10. Cinta Mulai Penasaran

1729 Words
Siang itu Cinta sedang beristirahat setelah bekerja sejak pagi tadi. Dia baru saja hendak makan siang di tempat langganannya yang tidak jauh dari butik miliknya. Namun sebelum dia melangkah pergi, ponsel pintarnya terus berdering. Awalnya Cinta mengacuhkan panggilan telepon itu. Namun karena berdering terus makanya Cinta mau tidak mau harus melihat siapa penelepon itu. “Siapa sih ini ribet banget deh!” Cinta berusaha untuk mengambil ponselnya di dalam tas LV miliknya. “Ya ampun, ternyata yang telepon itu Tante Mieke? Ada apa ya? Tante Mieke sampai telepon aku?” Cinta merasa heran dan dia sedikit gugup untuk menerima telepon dari calon mertuanya. “Halo selamat siang, Tante,” sapa cinta dengan lembut karena dia tengah berbicara dengan orang yang lebih tua. “Halo selamat siang, Cinta! Ngomong-ngomong Tante ganggu kamu nggak, ya?” “Enggak sih tante kebetulan Cinta baru aja mau makan siang. Memangnya ada apa ya, Tante?” Cinta berharap itu bukan tentang kabar percepatan pernikahannya. “Rencananya nanti malam ....” ucapan Tante Mieke—mamanya Frans tiba-tiba terhenti. ‘Aduh! Tuh kan! Mau pertemuan apa lagi nanti malam?’ ujar Cinta dalam hatinya. Sebelum mendengarkan semua penjelasan Tante Mieke. “Tante mau minta tolong Frans dan kamu datang ke suatu acara, sebagai perwakilan Tante sama Om, mewakili kami di acara pernikahan anak teman Tante. Soalnya waktunya itu benar-benar bentrok sama jadwal pertemuan Om dan Tante dengan kolega Om Hutama yang baru datang dari Australia. Rasanya ingin datang menemui mereka semua tapi kenyataannya jadwalnya itu bentrok. Jadi Tante mau minta tolong sama Frans dan Cinta untuk datang ke acara pernikahan anak teman Tante nanti malam. Hanya saja, Tante berkali-kali menghubungi Frans tapi ponselnya nggak aktif. Tante berusaha menelepon kantor, kata sekretarisnya si Frans lagi makan di luar. Mungkin lebih baik Tante kasih tahu kamu. Setidaknya kamu bisa kasih tahu Frans buat mengatur jadwal dan bersiap-siap untuk datang bersama kamu ke acara malam nanti. Tante mohon sangat sama Cinta, untuk meluangkan waktu sebentar saja mewakili Tante sama Om ya!” ‘Mampus! Momen yang sangat ingin aku hindari! Tapi permintaan Tante Mieke ini sulit buat aku tolak. Apalagi Tante Mieke udah percaya sama aku. Mau gak mau aku deh yang harus menyampaikan semua ini sama Frans,' gumam Cinta dalam hatinya sebelum menjawab pertanyaan Tante Mieke. “Halo cinta? Bisa kan ya? Tante mohon sangat sama Cinta semoga Cinta mau menolong Tante!” sekali lagi Mieke menunggu jawaban Cinta. “Iya, maaf Tante, iya iya ... Cinta bisa kok buat bantuin Tante mewakili ke acara pernikahan anak teman Tante itu. Berarti nanti yang kasih tahu ke Frans itu Cinta atau Tante ya?” Cinta ingin kalau yang menghubungi Frans itu Tante Mieke supaya kesannya bukan cinta yang mengejar-ngejar Frans. “Cinta aja gimana? Soalnya Tante harus mengurus banyak hal. Tante udah berusaha menghubungi ponsel Frans berkali-kali tetap nggak aktif. Tadi sih Tante udah bilang sama sekretarisnya Frans kalau dia harus menyampaikan pesan Tante ke Frans. Tapi kayaknya kalau kamu yang ngomong langsung sama Frans lebih enak deh! Biar langsung direspons!” “Oh ... gitu ya, Tante?” nada bicara Cinta melemas. “Cinta nggak apa-apa, kan? buat bantu Tante?” “Nggak apa-apa kok, Tante ... Cinta senang bisa membantu.” Cinta tidak mungkin menyakiti perasaan Tante Mike. “Duh, Cinta udah cantik, baik banget lagi. Makasih ya sebelumnya. Sekarang Tante udah lega banget. Frans beruntung mendapatkan gadis sebaik kamu.” kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Tante Mieke membuat Cinta merasa jantungnya berdebar dan hatinya bergetar. “Tante bisa aja deh bikin Cinta geer!” Cinta tidak menyadari kalau dia mengatakan hal itu. Karena Cinta memang senang menolong orang lain. “Ya sudah, sekarang lebih baik kamu lanjutkan makan siang dan Tante lanjut sama beberapa hal yang harus diselesaikan. Makasih ya, Cinta!” “Sama-sama Tante.” Tante Mieke menutup perbincangan itu. Seketika Cinta memekik sembari memejamkan mata dan mengepalkan tangan. Karena ada perasaan yang berkecamuk membuncah di dalam hati dan pikirannya. Di sisi lain Cinta memang tipe perempuan yang memiliki tata krama dan budi pekerti yang luhur seperti menghargai orang lain, menghormati orang yang lebih tua, dan juga selalu berbuat baik kepada sesama. Namun di sisi lain, Cinta merasa pertunangannya dengan Frans adalah hal terkonyol yang pernah dia lakukan. Bahkan malam itu telah mengubah segalanya. Hubungan percintaan Antara Cinta dan Dimitri kandas. Lalu Cinta dihadapkan pada sebuah permasalahan yang membawanya melangsungkan pertunangan menuju pelaminan dengan seseorang yang sama sekali tidak pernah singgah di dalam hatinya. Bahkan di antara Cinta dan Frans semasa sekolah tidak pernah akur. Mereka kembali dipertemukan dalam sebuah kerja sama profesi yang tidak bisa dipisahkan. Terlebih cinta menjadi salah satu desainer muda yang berbakat yang tengah naik daun. Tentu saja para artis tidak sedikit yang menggunakan jasanya untuk membuat gaun yang akan membuat mereka tampil maksimal. Tidak lupa pada perusahaan Frans yang juga memiliki kontrak kerja sama dengan Cinta dalam urusan Wardrobe. Cinta yang merasa dilema tiba-tiba duduk dan menopang kepalanya. Dia mulai memijat dengan lembut dahi yang tiba-tiba terasa agak pusing. “Aku harus menghubungi Frans? Ini benar-benar konyol! Datang ke acara pernikahan sama si Frans? Benar-benar mati pasaran! Tapi mau gimana lagi? Aku udah janji sama Tante Mieke. Ya udahlah mendingan aku hubungi Frans Mungkin dia lagi makan siang?” Cinta merutuki kenyataan yang sedang dia hadapi. Cinta mencoba menghubungi nomor ponsel Frans dengan mengirimkan pesan. Namun sudah menunggu lima menit belum ada balasan. Cinta kembali berusaha menghubungi Frans dengan meneleponnya. Lagi-lagi nihil. Frans sama sekali tidak bisa dihubungi karena nomornya tidak aktif. “Gimana tante Mike nggak kesal, coba? Orang punya ponsel itu kan lazimnya dibawakan ke mana-mana? Masa iya orang sesibuk Frans nggak stand by sama ponselnya? Aneh-aneh aja sih! bikin kesel ae nih siang-siang kayak gini!” lagi-lagi Cinta merutuki situasi yang seakan-akan memojokkan dirinya. “Ya udahlah mending aku telepon sekretarisnya!” sekali lagi Cinta berusaha untuk menghubungi kantor Frans Music. Karena dirinya hendak berbicara sekali lagi dengan sekretaris yang selalu stand by di sana. Setelah Cinta mencoba beberapa saat menghubungi sekretarisnya. Akhirnya telepon itu disambungkan langsung dengan Dona sekretaris Frans. Cinta mencari informasi tentang keberadaan Frans. Namun sayang sekali sekretarisnya sama sekali tidak mengetahui di mana keberadaan Frans. “Gila bener nih orang! Dia itu kan Bos besar? Masa iya nggak ada yang tahu ke mana perginya Frans? Senewen juga nih lama-lama! Udahlah mending aku pergi makan aja dulu!” akhirnya Cinta memutuskan untuk makan siang. Cinta bergegas meninggalkan kantor untuk makan di Kafe yang jaraknya tidak jauh dari butik miliknya. Cinta mengemudikan mobil berwarna putih sendirian. Bahkan dia merasa kurang nyaman kalau harus diantar oleh sopirnya. *** “Hai Mbak, Cinta!” siapa Vira asistennya yang kebetulan hendak makan siang di sana. Gadis itu melihat Cinta tengah duduk sendirian sambil memegangi ponselnya. “Sini, Vir! bareng makannya!” Cinta menyambut dengan hangat kedatangan Vira. “Kamu dari mana aja sih, Vir? Tadi aku mau ngajakin kamu makan siang bareng tapi kok nggak ada?” Cinta merasa kehilangan asistennya di saat jam istirahat. Apa lagi dia baru saja mendapatkan telepon dari calon mertuanya. “Maaf ya, Mbak Cinta, tadi pas Saya mau ketemu sama Mbak Cinta, ternyata Mbak Cinta lagi nerima telepon. Ya udah akhirnya saya duluan aja, takutnya Mbak Cinta pergi sama temannya Mbak Cinta dan nanti saya sama siapa?” Vira yang tengah duduk manis sembari cengengesan. “Berarti kamu udah makan siang dong?” Cinta merasa penasaran karena Vira yang sudah pergi makan, tapi justru ikut makan lagi bareng dia. “Nah itu tadi Mbak! Tempat makan yang tadi dituju ternyata penuh pas jam istirahat kan. Ya udahlah dari pada nunggu lama, akhirnya balik lagi ke sini. Tapi Mbak, tadi saya ketemu sama Pak Frans loh!” “Oh ya? Lagi makan siang?” Cinta mengernyitkan dahinya karena dia merasa informasi dari Vira sangat kebetulan dan berharga. “Lagi makan siang sama temannya mungkin ya? Soalnya ....” Vira menghentikan perkataannya karena dia masih berpikir perempuan yang dia lihat bersama Frans itu lebih cocok sebagai apa. “Soalnya apa?” Cinta semakin penasaran. “Soalnya Pak Frans itu lagi makan berdua sama perempuan yang dandanannya itu jadul!” Vira yang bingung untuk mendeskripsikan perempuan yang sedang bersama Frans, sehingga dia menganggap kalau dandanan perempuan itu jadul alias jaman dulu. “Maksud kamu gimana?” Cinta semakin tertarik dengan perbincangan itu. “Jadi Pak Frans ini makan bareng cewek muda. Kelihatan cupu. Rambutnya dikepang dua, pakai poni, pakai kacamata. Terus kelihatannya kayak lugu banget gitu, Mbak!” Vira kembali mengingat bagaimana suasana ketika dia melihat Frans bersama perempuan itu. “Siapa sih jadi penasaran deh! Apa gara-gara perempuan itu Si Frans sampai nggak bisa dihubungi sama Mamanya dan akhirnya Mamanya telepon aku! Kamu nggak ada fotonya si Frans itu?” Cinta justru semakin penasaran dan ingin melihat bagaimana dan seperti apa perempuan yang baru saja diceritakan oleh Vira asistennya. “Enggak mbak! Soalnya tadi udah penuh restonya jadi saya langsung balik deh!” Vira bersalah sudah memberikan informasi itu kepada majikannya. “Soalnya ada sesuatu hal yang penting yang harus aku sampaikan sama Frans. Kalau bukan karena Tante Mieke males deh nyamperin dia! Lagian kamu juga cerita kalau ada cewek cupu yang lagi makan berdua sama Frans? Siapa ya kira-kira? Apa seleranya fans emangnya cupu-cupu gitu ya? Aku sih bodo amat si Frans mau makan sama siapa, mau jalan sama siapa juga nggak peduli! Tapi amanat dari Tante Mieke harus cepet-cepet disampaikan!” Cinta memungkiri kalau dirinya juga penasaran dengan sosok gadis yang katanya kelihatan culun yang sedang makan siang bersama Frans. “Ya udah Mbak Cinta makan dulu aja nanti baru ke sana deh!” Vira justru meminta Cinta untuk menunggu sampai mereka selesai makan siang. “Nggak bisa kayaknya deh! Ya ... kamu mau makan apa terserah kamu, biar nanti aku yang bayarin! Sekarang kamu kirim alamat resto yang tadi kamu mau makan itu ya! Aku berharap kalau Frans masih ada di sana! Soalnya dari tadi dia susah buat dihubungi!” Cinta bersiap meninggalkan Kafe langganannya untuk pergi ke restoran tempat Frans berada. “Mbak Cinta, udah saya kirim alamatnya ya! Makasih banget ya Mbak Cinta udah traktir Vira!” Vura tersenyum kepada majikannya. “Makasih juga ya informasinya! Aku mau pergi dulu ke tempat itu!” Cinta bergegas pergi meninggalkan Kafe menuju tempat keberadaan Frans. Di sepanjang langkahnya menuju tempat parkir Cinta bergumam di dalam hatinya. ‘Frans makan sama siapa sih? Sampai-sampai dia menonaktifkan nomor ponselnya? Segitunya amat?’
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD