Dipermalukan

1765 Words
Elara berdiri tepat di samping Dante yang sedang mengobrol santai dengan Mr Johnny sang pemilik acara. Untuk pergi menghindar rasanya sungkan sekali. Apalagi saat ini, Elara benar-benar belum bertemu dengan seseorang yang dirinya kenal. Wanita itu bahkan terus melihat ke arah pintu masuk. Menunggu seseorang tiba yang tidak lain adalah Morgan. Sudah hampir 30 menit dia berada di pesta tersebut, belum juga ada tanda-tanda Morgan datang. Elara sampai sedikit resah menunggunya. Hal yang membuatnya tidak sabar menunggu adalah, untuk melihat bagaimana rupa Anne. Kekasih yang di agung-agungkan oleh Morgan padanya kemarin. "Sayang, aku mau ambil minuman dulu." ujar Elara dan Dante mengangguk sebagai jawaban. Elara lantas segera pergi menjauh untuk mengambil minuman. Meninggalkan Dante yang masih asyik mengobrol dengan Mr Johnny. Dari tempatnya berada sekarang, Elara dapat lebih jelas melihat ke arah pintu masuk. Tentu saja itu mempermudahnya untuk mengetahui siapa saja yang keluar masuk ruangan tersebut. Gerak-geriknya sama sekali tidak membuat Dante merasa curiga atau pun penasaran. Karena Elara benar-benar terlihat begitu sempurna dan natural dalam hal bermain sandiwara seperti ini. Elara tersenyum sekilas saat Dante menatapnya. Lalu air mukanya kembali berubah datar ketika Dante sudah mengalihkan wajah dan kembali mengobrol dengan teman-temannya. Sementara Elara masih stay di tempatnya sambil menunggu targetnya tiba. "Hai, cantik." Elara melirik pria yang baru saja datang menyapanya. Siapa lagi jika bukan Steve? Pria itu memang yang lebih akrab dengannya dibandingkan rekan-rekan bisnis Dante yang lainnya. Bahkan sebenarnya sudah sejak lama saat dia masih bersama dengan Morgan. "Biar ku tebak, istrimu pasti tidak ikut 'kan? Kenapa kau selalu saja datang sendirian di setiap acara apa pun yang sedang diselenggarakan oleh kantor atau luar kantor?" "Agar bebas menggodamu," bisik Steve main-main dan Elara mendecih malas saat mendengarnya. "Apa istrimu terlalu buruk rupa sampai kau malu untuk mengajaknya?" Steve tertawa mendengar ucapan sarkas dari mulut Elara barusan. Bahkan Steve bertepuk tangan ringan. "Kenapa kau selalu saja jujur saat bicara? Bahkan terlalu kasar juga ucapanmu, Lara. Apa karena mulut pedasmu ini kau bercerai dengan Morgan?" Elara memicingkan matanya ke arah Steve. Rasanya dia ingin langsung menyumpal mulut Steve yang terkadang memang membuatnya emosi. "Ngomong-ngomong, kenapa kau berdiri sendirian di sini? Kenapa tidak berdekatan dengan calon suamimu? Atau apa kalian berdua sedang ada masalah? atau mungkin sebenarnya kau berdiri di sini untuk menunggu seseorang datang?" Pertanyaan demi pertanyaan yang Steve lontarkan sama sekali belum terjawab oleh Elara. Tentu saja tidak mungkin bisa menjawabnya jika pria itu bertanya dengan begitu cepat dan bahkan pertanyaannya berurutan tanpa jeda sama sekali. Elara memalingkan wajah, yang mana membuat sudut bibir Steve terangkat. Dia berdiri tepat di samping Elara dan berbisik, "jangan bilang, kau sengaja berdiri di sini agar bisa melihat kedatangan mantan suamimu bersama kekasih barunya?" Elara menoleh dengan cepat, dan hal itu hampir saja membuat bibir Elara bersentuhan dengan bibir Steve yang mana memang posisinya sedekat itu. Tentu saja dengan cepat Elara bergeser dan tak lupa menatap kesal ke arah Steve. Bertepatan dengan itu, orang yang sangat dia nantikan muncul juga. Tapi sayangnya, Elara sama sekali tidak senang melihatnya. Lebih tepatnya, tidak senang melihat wanita yang berjalan berdampingan dengan pria itu —Morgan. "Itu Anne, kekasih baru Morgan. Betul kan apa yang aku katakan padamu beberapa hari yang lalu kalau kekasihnya itu sangat cantik?" "Biasa saja, bahkan terlihat sangat biasa. Cantiknya benar-benar membosankan. Kau tau kan? yang seperti itu tidak bisa memuaskan di atas ranjang." "Elara—" "Steve, wanita itu terlihat tidak bisa memuaskan. Kau amati saja tatapan matanya yang tidak bisa tegas juga. Aku yakin sekali, wanita itu tak bisa memuaskan Morgan. Pria itu sangat gila di atas ranjang, mana bisa beradu dengan wanita sepolos itu?" Steve menganga sekaligus terkejut begitu mendengar penuturan Elara yang begitu blak-blakan di depannya. Dia tak menyangka juga jika Elara bisa seperti ini. "Bagaimana bisa kau menyimpulkan semuanya sendiri? Liar dan hebatnya seseorang di atas ranjang tidak bisa kau perkirakan hanya dari tatapan matanya." Bukannya menjawab, Elara justru meninggalkan Steve sendirian dan pergi mendekat ke arah Dante, yang mana pria itu saat ini sedang berhadapan dengan Morgan. Elara dengan cepat memasang senyuman termanisnya pada Dante yang menyambutnya saat mendekat kembali. Elara bahkan tersenyum ke arah Morgan tanpa melirik ke arah seseorang yang berada di samping Morgan. "Senang bisa bertemu denganmu di sini, Morgan." Morgan mendecih samar. "Aku yang tidak senang bertemu denganmu." Senyuman di bibir Elara memudar dan itu tertangkap oleh mata Dante. Tentu saja dia akan menjadi garda terdepan jika sampai seseorang menyakiti Elara, meskipun hanya melalui ucapan yang kurang mengenakkan seperti apa yang Morgan katakan barusan. "Bercanda. Senang bertemu denganmu lagi," lanjut Morgan sembari mengulurkan tangannya. Dante kira, Elara tidak akan menerima jabatan tangan pria itu. Tapi nyatanya dia salah besar. Elara justru menerima jabatan tangan Morgan. Namun dia menganggap jika itu wajar, sebab dia tau seperti apa Elara yang memang baik, meskipun pada mantan suami yang sudah membuatnya menderita. Sedangkan Anneliese, dia justru diam dan tak tau harus mengatakan apa. Dia tak mungkin tiba-tiba melakukan say hai pada orang yang tidak dia kenal sama sekali. Jika itu dia lakukan, maka banyak orang yang akan menganggapnya sok kenal dan akrab. "Senang bisa bertemu dengan kalian berdua, si calon pengantin." ujar Morgan. Dante merengkuh pinggang Elara tepat di depan Morgan. Berniat untuk pamer pada pria itu, meskipun sebenarnya tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi Morgan. Tapi lain halnya Anne yang diam-diam mengamati tatapan mata Morgan pada pasangan yang ada di depan mereka. Anne justru menganggap tatapan Morgan suatu tatapan yang sulit di artikan. Tapi Anne berpikir bahwa sebenarnya memang Morgan masih mencintai Elara —sang mantan istri. "Ini Anne, kekasihku." Morgan tidak mau kalah juga. Tangannya merengkuh pinggang ramping Anne posesif. Bahkan Morgan terlihat begitu berdamage saat mengenalkan Anne di hadapan Elara saat ini. Membuat Elara sedikit melirik sinis karena melihat tangan Morgan yang berada di pinggang wanita itu. Saat netranya bertemu tatap dengan mata Anne, Elara dengan cepat mengubah mimik wajahnya. Apalagi dia langsung tersenyum sumringah menatap Anne yang justru menatapnya dengan tatapan yang datar. "Aku Elara...." Tanpa menoleh atau pun meminta persetujuan dari Morgan, Anne langsung menerima jabatan tangan dari Elara saat ini. "Mantan istri Morgan." lanjutnya ketika Anne sudah menjabat tangannya. Ucapan Elara tentu saja membuat Dante mau pun Morgan menatapnya dengan tatapan terkejut. Semua orang juga sudah mengetahui jika dia adalah mantan istri dari Morgan, lalu untuk apa kembali di perjelas? Elara mengeratkan jabatannya, seolah menunjukkan secara tidak langsung jika dia tidak menyukai Anne. Tapi Anne harus tetap terlihat biasa saja, meskipun Elara sepertinya ingin sekali meremat tangannya saat ini. "Saya tau, kau mantan istri kekasih saya. Jadi perkenalkan, saya Anne —masa depan Morgan." Balasan Anne membuat Elara langsung menarik tangannya kembali dengan senyuman yang sedikit di paksakan. Setelahnya, Elara mengajak Dante untuk menyingkir dari sana. Sementara itu, Morgan menoleh ke arah Anne yang juga menatapnya dan tersenyum tipis. Anne pikir, Morgan akan menegurnya karena sudah lumayan kelewatan. Tapi ternyata tidak. "Kerja bagus!" bisik Morgan yang membuat Anneliese sontak tersenyum dan merasa semakin percaya diri dengan peran yang tengah dia mainkan saat ini. Keduanya sama-sama menikmati pesta dengan tenang. Meskipun sebenarnya, dari Anne sendiri, dia sudah mulai bosan berada di sana. Belum lagi banyak dari para istri-istri pengusaha mengajaknya berkenalan. Sejauh ini memang Anne cukup bisa mengontrol keadaan, apalagi sekarang dia terpisah dari Morgan, sebab pria itu sedang sibuk mengobrol dengan rekan-rekan bisnisnya termasuk dengan sang pemilik acara. "Oh, Elara! Kemarilah, bergabung bersama kami!" seru seorang wanita yang diperkirakan berusia 32 tahunan. Wanita itu bernama Luci, istri dari Tuan Hwang yang kaya raya dan cukup berpengaruh di kota tersebut. "Luci, apa kabar?" "Baik, kau jadi semakin cantik saja Elara? Apa kau semakin bahagia sekarang bersama Dante? Astaga, aku senang melihatmu bisa sebahagia ini." sahut Luci dan Anne tampak terbengong di tempatnya. Sementara wanita-wanita yang lainnya juga ikut-ikutan memuji Elara yang memang semakin cantik dari hari ke hari. "Lepas dari Morgan kau tampak begitu menawan." celetuk yang lainnya. "Kalian bisa saja. Lagi pula, di sini ada yang jauh lebih cantik dariku." sahut Elara. Matanya kini tertuju pada Anne yang berada di ujung. Semuanya ikutan menoleh ke arah Anne, yang mana membuat Anne sendiri sampai sedikit gugup jika ditatap oleh banyak orang seperti ini. Meskipun juga tak lebih dari 6 orang. "Anne jauh lebih cantik. Morgan pandai mencari penggantiku," lanjut Elara. "Ah, tapi cantik saja juga kurang Elara. Aku heran, kenapa Morgan bisa berbuat jahat padamu. Padahal kau orang yang sangat baik, lemah lembut dan cantik begini. Bahkan kau berpendidikan tinggi juga, bodoh sekali Morgan sampai mengecewakanmu." Seseorang menyenggol lengan Luci, "hei, hati-hati dengan ucapanmu itu. Ada Anne, kekasihnya Morgan. Setidaknya hargai dia." "Ah benar, Anne—" "Bukankah Anne juga berpendidikan?" tanya Elara menyela ucapan Luci. Sengaja sekali ingin membuat Anne malu. Karena Elara bisa melihat ada ketakutan di mata Anne saat mereka membahas soal pendidikan. "Kau lulusan universitas mana?" tanya yang lainnya dan Anne nampak gugup saat hendak menjawabnya. "Itu.... Saya—" "Jawab saja Anne. Kami juga ingin tau kau lulusan mana, dan apa jurusanmu. Siapa tau kita mengambil jurusan yang sama sebelumnya." potong Elara yang semakin mengompori. "Saya—" "Selain itu, aku juga penasaran, bagaimana ceritanya kau bisa mengenal Morgan? Apa yang istimewa dari Morgan sampai kau menerimanya? Padahal, berita soal Morgan sudah menyebar luas di kota ini." sela Luci. Wanita itu memang selalu pro pada Elara. Tentu saja, Luci begitu dengan mudahnya membaca gerak-gerik dan tatapan mata Elara yang nampak tidak menyukai Anne. Karena itulah, dia membantu Elara. "Eh, tanyanya satu-satu dong. Tuh lihat, Anne sampai kebingungan mau jawab yang mana dulu." celetuk wanita yang pakaiannya lumayan heboh. Dia adalah istri dari si tua bangka Mr. Patrick. "Hanya dua pertanyaan, dan itu sangat mudah. Iya kan, Anne?" tanya Elara seolah meminta persetujuan dari Anne jika pertanyaan tersebut sangatlah mudah. "Jawab saja Anne." lanjut Elara yang mulai mendesak. "Jawab dulu saja di mana kau berkuliah dulu, jika kau merasa enggan untuk menceritakan bagaimana kau dan Morgan saling mengenal." "Apa mengetahui pendidikan seseorang itu penting dalam bersosialisasi?" tanya Anne, yang akhirnya bisa bersuara juga setelah menyakinkan dirinya sendiri untuk berani melawan. "Tidak ada salahnya untuk memberitahu kami kan? Atau sebenarnya kau—" Ucapan Elara terhenti saat melihat Morgan mendekat ke arah mereka saat ini. Tentu saja mendekati Anne yang berada di ujung. "Sayang, ayo ikut denganku. Kau harus berkenalan dengan yang lainnya. Lagi pula, tidak baik kau terlalu lama berkumpul dengan orang-orang yang suka bergosip." Semuanya terdiam sesaat. Sampai mengalihkan wajah ketika Morgan melirik tak suka. Lalu setelah kepergian Morgan dan Anne, mereka semua kembali berbincang dan tak lupa bergosip mengenai Anne. Meskipun Elara kesal dengan Morgan yang sampai sebegitunya pada Anne, tapi Elara cukup senang, sebab nama Anne sudah mulai buruk saat ini. Rasanya belum puas dalam mempermalukan Anne.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD