Boleh Panggil Sayang?

1539 Words
Di lain tempat, Elara dan Dante sudah bersiap untuk berangkat ke lokasi acara. Gedung tempat di selenggarakannya pesta ulang tahun Mr Johnny —rekan bisnis Dante dan para pembisnis lain berada tak jauh dari apartemen tempatnya tinggal saat ini. Elara tampil cantik dengan dress panjangnya berwarna navy. Warnanya memang tidak mencolok, tapi potongan gaunnya sedikit terbuka. Sedangkan Dante, pria itu juga mengenakan setelan jas dengan warna yang senada, yaitu navy. Keduanya benar-benar tampak seperti pasangan yang paling serasi. "Kau cantik sekali sayang, apalagi dengan rambut yang terikat ini." "Benarkah sayang?" tanyanya dan Dante mengangguk sebagai jawaban. "Sejujurnya, ini pertama kali aku tampil di depan orang banyak tanpa digerai rambutnya. Benar-benar cocok kan?" "Iya sayang, sangat cocok. Mau di ikat atau digerai rambutnya, kau selalu cantik Elara. Tidak ada yang bisa melebihi kecantikan dirimu, sayang." Elara memukul pelan dadaa Dante. Begitu lemah gemulai yang mana membuat Dante tersenyum gemas. "Kau sudah terlalu sering memujiku, Dante. Bukankah ini bisa memperburuk kondisi ku saat ini sayang?" Dante mengerutkan keningnya dan segera menyahut, "maksudnya, sayang?" "Aku bisa gila jika terus dipuji cantik olehmu. Sebab banyak yang lebih cantik juga kan dariku?" Pria itu menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju dengan apa yang Elara katakan. "Tidak sayang, kau tetap yang tercantik bagiku. Tidak ada yang bisa mengalahkan kecantikanmu, sayang." Elara sontak tersenyum penuh arti saat mendengarnya. Memang itulah jawaban yang dia ingin dengar dari mulut Dante. Sebab jika pria itu mengatakan bahwa dirinya cantik, maka sudah dipastikan jika nanti Morgan juga akan menilainya cantik seperti biasanya. Karena memang, sejak dulu sebenarnya Morgan mau pun Dante memiliki selera yang sama. Mungkin karena terlalu sering menyukai hal yang sama, membuat keduanya juga mencintai satu wanita yang sama. Tentu itu adalah dirinya. Bahkan sampai sekarang saja, Elara masih yakin jika Morgan tetap mencintainya. "Kita berangkat sekarang?" seru Dante sembari mengulurkan tangannya. Sebelum Elara menerima uluran tangan pria itu, dia mendadak mengajukan sebuah pertanyaan. "Sayang, apa benar Morgan juga di undang oleh Mr Johnny untuk datang ke acara ulang tahunnya?" "Sepertinya iya. Dia juga salah satu rekan bisnis Mr Johnny. Mustahil jika Morgan sampai tidak di undang olehnya. Memangnya kenapa Elara? Kau merasa tidak nyaman jika nanti ada Morgan di sana?" "Ah itu—" "Jika kau memang merasa tidak nyaman, kita batalkan saja. Kita tak perlu datang ke sana sayang." Kedua mata Elara tentu saja membola saat mendengarnya. Tidak, dia tidak mungkin mengiyakan ucapan Dante. Dia tak ingin batal datang ke acara ulang tahun Mr Johnny. Karena Elara sudah yakin jika Morgan pasti akan datang bersama kekasihnya. Elara tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan yang bagus ini. Dia harus bertemu dan menyaksikan sendiri seperti apa Anne yang dibilang oleh Steve sangat cantik itu. Dia harus membuktikan jika ucapan Steve adalah benar. Walaupun Elara yakin 100% jika Anne sama sekali tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan dirinya. "Tunggu Dante! Jangan begitu, kita datang saja. Sungguh, aku tidak apa-apa. Jadi, jangan khawatir sayang. Aku bisa mengatasinya nanti. Lagi pula, ada kau yang akan selalu berada di sisiku kan?" Wanita itu menyentuh lengan Dante dengan lembut. Berharap jika pria itu luluh dan menuruti ucapannya. Bagaimana pun juga, dia harus datang ke sana. "Tapi sayang, kau yakin dengan keputusanmu ini? Bagaimana jika nanti Morgan mengatakan hal buruk padamu? Dia terkenal sangat mudah mengomentari orang dengan kalimatnya yang pedas." "Tenang saja Dante, jangan terlalu khawatirkan hal itu. Aku yakin sekali jika Morgan tidak mungkin melakukan itu padaku malam ini. Sebab itu adalah acara orang lain, jadi mana mungkin Morgan mengacaukan acara orang lain hanya untuk membuatku malu? Sangat tidak mungkin sayang." "Baiklah, jika itu keinginanmu. Tapi sungguh sayang, aku tidak masalah jika kita berdua tidak datang ke sana. Besok pagi, aku bisa mengirim hadiah pada Mr Johnny dan meminta maaf karena tak bisa datang ke acaranya." "Jangan Dante, kita harus tetap datang. Tidak enak rasanya jika kita tak datang ke sana. Namamu bisa dipandang buruk oleh Mr Johnny." Dante menghela napas panjang dan berakhir mengangguk mengiyakan. Pria itu lantas meraih pinggang ramping Elara dan tersenyum. "Baiklah, kita berangkat sekarang ya sayang?" "Ayo." +++ Morgan sesekali menoleh ke arah Anne yang duduk di sampingnya tanpa sepengetahuan wanita itu. Dia ingin sekali memuji cantiknya Anne malam ini, tapi rasanya tidak bisa sefrontal itu dia mengatakannya. Morgan hanya takut jika nantinya wanita itu salah paham padanya. Jadi, Morgan memutuskan untuk tidak mengatakannya. Dia cukup memuji penampilan Anne hanya dalam hatinya. Siapa saja yang melihat Anne malam ini pasti akan terpesona dan tersihir pada kecantikan dan penampilannya. Wanita itu tampil sangat elegan dengan mengenakan dress tanpa lengan berwarna hitam. Rambutnya yang hitam panjang dibiarkan tergerai begitu saja. Bahkan riasan wajah wanita itu begitu cocok. Apalagi pada bagian lipstik yang dipakai, itu sangat mengundang perhatian banyak orang. Karena bibir Anne terlihat lebih seksi dari sebelumnya. Morgan kembali fokus pada jalanan di depan, karena dia mengemudi sendiri tanpa adanya Leo. Karena dia ingin datang saja berdua dengan Anneliese. Sekaligus, agar terlihat lebih romantis saja. "Apa masih jauh tempatnya, Tuan?" Morgan sengaja tidak menjawab pertanyaan yang Anne layangkan padanya. Sebab wanita itu lagi-lagi masih saja memanggilnya dengan panggilan tuan. Padahal sudah berulang kali Morgan mengingatkan Anne untuk memanggilnya dengan panggilan nama saja. Sampai mulutnya berbusa pun, sepertinya Anneliese akan lupa terus menerus. Morgan sampai heran, apa pelayannya yang satu ini memang mengidap amnesia ringan? Kenapa terus saja lupa. Padahal, yang perlu di ingat begitu mudah sekali. Hanya cukup mengingat untuk memanggilnya nama saja. Apa susahnya? "Tuan?" panggil Anne memastikan jika Morgan baik-baik saja karena tak menjawab pertanyaan yang dia layangkan beberapa saat yang lalu. "Apa Anda baik-baik saja?" Lagi, Anne bertanya seolah lupa dengan segalanya. Membuat Morgan sampai menghela napas. Tapi tetap saja, Anne tidak mengerti arti dari raut wajah Morgan saat ini. Sungguh, Morgan lelah jika harus mengingatkan Anne berulang kali. "Maaf, jika saya membuat kesalahan. Tapi Tuan, di saat seperti ini, saya benar-benar merasa tidak pantas jika harus memanggil Anda hanya dengan sebutan nama saja. Saya tahu, Anda pasti mempermasalahkan hal ini kan?" Tanpa Anne duga, ucapannya barusan membuat Morgan langsung menghentikan laju mobilnya secara mendadak. Bahkan Anne sampai terkejut dibuatnya. Jika saja, dia tak memasang sabuk pengaman, mungkin kepalanya benar-benar bisa terbentur dasbor mobil dengan keras. Wanita itu menoleh dengan cepat ke arah Morgan yang justru terlihat santai-santai saja. Seperti tidak membuat kesalahan sama sekali. Tentu saja hal tersebut membuat Anne sedikit membuang napas kasar. Tapi mencoba untuk bersabar, sebab apa pun yang dia katakan atau lakukan pasti salah jika di mata seorang Morgan Roderick Veit. Memangnya siapa yang mau melawan pria itu? Tidak ada, bukan? "Tuan, apa yang—" "Haruskah aku mengajarimu lagi, Anneliese?" sela Morgan dengan cepat yang mana membuat Anne langsung terdiam. Tatapan Morgan yang begitu serius membuat Anne menelan ludahnya secara kasar. Apalagi tatapannya itu begitu mengintimidasi. Membuat Anne seperti tak mampu melakukan apa pun. Bahkan sekedar untuk bergerak saja, seperti tidak diperbolehkan. "Maaf, saya salah." Morgan menaikkan sebelah alisnya dan Anne melihatnya. Tentu saja wanita itu langsung terburu untuk kembali berkata, "Morgan, maaf." "Sekali lagi aku mendengar kau salah memanggilku, maka bersiaplah untuk menerima konsekuensi dariku. Aku tak pernah main-main dalam memberikan hukuman pada semua orang yang bekerja di bawahku. Meskipun kau seorang perempuan sekali pun, aku tidak pernah memberikan ampun." "Apa memang sifat Anda yang sebenarnya seperti ini?" tanya wanita itu dengan berani. Anne sendiri juga tak tahu dari mana keberaniannya ini. Tapi semuanya muncul secara tiba-tiba seperti ini. "Maksudmu?" "Baru kali ini saya melihat Anda berbicara dengan begitu serius. Bahkan setiap katanya penuh dengan penekanan. Dari situ saya tahu, jika memang Anda tidak mungkin main-main saat mengatakan akan memberikan konsekuensi bagi saya jika salah memanggil lagi. Ternyata, Anda memang seperti ini?" "Ku rasa memang aku tak perlu menjawabnya. Lambat laun kau juga akan mengetahui seperti apa aku sebenarnya. Tapi selagi kau bekerja dengan baik dan mengikuti rules tanpa kesalahan, kau akan aman." "Saya pikir, dengan menjadi kekasih pura-pura Anda sudah cukup membuat saya untuk tetap aman. Tapi ternyata tidak juga ya?" "Anne, kau sudah terlalu banyak bicara." "Maaf, tapi aku sedang berusaha melakukan sesuai dengan yang kau inginkan. Bersikap biasa saja padamu, Morgan." sahut Anne dengan pandai. Wanita itu mengalihkan wajahnya lurus ke depan. Membiarkan Morgan yang masih menatapnya tanpa celah. "Boleh aku mulai memanggil Anda—" "Jangan terlalu formal. Apa kata orang-orang nanti yang ada di sana jika mendengarmu berbicara formal denganku? Pasti akan mendapat gunjingan dengan mengatakan pasangan kekasih yang aneh." potong Morgan. Jika di ingat-ingat, hari ini adalah pertama kalinya Morgan berbicara panjang lebar dengannya. Tanpa batasan dan tanpa aturan. Anne lantas kembali mengulangi ucapannya, "bolehkah aku mulai memanggilmu dengan panggilan sayang?" Anne cepat-cepat melirik ke samping untuk melihat bagaimana respon pria itu padanya. Bahkan Anne sampai menahan napas, takut-takut jika pria itu justru marah padanya karena pertanyaannya yang mungkin terbilang sangat lancang itu? "Tidak perlu bertanya, tentu saja boleh. Saat ini, kau adalah Anne kekasihku. Bukan Anneliese pelayanku." Sudut bibir itu lantas terangkat membentuk sebuah lengkungan indah yang begitu tipis. Anne tak menanggapi apa pun lagi setelah pria itu mengatakannya. Sebab apa yang Morgan katakan itu benar. "Kalau begitu, bisa kita lanjutkan perjalanannya lagi, sayang?" Pertanyaan Anneliese tentu saja membuat Morgan sedikit terkesiap. Tapi tidak terlalu kentara sebab pria itu memang tipikal pria yang tampak sangat cool. "Tentu." jawabnya singkat, lalu kembali menyalakan mesin mobilnya dan melanjutkan perjalanan yang sebenarnya mereka hampir sampai ke tempat tujuan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD