kena pukul Avitha lagi, Zacky segera membuka pintu mobil dan berlari memasuki toko milik mamanya.    ‘TUK’   Zacky berbalik lalu mengetuk kaca mobil, hal itu membuat Avitha menurunkan kaca mobilnya. “Apa lagi sih?” “Lo benahin dulu tuh seragam, ya kali rambut kepang dua pake kaca mata segede pintu tapi seragam acak-acakan gitu.” Avitha menatap dirinya dari atas sampai bawah, “duh kenapa berantakan gini.” Gumam Avitha pelan. Avitha turun dari mobil setelah merapikan pakaiannya kali ini dia merubah penampilannya, kacamata cupu nya digantikan dengan headset yang di pasangkan di kedua sisi telinganya serta sweeter hitam polos kebesaran milik Zacky membuat tubuh mungilnya semakin tak terlihat, saking kegedeannya membuat rok pendek sekolahnya hanya terlihat beberapa senti saja. Avitha berniat mengejar Zacky yang sudah di depan pintu masuk, akan tetapi dia melupakan sepatu yang belum dia ikat dengan tuntas, hal itu membuat Avitha tak sadar tengah menginjak salah satu tali dari sepatunya.  “Zackk--- BRUKK” Teriakan Avitha terhenti karena dia menginjak tali sepatunya sehingga membuat dia menubruk orang yang lewat di depannya. Hening beberapa saat, Avitha tak berani membuka matanya. ‘kok gak sakit sih?’ batin Avitha masih belum berani membuka matanya. Avitha sadar, ternyata dia tidak jatuh mengenai aspal parkiran tapi dia jatuh dan menimpa seseorang. Avitha semakin membenamkan kepalanya di d**a seseorang yang dia timpa merasa tak berani menatap matanya karena malu, pasti posisinya saat ini menjadi bahan pertontotan. Pikirannya masih bergelut ria, bagaimana jika yang dia tabrak itu bapak-bapak berkepala botak dengan perut buncit, bagaimana jika dia menimpa cowok jelek yang bergigi tonggos, bisa-bisa Zacky meledeknya sampai lulus SMA lagi. Tangan Avitha perlahan turun untuk meraba perut seseorang yang dia timpa, ‘eh tapi sebentar, astaga perutnya rata banget woy.’ Batin Avitha menjerit, setelah melakukan pengecekan pada perut lelaki yang dia timpa. ‘eh ya ampun kok wangi banget sih?’ batinnya semakin menyelundupkan kepalanya kedalam d**a orang itu. “Minggir.” Ucap seseorang dingin tepat di samping telinga Avitha. Avitha tak mengindahkan suara lelaki yang dia timpa, dia malah memikirkan bagaimana rupa dari laki-laki itu. “Lo tuli? Gue bilang minggir bego.” Sentak lelaki itu, membuat Avitha memberanikan diri menatap wajah di hadapannya. ‘eh ya ampun, mimpi apa gue semalam.’ Batin Avitha di sela tatapannya. “Eh - I-iya.” Avitha terkejut membuatnya berusaha bangun untuk berdiri, namun sayang sepertinya sepatunya licin membuat Avitha kembali menindih lelaki di hadapannya. “Sshh.” Ringis lelaki yang ditimpa Avitha. Avitha mencoba bangun kembali namun tetap saja itu tidak bisa, pergerakannya semakin membuat lelaki itu kesakitan. “Lo diem dulu anj*r.” Geram lelaki itu kesakitan. "Ish, tadi disuruh minggir." Gerutu Avitha langsung terdiam. Avitha terdiam, dia sudah mencoba untuk bangun tapi nihil tidak ada yang berhasil, dia sudah lelah harus menahan tubuhnya, dengan memberanikan diri dia menidurkan kepalanya di d**a bidang lelaki itu. “Eh iya maaf ya, gu-gue gak bisa bangun sepatu gue licin, capek gue nih nitip kepala sebentar aja di d**a lo yang datar ini.”  Avitha malah terdiam lalu menidurkan kepalanya, membuat lelaki itu menghela nafas kasar. “Ya ampun bang, lo ngapain sih pake tiduran di jalan segala.” Ucap cewek berpenampilan tak jauh beda dari Avitha. ”Avitha bangun!” Avitha mendongak saat mendengar suara Zacky, "paha lo keliatan." Umpat Zacky seraya membuka seragamnya untuk menutupi paha Avitha. “Eh iya Zacky, bantuin gue dong. Kok gue gak bisa bangun sendiri sih, cepetan ih pegel nih.” Rengek Avitha seraya menahan air matanya supaya tidak turun membasahi seragam lelaki yang berada di bawahnya. Dengan cepat, Zacky mengangkat Avitha menggendongnya di depan lalu membanya masuk ke dalam toko sang mama. Avitha berontak di dalam gendongannya, “eh kok gue dibawa masuk sih, bentar Zack gue mau minta maaf dulu sama tu cowok.” “Ga usah.” Bantah Zacky. “Ada apa ini Zacky, kenapa di luar rame banget, ini kenapa juga calon mantu mama pake digendong segala.” Ucap seorang wanita paruh baya. “Ga papa ma, dia lagi manja aja.” Balas Zacky cepat. “Ihhhhh Zackyyyy, turunin gue dong.” “Gak.” Kekeuh Zacky. “Eh kasian tau Zack, tadi dia jatuh ngegubrak gara-gara gue tabrak, terus lagi gue timpa dia.” Tanpa Avitha sadari, ternyata lelaki yang dia tabrak tadi sudah berada di belakangnya. “Zacky, please ini mah. Kasian tu si cowok perut rata, mana pasti punggungnya sakit lagi.” “Maksud lo?” Tanya Zacky heran. “Emmm, maksud gue kasian itu tadi si cowok yang gue tabrak.” Gugup Avitha. “Gue gak papa kok.” Sahut seseorang di belakang Avitha. Avitha terkejut saat mendengar suara lelaki yang sedang dia bicarakan, “Ups!” Kaget Avitha seraya menutup mulutnya dengan kedua tangan. “Turunin gue atau lo gak boleh jadi tetangga gue nanti di apart baru.” Ancam Avitha. “Lo gak seru, bisanya ngancem.” Cibir Zacky seraya menurunkan Avitha. “Eh aduh maaf ya, berantakan gini.” Ucap Avitha dengan gaya anggun seraya merapihkan penampilannya di hadapan si cowok perut rata. Hal itu tak luput dari penglihatan lelaki di depannya dan teman- teman Zacky, melihat aksi konyol sahabatnya itu Zacky pun hanya bisa menggeleng-geleng kepalanya. “Santai aja.” “Bang Galdin, gue sama anak-anak duduk di sana.” Ucap seorang cewek mendapat anggukan dari Galdin. “Sebentar ya kak.” Avitha pergi meninggalkan lelaki yang dia ketahui bernama Galdin itu. “Eh kak, sini duduk.” Pinta Avitha saat kembali dari ruangan tante Rika mama Zacky. Merasa gerah Avitha membuka sweeter yang dia pakai menyisakan seragam putihnya. “Gue Galdinior Dino, panggil gue Galdin aja.” Ucap lelaki itu seraya duduk di depan Avitha. “Gue Avitha Pouril.” Balas Avitha seraya menarik tubuh Galdin kemudian meraih kemeja yang Galdin kenakan. “Eh.” Ucap Galdin terkejut karena tangan Avitha menarik seragam yang dia pake membuatnya terpaksa harus mendekat. "Eh mau ngapain?" "Sini duduknya majuan dikit." Titah Avitha seraya menarik kursi yang Galdin duduki. Dengan telaten Avitha membuka kancing kemeja yang Galdin kenakan satu persatu, menyisakan kaos hitam polos yang Axek kenakan.  Avitha hendak menarik ke atas kaos hitam milik Galdin, tapi dengan cepat Galdin menahannya.  "Eh lo mau ngapain sih?" Tanya Galdin yang sudah kesal. Galdin terdiam sesaat ketika matanya menangkap sebuah kalung yang di pakai gadis di hadapannya, “Gue mau obatin punggung lo, gak usah geer deh. Coba lo muter dong, gue mau mau liat lukanya.” pinta Avitha. Dengan sigap Avitha membuka kaos hitam milik Galdin, lalu pandangannya terjatuh pada punggung lelaki itu. “Ya ampun, Zacky!” Teriak Avitha heboh memanggil Zacky yang tengah mendudukkan dirinya bersama temannya. “Iya Vi ? gak usah teriak kenapa sih.”Ucap Zacky seraya menghampiri Avitha. “Lo liat gak nih? Gila Zack, kenapa bisa nyampe berdarah gini sih punggungnya. Hiks, gak tega gue ngobatinnya juga.” Ringis Avitha. “Lo yang gila bukan gue, ngapain juga sih jatoh, mana nimpa orang lain lagi. Terus lo ngapain ngesot-ngesot gak jelas, itu pasti ngebuat punggung si Galdin ke gasruk terus lah.” “Iiiih kan Avitha mau bangun Zacky, emangnya gak pegel apa posisi kayak tadi, pegel tau.” Cicit Avitha. “Ya kan gak ada yang nyuruh juga, lagian lo bohong banget sih masa segitu aja gak bisa bangun.” “Aish Zacky lo nyebelin sumpah, lo gak ngerasain banget sih. Tadi tuh kayak ada lem yang nempel di tubuh gue sama si Galdin tau.” "Mana ada lem hah?" Ledek Zacky. Sebelum Avitha membalas ucapan Zacky, Galdin terlebih dahulu memotongnya. “Ayo dong Pouuu, katanya mau obatin gue.” ‘DEG’ Panggilan Galdin untuk Avitha membuat gadis itu merasa debaran kencang di dadanya, berbeda dengan Avitha seluruh temannya dan adik Galdin malah menatap Avitha dengan pandangan terkejut. “Eh sorry, gue salah manggil.” Ucap Galdin berubah menjadi dingin. Semua teman Galdin menghela nafas, lalu memandangnya lega.  Avitha tersenyum kaku seraya mengangguk, "eh iya, bentar ya." Ujar Avitha seraya mulai mengobati luka di punggung Galdin.   ~   “Avitha sayang, tante kan masih kangen sama kamu. Kok sebentar banget sih?” Pinta Rika. Avitha berpamitan pada Rika, bersamaan dengan itu juga teman-teman Zacky pulang. “Tante Rika sayang, Avitha kan masih harus ngurus kafe dulu. Lagian abis ini Avitha mau nyari apartemen sama Zacky.” “Ya sudah, tidak papa.” Sedih Rika. “Yah tante jangan sedih dong, nanti Avitha main kesini lagi.” “Bener ya, tante nunggu loh.” “Iya tante Rika sayang.” “Oh iya Avitha, sini dulu tante mau bisikin sesuatu.” Titah Rika membuat Avitha mendekatkan dirinya. “Hayo lagi ngomongin Zacky yah?” Ucap Zacky yang tiba-tiba berada di samping Avitha. “Pede banget sih lo, siapa sih ini tan?” Tanya Avitha pada Rika. “Tante gak tau sayang.” Balas Rita membuat Zacky merenggut kesal. “Zacky kan anak mama Rika.” Manja Zacky seraya memeluk Avitha. “Lo anak mama Rika kan? Kenapa meluk gue sih?” “Eh iya salah.” Tawa Zacky. “Udah ah tan, Avitha mau pulang sekarang. Zacky lo harus tanggung jawab, gara-gara lo gue harus puter jalan lagi.” Pamit Avitha. “Oh iya sayang, hati-hati ya.” Ucap Rika. “Ogah ah.” Malas Zacky. “Zacky, anterin calon mantu mama SEKARANGGGG.” Teriak Rika membuat Zacky dan Avitha lari terbirit-b***t.  “KABUUUURRR!!” Ucap Avitha dan Zacky barengan.   “Pagi Lexia Lionardino! Pada kemana nih sepi amat rumah?” Tanya Galdin seraya mendudukkan diri di samping adiknya yang sedang menonton televisi. “Hmm, mama lagi belanja persiapan buat besok, papa lagi ke kantor.” Balas Lexia dengan wajah cemberut. “Besok mereka jadi pergi?” “Kan gue udah bilang kalo mama lagi nyiapin barang buat besok.” Sinis Lexia. “Biasa aja kali, tau kok gue juga.” Ucap Galdin sembari menyomot makanan yang di pegang Lexia. “Ish lo maen comot aja sih bang, nyebelin lu.” “Gak tau diri banget ya mereka, udah tua masih aja bertingkah kayak anak kecil. “ Cibir Galdin. “Biarin aja lah, gimana maunya mereka juga.” Sahut Lexia, " “Bilangnya Q Time family, tapi yang pergi mereka berdua. Itu sih honeymoon namanya.” “Lebih gak tau diri banget malah pas lo bilang mereka mau honeymoon,” Gidik Lexia. Galdin tidak menjawab, matanya fokus memperhatikan tayangan yang ada di hadapannya. “Dek, gimana caranya ya biar gue bisa ketemu dia lagi?” Tanya Galdin. “Dia siapa?” “Si Pou lah cewek yang kita temuin seminggu yang lalu, siapa lagi emang.” Ucap Galdin dengan kesal. “Bang, emang lo yakin kalo cewek tadi itu si Pou yang selalu lo mimpiin?” Tanya Lexia. “Kalo diliat dari kalungnya sih bener dek, “ Jeda Galdin sebentar, “Lo tau kan dek kalung yang gue beli itu di Indonesia cuma nyediain beberapa buah aja.” Lexia mengangguk, “Iya sih bang, tapi kan siapa tau dia juga beli bang.” “Satu seri nya cuma satu warna.” Balas Galdin. “Ya udah lah terserah lo aja bang, lo seneng gue ngikut seneng aja.”Ucap Lexia mengakhiri pembicaraan dengan abangnya itu, seraya beranjak pergi meninggalkan Galdin. Galdin menahan kaos belakang yang dipakai Lexia membuat gadis itu hampir terjungkal jika Galdin tak menahannya, “apaan sih bang, lepasin.” “Lo mau kemana, lo harus bantuin gue biar bisa ketemu dia lagi.” Kekeh Galdin menarik kaos adiknya. “Usaha sendiri dong, ih.” Geram Lexia. “Gue lagi buntu kali ini, ayolah dek bantu gue, kalo engga gak akan gue lepasin nih.” Ancam Galdin. "Lo kan temenan sama Zacky, ya tinggal minta bantu aja sama dia." Gerutu Lexia. “Ishhh iya gue bantuin, lepas dulu gue mau duduk.” Galdin melepaskan cekalannya tiba-tiba, membuat Lexia jatuh terjungkal ke belakang. “Lo udah janji mau bantuin gue, cepetan bangun.” Titah Galdin. Lexia mendudukkan dirinya di depan Galdin, tangannya bertumpu pada meja di hadapannya, wajahnya maju membuat Galdin mengikuti gerakannya lalu Lexia membisikkan sesuatu di telinga Galdin.   ~   Berbeda dengan Galdin dan Lexia, kini Avitha tengah berdiri menghormat di tengah lapang sekolahnya. Banyak siswa berlalu-lalang di koridor seraya memperhatikan Avitha yang sedang mengoceh tak jelas. Hari ini dia bangun sangat pagi sampai dia berleha-leha karena dugaannya tak akan kesiangan lagi, Tapi sayang dia harus kena hukuman karena abangnya yang satu itu tak sengaja menguncinya di dalam kamar mandi dengan alasan tidak tau kalau ada orang di dalam sana. Pasalnya Avitha memakai kamar mandi yang berada di lantai bawah bukan di kamar mandi miliknya yang berada di kamar. “Sialan lo Samuel! Gue cincang lo, tunggu aja.” Gerutu Avitha seraya beberapa kali menyeka keringat yang bercucuran di keningnya. “Aish ini tuh panas banget, mau sampai kapan sih gue di jemur? Udah jalan dua jam anj*r.” Lirih Avitha. Banyak pasang mata menatap Avitha penuh ejekan, tak sedikit juga yang menatapnya jijik. ‘Itu si Cupu liat deh, gak nyadar banget sih. Katanya murid kesayangan tapi kerjaannya tiap hari telat mulu.’ Bisik siswa-siswa yang melihat Avitha. “Mana sih cowok yang katanya bakal selalu ngejagain princess kayak gue ih.” Gerutu Avitha seraya mengibaskan tangannya dekat leher. Tiba-tiba seluruh koridor mendadak heboh, banyak yang teriak tidak jelas sampai Avitha tak bisa mengerti ucapannya. Satu kata yang dia dengar dengan jelas, “prince? Hah?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD