Chapter 46 membereskaan kekacauan

1168 Words
Pertarungan berdarah memporak-porandakan desa, rumah dan seluruh jalan tampak hancur karena imbas kebuasaan anak buah Rogiles, beruntung Zeana dan Ryan berhasil membawa semua warga mundur. Tangis kehilangan terdengar dari seorang wanita, hal itu menyentuh hati Zeana. Anak dari wanita itu tak terselamatkan oleh ke buasaan serigala yang kelaparan. “Ada apa, Bu?” tanya Zean terenyuh. Pertarungan hebat masih berlangsung di luar sana. “Se-serigala itu menerkam putraku,” ucapnya tergugu. Ryan dan Zean saling pandang. Mereka ikut sedih mendengarnya. “Dia masih empat tahun, putraku di terkam serigala buas dan aku tidak bisa menyelamatkannya.” Zeana duduk di hadapannya dan memeluk wanita itu. Kepedihan mereka adalah tanggung jawab raja dan ratu. Fahmi sedang membantai dan memukul mundur lawannya, pimpinan atau ketua pasukan yang membawa anak buah Rogiles menjadi sasaran amukan ke murkaan seorang Fahmi. “Beraninya kau menyerang desaku!” Fahmi menatap nyalang dan tidak peduli serigala di hadapannya sudah sekarat. “Kalian merebut sesuatu yang berharga dari tuan kami, wajar saja jika kami menyerang desa ini sebagai balasan.” Malik dan Juna mencuri dengar pembicaraan mereka. “Beraninya kau! Siapa dan apa yang telah di rebut? Kalian telah berani melanggar aturan yang telah di buat selamat bertahun-tahun, maka terima resikonya. Kalian akan mati saat ini juga.” Fahmi melayangkan cakar dan merobek perut serigala itu. Darah menetes dan m*****i bulu putih yang begitu bersih. Terengah Fahmi dan gemetar melihat apa yang baru saja dia lakukan. “Kau tidak apa-apa?” tanya Malik. Cidera Fahmi tidak seberapa, tetapi dendam di hatinya semakin menggebu. “Bunuh semua serigala itu, jangan berpikir memberi mereka ampun.” Fahmi bangkit dan membantai mereka, kelembutan di hatinya membeku saat melihat warga desa ketakutan, Fahmi melawan sekuat tenaga, dia sadar. Jika dia lemah maka akan banyak korban yang jatuh. Cukup Hafizah menjadi pelajaran hebat baginya. Malik dan Juna mematuhi perintahnya, mereka tak memberikan kesempatan bagi anak buah Rogiles untuk kabur. Hari itu menjadi hari terburuk. Setelah membunuh para serigala itu. Mereka pun segera mundur agar warga tidak takut melihat wujud mereka. Ryan menatap dari jauh. Fahmi memilih pergi di kawal oleh Juna dan Malik. Sementara Ryan dan Zean membantu warga untuk bangkit. “Mereka telah mati, kalian bisa kembali ke rumah masing-masing sekarang,” ucap Ryan. Warga yang ketakutan tertunduk pedih. “Rumah yang mana? Semuanya hancur tidak bersisa.” “Benar Ryan, bagaimana kami bisa yakin jika serigala itu tidak akan kembali,” keluh mereka. Zeana menghela napas. “Seperti cerita turun temurun yang kita dengar dari dulu. Manusia serigala ada dua golongan. Ada yang baik, dan ada yang jahat. Manusia serigala yang baik datang menolong kita hari ini, dan membantai serigala-serigala jahat itu.” Warga yang mendengarnya tercengang. Demi meyakinkan mereka. Ryan menunjuk ke arah gunung. “Lihat, serigala putih itu beserta kawanannya telah membantu kita.” Alhasil semua keluar dari persembunyian demi melihat wujud Fahmi yang berjalan kembali ke puncak gunung. “Ya, kami percaya. Warna bulunya sama. Serigala yang membantu para leluhur kami juga berbulu putih.” Ryan mengangguk. “Mulai sekarang, nyalakan lebih banyak obor saat malam hari. Mungkin saja mereka akan datang untuk membantu menjaga kalian.” Seketika Zeana mendapat perhatian dari semua warga. “Ryan, dia siapa? Kami tidak pernah melihat dia sebelumnya di Desa kita.” Zean tak pernah berinteraksi dengan manusia biasa selama ini, kecuali dengan ibundanya dan tentu saja ibu mertuanya. Menghadapi mereka membuat nyali Zean menciut. “Dia istriku,” ucap Ryan tersenyum mengakui. Zean tertegun mendengar itu. “Istri? Kau sudah menikah. Ibumu dan Fizah tidak kembali setelah menyusul kalian ke gunung, bagaimana bisa kau kembali dengan seorang istri.” Tatapan warga membuat Zean mundur dan berlindung di balik punggung suaminya. “Dia berasal dari desa sebelah, kami menikah di tempatnya. Ibu dan Fizah juga bersama kami.” “Lalu pernikahan Abangmu, bagaimana?” Ryan menatap istrinya. “Apa pernikahan Fizah dan Fahmi telah dilakukan?” Ryan mengangguk berbohong. “Ya, Bang Fahmi juga menikahinya di desa wanita itu. Sekarang kami memutuskan untuk tinggal di gunung sembari berkebun.” Warga yang mendengarnya sedikit lega. “Syukurlah, pernikahan yang batal sebelumnya membuat kami ikut sedih. Fizah adalah gadis yang baik juga sangat serasi dengan Fahmi.” Percakapan itu selesai, warga kembali ke rumah masing-masing. Mayat manusia serigala tergeletak begitu saja. Membuat warga meringis. “Bapak-bapak. Sebaiknya bantu kumpulkan mayat itu lalu kuburkan,” usul Ryan membuat warga melongo. “Bagaimana bisa? Mereka sangat besar. Bahkan untuk menggerakan nya saja kami tidak mampu.” Ukuran serigala itu tiga kali lipat besarnya dari pada tubuh mereka. “Kalau begitu bakar saja,” celetuk Zean. Ryan menatapnya lama. “Tidak ada pilihan atau mereka akan membusuk," bisik Zean. “Baiklah, terserah padamu saja.” Warga lebih setuju dengan usul Zean, di bakar lah mayat yang berserakan. Fahmi dan kawanan yang sedang dalam perjalanan, menoleh saat asap tebal mengepul. Bau daging terbakar tercium. “Mereka membakar jasadnya,” ucap Malik. Fahmi menatap dari jauh, asap menggumpal yang menguar ke langit. “Andai kau berada di posisi mereka, dan memiliki kesempatan untuk melawan. Apa yang akan kau lakukan?” tanya Fahmi. “Tentu aku akan membunuh mereka, jika mereka mengusik keluargaku. Nyawa lah yang akan menjadi taruhannya,” ucap Juna. Fahmi dan Malik menatap pemuda itu. “Mereka sudah seperti keluargaku. Aku besar dan tumbuh bersama mereka. Apa yang terjadi saat ini dan sebelumnya membuat aku tak bisa menahan diri,” ucap Fahmi dan kembali melanjutkan perjalanan. Malik dan Juna mengikuti dari belakang. “Aku tahu, aku bukan raja kalian. Tapi, tolong perintahkan beberapa orang untuk menjaga desa di malam hari. Jangan biarkan hal ini terjadi lagi, atau …,” Juna dan Malik menunggu. “Atau aku dan Ryan akan kembali ke desa, akan lebih baik jika kami menjaga sendiri desa kami.” ** Di bawah sana, Ryan membantu sebisanya. Dia dan warga berkemas dan bergotong royong membangun rumah mereka kembali. Zean dengan sabar menunggu suaminya. Hingga siang berganti malam, ada saja yang masih harus diperbaiki. Ryan datang dengan wajah lelah. “Malam ini kita akan menginap di Desa ini,” ucapnya. Keputusannya membuat wajah Zean berubah tegang. “Kau yakin? Tuan Raz bisa saja marah nanti.” Ryan menggenggam tangan wanitanya. “Aku lelah, kita akan menginap di rumahku. Kau belum pernah ke sana bukan?” Zean mengangguk lemah. "Baiklah, terserah kau saja." Warga mendengarkan usul mereka untuk memasang obor lebih banyak lagi. Desa di kelilingi cahaya terang, demi keselamatan mereka. Tiba-tiba saja di tengah keheningan. Seorang warga berteriak histeris. "Serigala itu kembali! Cepat bersembunyi!" Fahmi dan Zean bersiap. Berita kedatangan serigala itu membuat warga kembali berhamburan. “Mereka kembali, mereka datang lagi!” Jantung Zean dan Ryan berdetak kuat. Saat yang lain berlari menjauh, mereka berdua berlari mendekati batas penerangan. Ryan dan istrinya berdiri di tepi pagar api yang telah di buat. “Mereka bukan musuh, mereka di kubu kita,” ucap Zean. Dua serigala itu masuk ke dalam Desa dan membungkuk pada Ryan dan Zean. “Kami datang karena permintaan Tuan Fahmi.” Ryan tersenyum dan merangkul istrinya. “Syukurlah kalian telah datang.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD