chapter 56 kegalauan Fizah.

1137 Words
Kerajaan Araz sedang berusaha bangkit dan sibuk membereskan kekacauan, para prajurit sedang berduka, dalam keadaan lemah mereka menyiapkan pemakaman bagi rekan-rekan yang telah gugur. Azura putri Raja Falen ikut berduka melihat kondisi semua orang. Dia merasa sangat bersalah, andai saja dia tidak berulah di perjalanan. “Fahmi, keluarlah untuk makan malam,” panggil Malik dari depan pintu kamar. Setelah pemakaman berlangsung, Fahmi yang memikirkan orang-orang terkasihnya memilih mengurung diri. “Datuk dan Tuan Raz ingin bicara padamu.” Sayup-sayup, Azura mendengarkan dari kamarnya. Rasa cemas bersarang di hatinya, terdengar langkah kaki mendekat. Azura melihat bayangan dari bawah pintu kamarnya. “Tok tok tok.” Wanita itu tidak menyahut sama sekali. “Nona, kami akan masuk atas perintah Tuan Fahmi.” Azura menahan napas saking groginya. Penjaga yang selalu menjaga pintu kamarnya masuk dan memegang lengan Azura tanpa permisi. “Lancang kamu! Lepas! Kalian mau apa?” Azura adalah gadis yang sopan, keadaan lah yang mengubahnya menjadi wanita yang kasar. Berada jauh dari istana tanpa ayahnya juga tanpa pengawal membuatnya bersikap keras demi melindungi diri sendiri. “Nona akan di pindahkan sebagai tawanan.” Azura selalu mendapatkan perlakuan istimewa sepanjang hidupnya, apa yang di katakan pengawal tadi membuatnya tercengang. “Ikut kami ke menara. Tuan Fahmi memerintahkan kami untuk menahan Nona di sana.” Azura di seret keluar, Fahmi dan Malik hanya menatapnya tanpa bicara. Mendapatkan perlakuan kasar, membuat Azura memberontak. “Hey, kalian tidak perlu seperti ini, aku bisa jalan sendirian.” Tidak ada yang mendengarkannya, pengawal tetap mendorongnya. Wanita itu di bawah ke bagian belakang istana, Azura tercengang saat memasuki bangunan menara dan melihat anak tangga di hadapannya. “Cepat jalan, tunggu apa lagi!" Wanita itu hanya bisa pasrah dan melangkah ke depan. Dengan susah payah dia menaiki anak tangga dan tiba di di puncak.menara. "Sana masuk!" Azura dilempar ke dalam ruangan. Tidak ada keluh atau u*****n yang keluar dari mulutnya. Seolah dia menerima hukumannya itu dengan lapang d**a. Para pengawal meninggalkannya sendirian. Tempat itu dimana ritual penting selalu dilakukan. Azura menatap ke sekeliling. "Ayah, cepat lah datang jemput aku," gumamnya. Jendela kecil mencuri perhatiannya. Azura berjalan kesana dan melihat negeri itu dari atas menara. Di tawan di negeri yang hijau, dengan sinar matahari yang hangat, membuat pikiran wanita itu teralihkan. Tak dapat di pungkiri, Azura sangat cemas akan nasibnya. Namun di sisi lain, dia mengagumi tempat itu. ** Fahmi memasuki ruangan Raz, semenjak kejadian kemarin Fahmi tak dapat menemui ibunya. Bu Laksmi terus menangis setelah mengetahui jika Ryan dan juga Zeana berada dalam tawanan Rogiles. "Tuan." Raz yang baru saja merawat luka Wa Pasang menoleh menatap pemuda itu. "Masuklah, Fahmi. Silahkan duduk." Fahmi mendekat dan duduk di kursi. Pesan yang di tinggalkan Rogiles terus menari dalam ingatannya. "Bagaimana menurutmu?" tanya Raz. Fahmi terdiam dengan tatapan sendu. Raz tahu dia sangat kepikiran dan tidak akan bisa tinggal diam. "Maaf, saya tidak.mengerti Tuan bicara apa?" Raz menghela napas dan duduk tepat di hadapannya. "Mengenai tahta yang akan di wariskan padamu juga pada keturunanmu. Ryan menjadi tawanan karena dia adalah seorang Raja. Jika kau jadi aku, dimana aku tak tahu harus berbuat apa? Keputusan apa yang akan kau ambil?" Fahmi menggeleng, dia pun tidak tahu harus bagaimana. "Sebagai pemimpin, aku terlalu arogan jika menyerahkan nasib klan manusia serigala pada pemimpin yang serakah." Raz sangat bangga mendengarnya. "Tapi, keselamatan mereka juga begitu penting, untuk apa tahta ini jika aku tidak mampu membebaskan mereka." Wa Pasang yang mendengarnya segera bangun. "Jadi, apa kau berniat menyerahkan kerajaan ini?" Fahmi mengangguk tanpa ragu. "Jika tak ada pilihan lain maka aku akan melakukannya." "Kau melakukan semua itu demi Ryan, lelaki yang tidak memiliki hubungan darah denganmu. Kau sangat menyayanginya, ingat Fahmi. Dia mungkin akan menjadi musuh bagimu nanti," ucap Raz menyentil hati sahabatnya. Fahmi menggeleng, dia sangat yakin dengan saudaranya. "Manusia yang sangat ku percayai setelah ibuku adalah dia, apapun yang akan terjadi aku akan berusaha membebaskannya." Pembicaraan itupun selesai, Raz tak dapat menggoyahkan pemikiran pemuda itu. "Sebagai sahabatmu, juga sebagai ayah dan mertua dari Ryan. Aku akan membantu Fahmi sekuat tenaga. Jangan khawatirkan kerajaanmu Raz." Wa Pasang merasa kecewa mendengar pembicaraan barusan. Raz ingin menjelaskan tapi Wa Pasang memilih pergi. "Dia adalah seorang Raja sekarang, dia ditawan bersama dengan ratunya. Tapi, Raz hanya memikirkan kelangsungan kerajaan. Sungguh menyedihkan." ** Jauh dari negeri itu, Ryan dan Zean disekap dalam ruangan bawa tanah. Dimana-mana gelap, dan hanya ada pencahayaan dari obor yang terpasang di dinding. Zeana sedang sakit, tubuhnya menggigil membuat Ryan sangat khawatir. "Zee, bertahanlah." Ryan mengusap rambut istrinya lembut. "Di sini dingin, aku tidak kuat lagi," rintihnya. Ryan melakukan apapun yang dia bisa demi menyalurkan rasa hangat. Suara gaduh terdengar mencuri perhatian. Fizah datang dan di antarkan ke penjara yang berada tepat di sampingnya. "Sana masuk!" Fizah di dorong dengan kasar. Ryan terkejut melihat keberadaan Fizah di tempat itu. "Hey! Hey! Kalian tidak perlu sekasar itu padanya." Para penjaga menatapnya tegas. "Diam kau! Jangan banyak bicara atau kalian tidak akan dapat makanan." Ryan menatap Fizah yang tampak tenang walau penutup matanya terbuka. "Apa dia benar, Hafizah?' batinnya. Rogiles muncul di balik tembok. Lelaki itu menatap Ryan dan juga Zeana yang terbaring. "Bagaimana tidur kalian, nyenyak?" tanyanya angkuh. Ryan menahan amarah yang bergejolak di hatinya. "Lepaskan kami, jadilah jantan dan bertarung satu lawan satu." Rogiles tertawa dan tersenyum bahagia. "Haha haha, ada saatnya kau di keluarkan. Tapi, tidak sekarang. Tunggu Fahmi datang menyerahkan tahta-nya padaku." Ryan mengerutkan kening. "Jangan banyak bermimpi Rogiles, hal itu tidak akan terjadi. Bang Fahmi bukan orang yang bisa kau ancam seperti itu." Kebahagiaan Rogiles tidak terganggu sedikitpun mendengar ucapan Ryan. "Dia akan datang, dia pasti akan datang demi calon bayi yang ada di perut wanita itu." Ryan terkesiap, dia tidak percaya jika Fizah sedang hamil. "Apa kabar dengan istrimu? Apa kau tidak tahu bahwa dia juga sedang mengandung." Ryan tercengang dengan wajah melongo. Rogiles menertawakannya. Sungguh Ryan sangat polos dan tidak tahu apapun. "Penjaga jaga mereka dengan baik, jangan sampai mereka kabur!" ucap Rogiles sebelum meninggalkan tempat itu. "Baik, Tuan." Ryan yang terpana di tempatnya, segera membangunkan Zean. "Zee bangunlah. Aku ingin menanyakan satu hal." Dengan lembut Ryan membangunkan istrinya. Zean membuka mata perlahan, dia sangat kedinginan dan meringkuk di samping sang suami. "Apa kau hamil?" tanya Ryan pelan. Zeana menatapnya bingung. Ryan menatap kedua netra yang juga menatapnya. "Aku tidak tahu, tapi bulan ini aku belum datang bulan." Wajah Ryan berubah sumringah. "Benarkah, jadi kau. Kita- kita akan menjadi orangtua." Ryan memeluk istrinya dan sangat bahagia, sedang Zean. Dia bingung harus bersikap bagaimana. "Ryan, bukankah terlalu awal untuk menafsirkan itu. Bisa saja aku hanya telat." Ryan menggeleng dan mengecup keningnya. "Iya, kau benar. Tapi, apa salahnya berhati-hati. Jaga dirimu dengan baik Zean." Kebahagiaan mereka membuat Fizah sedih, akal sehatnya kembali hanya jika dia berada di tempat Rogiles. Mengetahui dirinya hamil. Fizah menjadi uring uringan. Dia takut, bayi itu bukan keturunan Fahmi. Mengingat berapa lama di sekap sebelumnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD