11. Saling Penasaran

1968 Words
Frans tengah makan berdua bersama Nada di sebuah restoran yang tidak jauh dari kantor Frans Music. Di sana terdapat sebuah restoran Padang yang terkenal enak dan lengkap. Sehingga sangat tidak heran kalau restoran itu sangat penuh di jam istirahat kerja. Karena memang letaknya berada di lingkungan perkantoran. Nada begitu antusias melihat meja makan yang penuh oleh berbagai menu olahan khas restoran padang. Nada sampai tidak bisa menahan air liurnya karena membayangkan betapa nikmatnya makanan yang terhidang di meja itu. Namun dia tetap menjaga sikap di antara perutnya yang lapar karena aroma dan penampilan makanan yang begitu menggoda selera. “Ayo kamu makan sesuka kamu saja! Mau pilih menu yang mana saja silakan! Mau dibawa pulang juga boleh!” Frans sudah mempersilahkan Nada untuk menikmati hidangan. “Beneran, Pak?” Nada memastikan kalau Frans Hutama tidak bercanda. “Ya iyalah! saya udah ngajak kamu jalan ke sini untuk menikmati menu masakan yang ada di sini. Lihat di jam makan siang, restoran ini bisa penuh. Sudah pasti rasanya mantap! Sekarang lebih baik kita makan saja!” Frans Hutama dan Nada menikmati hidangan yang tersedia di meja mereka. ‘Ya Allah ... Alhamdulillah, siang ini aku pikir menjadi siang yang begitu melelahkan. Tapi di balik itu semua ternyata ada berkah yang tengah engkau berikan. Di saat perutku sangat lapar dan uangku menipis, ternyata rencana Allah benar-benar tidak terduga. Belum pernah terbayang untuk makan di restoran Padang yang menunya berjejer satu meja makan. Gimana bisa nolak?’ ucap nada dalam hatinya yang begitu bersyukur karena dia ternyata bertemu dengan orang yang baik. “Kamu kuliah semester berapa?” Frans mulai mengajak berbincang Nada sambil menikmati makanan itu. “Baru juga masuk beberapa minggu ini, Pak. Masih semester satu.” Nada menjawabnya dengan sopan. “Berarti kamu merantau?” Frans sebenarnya ingin tahu, Dia berasal dari daerah mana. “Iya, Pak! di sini saya ngekos nggak jauh dari kampus. Walaupun kamarnya kecil tapi cukup untuk saya beristirahat dan harganya juga lumayan miring dibandingkan harga sewa kos di tempat lain yang letaknya ada di pinggir jalan,” jawab nada sangat jujur. “Ya memang sih, biaya hidup di Jakarta itu nggak murah. Standarnya ya .... lumayan mahal. Saya salut sama kamu, bisa dibilang kamu masih muda tapi pikiran kamu lebih dewasa. Buktinya mau menyelesaikan kesalahpahaman di antara kita.” Frans merasa kalau Nada adalah gadis yang jujur dan sederhana. Walaupun dia sempat merasa kesederhanaan Nada justru mengundang perundungan dari orang-orang yang memang membuat onar. Pada kenyataannya, apa yang dipikirkan oleh Frans itu benar adanya. Karena Nada sering diganggu, di intimidasi, dan ditindas oleh geng Mawar Merah yang dipelopori oleh Juliana calon adik ipar Frans Hutama. Perbincangan dan makan siang antara Frans dengan Nada dikejutkan dengan kehadiran Cinta. “Selamat siang! Aku boleh gabung ya!” Cinta datang menyapa mereka untuk bergabung bersama mereka. “kamu ngapain di sini?” Frans tercengang sembari melirik tajam ke arah Cinta yang tiba-tiba duduk di salah satu bangku kosong yang ada di meja itu. “Ya gabunglah, Frans! Aku juga mau makan siang!” Cinta menjawab tanpa rasa bersalah. “Hai, kenalin aku Cinta!” saat itu Cinta menyapa Nada yang masih menunduk sembari menikmati makanannya. Cinta yang awalnya tersenyum semringah dan penasaran bagaimana raut wajah gadis yang ada di hadapannya langsung diam seketika Nada menatap matanya. ‘Kenapa sorot mata gadis ini terasa begitu meneduhkan hati dan pikiran aku yang sedang berkecamuk memikirkan masalah hidupku. Padahal dandananya bisa dibilang jadul dan begitu sederhana. Namun ada sesuatu yang berbeda dari kharisma gadis yang ada di hadapanku. Siapa dia?’ ucap Cinta dalam hatinya yang masih menatap ke arah Nada. ‘Melihat perempuan yang tiba-tiba hadir di depanku, seketika aku merasa sangat mengenalnya. Cantik, stylish, dan terlihat smart. Senyumnya ramah dan sorot matanya begitu hangat. Siapa ya perempuan ini?’ Nada begitu penasaran ketika pertama kali menatap Cinta. “Saya Nada, Kak!” Nada menganggukkan kepalanya. “Saya Cinta, temannya Frans!” Cinta juga melontarkan senyuman di wajahnya. “Ehem ... hem!” Frans berdehem sambil melirik ke arah Cinta. “Kalau keseretan atau haus ya minum dulu Frans!” Cinta membalas lirikan Frans dengan tatapan yang tidak kalah tajam. “Tumben, tiba-tiba nyamperin gue?” Frans merasa terganggu dengan kedatangan Cinta yang tiba-tiba. “Kalau nggak terpaksa ngapain aku datang buat ketemu kamu!” Cinta menjawab tanpa menatap ke arah Frans. Justru dia memanggil salah satu pelayan restoran untuk meminta nasi. ‘Dasar si kuya! Datang-datang minta nasi, mau ikutan makan Pula!’ batin Frans yang merasa kalau Cinta tidak spesial di matanya. “Lu nggak malu datang-datang langsung minta makan?” Frans kembali berbisik kepada Cinta. “Ngapain malu Aku laper!” Cinta menjawab dengan tegas sambil menerima satu piring berisi nasi yang akan segera dia beri lauk yang ada di meja. “Terus ngapain lu nyariin gue? Sampai bisa nemuin gue di sini?” Frans merasa kalau Cinta bukanlah wanita yang masuk ke dalam kriteria calon istrinya. “Makanya kalau punya ponsel itu jangan cuma dipegang atau dibawa ke mana-mana tanpa diaktifkan!” Cinta belum menjawab apa yang harus dia sampaikan kepada Frans. Sebaliknya Cinta justru menjawab dengan sindiran pedas. ‘Buset mulutnya pedes amat sih! Nggak kalah sama sambal balado!’ gumam Frans dalam hatinya sembari mengambil ponsel yang ada di saku jasnya. “Apa? ternyata gue lupa ngaktifin ponsel gue!” Frans berbicara sendiri sambil menepuk jidatnya. “Baru nyadarkan lo sekarang?” Cinta mengatakan hal itu dengan enteng sambil menikmati dendeng balado dan daun singkong yang ada di dalam piringnya. Nada melihat ada kejanggalan di antara Frans dan Cinta. ‘sebenarnya Kak Cinta sama Pak Frans ini ada hubungan apa ya? Mereka seperti musuh bebuyutan? Tapi memiliki chemistry yang seakan-akan mereka itu sudah kenal lama. Tapi jujur aku merasa pernah mengenal sosok seperti Kak Cinta. Tapi di mana ya?’ Nada masih terus mengunyah makanan sembari melihat tingkah laku Cinta dan Frans yang sulit untuk berdamai dan mengalah satu sama lain. “Udahlah nggak usah banyak teka-teki deh! Lu mau ngomong apa sih?” Frans tidak mau terlalu lama ada Si Cinta di sebelahnya. “Gini Frans, Sebenarnya aku terpaksa menyampaikan hal ini sama kamu. Karena Tante Mieke menghubungi aku. Beliau bilang aku yang harus menyampaikan semua ini sama kamu Frans! Nanti malam kita diminta untuk datang mewakili Tante Mieke dan Om Eric Hutama ke acara pernikahan anak dari sahabat Tante Mieke.” “Kenapa harus kita? Biasanya Mama juga perginya sama Papa kok kalau ke acara kondangan!” “Makanya kalau ada orang yang lagi berusaha menjelaskan hatusnya didengerin dulu Frans!” Cinta menaikkan intonasi suaranya. Frans merasa akan mati kutu saat Cinta mengucapkan kalimat itu. Sebenarnya Frans tidak ingin pergi bersama Cinta tapi mendengar berita itu membuat Frans kesal dan akhirnya tidak mau mendengarkan apa yang dijelaskan oleh Cinta. “Aku ngomong sekali tapi tolong kamu dengerin!” pinta Cinta kepada Frans yang menyiratkan raut wajah kesal. “Tante Mieke mau menemani Om Eric Hutama ketemu sama koleganya yang datang dari Australia. Waktunya itu bentrok, Frans! Nggak mungkin Tante Mieke sama Om Eric Hutama datang pada dua acara di waktu yang bersamaan. Tante Mieke sama Om Eric lebih memberatkan untuk bertemu sama kolega yang dari Australia itu. Karena memang waktunya terbatas dan sulit untuk mengatur jadwal kembali. Sedangkan acara pernikahan anak dari sahabat Tante Mieke tentunya masih bisa diwakilkan. Itu sebenarnya yang ingin Tante Mieke sampaikan sama kamu! Tapi nyatanya kamu malah teledor menonaktifkan ponsel kamu sendiri!” Cinta kembali melanjutkan makannya setelah menceramahi Frans. ‘Kenapa harus terjadi hal-hal yang seperti ini sih?’ batin Frans yang kesal dengan situasi. “Sebenarnya kalau gue datang sendiri ke sana nggak masalah sih. Lo nggak ikut juga sepertinya aman-aman aja!” Frans berusaha untuk mengutarakan isi hatinya yang tidak mau datang ke acara kondangan bersama Cinta. “Ya kalau kamu mau datang sendiri itu lebih bagus! Aku juga Jadi nggak capek! Tapi aku nggak mau tanggung jawab kalau Tante Mieke nanti protes sama kamu. Aku juga bakal jawab apa adanya kalau Tante Mieke nanya sama aku. Jadi semua terserah kamu Frans!” Cinta kembali mengunyah makanannya yang tinggal sedikit. ‘Hah! Kenapa harus ada acara seperti ini?’ batin Frans sembari mengedarkan pandangan ke arah depan. Dia tidak mempunyai pilihan lain selain menuruti apa permintaan mamanya. “Jadi konsepnya mau gimana?” Frans menanyakan hal itu seperti setengah hati. Sedangkan Nada terus menikmati makanannya yang seakan bingung mendapati kondisi dan situasi seperti saat itu. Dia tidak mengerti apa yang terjadi antara Frans dan Cinta. Bahkan bisa dibilang Nada tidak mengenal mereka. Namun berada di tengah-tengah konflik yang terjadi antara mereka. “Jadi nanti konsepnya gimana?” Frans menanyakan hal itu sekali lagi karena Cinta baru saja menyelesaikan makannya. “Iya mau gimana lagi setidaknya kita harus bersiap sejak sore. Nanti malam mungkin kita bisa janji ketemu di mana? Atau ....” “Nggak mungkin Mama gue ngebiarin gadis yang jadi tunangan anaknya pergi ke mana-mana sendiri! Lo ngerti maksud gue kan?” Frans kembali menekankan hal itu karena dia mengembalikan semuanya berdasarkan perintah sang mama. “Hmmm ....” Cinta menjawab dengan pasrah. “Ya udahlah seperti kesepakatan kita! Kita memainkan peran ini secara maksimal di depan kedua orang tua kita! Sambil kita mikir gimana caranya, supaya pertunangan ini nggak berlanjut ke pelaminan! Masih ingatkan kesepakatan kita?” sekali lagi Frans menekankan hal itu kepada Cinta yang tengah menatapnya dengan tajam. “Oke! Aku masih ingat dan sesuai kesepakatan! Kalau gitu makanannya makasih ya! Aku harus kembali ke butik!” Cinta merasa lega karena dia sudah menyampaikan amanah dari Tante Mieke untuk Frans. “Duluan, ya!” Cinta kembali menyapa Nada yang juga sudah menyelesaikan makannya. “Iya, Kak!” balas Nada dengan begitu ramah dan lembut. Seketika Cinta merasa kalau gadis berpenampilan sederhana dan unik itu memiliki aura yang berbeda. Bahkan sampai Cinta pergi meninggalkan mereka. Rasa penasaran itu masih tetap ada. Cinta merasa damai ketika menatap sorot mata Gadis itu yang sangat sendu. Bahkan Nada tidak tahu kalau Cinta adalah kakak dari Juliana—musuh bebuyutannya. Selepas Cinta berpamitan. Frans masih duduk dan kembali mengedarkan pandangannya. “Pak Frans, baik-baik aja?” Nada merasa kalau sikap Frans berbeda setelah Cinta datang menyapa mereka. “Ya, saya baik-baik saja! Hanya sedikit berpikir kalau terkadang takdir nggak selalu sesuai dengan harapan kita.” Ucapan Frans itu membuat Nada mengernyitkan dahinya dan berpikir kalau masalah yang sedang dihadapi Frans begitu rumit. “Takdir terkadang memang nggak sesuai harapan kita, Pak, tapi jalan itu adalah ketetapan Tuhan yang terbaik untuk kita. Karena kita tidak akan pernah tahu masa depan seperti apa yang akan kita jalani dan bagaimana yang terbaik untuk kita.” ucapan nada membuat Frans langsung menoleh ke arah gadis polos itu. Frans menatap ke arah Nada yang menundukkan pandangan seakan menyimpan sebuah kenangan yang sulit untuk dia lupakan. Frans juga merasa kalau Nada begitu misterius di balik dandananya yang polos dan sederhana. “Apa yang kamu katakan ada benarnya. Hanya saja sebagai manusia biasa awalnya sulit untuk menerima dan berdamai dengan ketetapan yang sudah ditakdirkan. Seperti kecerobohan saya yang akhirnya mengantarkan saya dan Cinta melangsungkan sebuah pertunangan dan kedua orang tua kami berharap kami akan segera melanjutkannya ke pelaminan.” Frans hanya bisa mengukir senyum yang dirasa terpaksa saat kembali mengingat hal itu. “Maaf, Pak sebelumnya, bukannya saya ingin menggurui. Tapi saran saya, Pak Frans mulai harus berdamai dengan situasi dan kondisi atas ketetapan takdir yang digariskan dalam kehidupan Pak Frans.” Nada memberikan saran yang cukup dalam. “Untuk apa saya harus berdamai dengan hati saya dalam masalah ini?” Frans menatap Nada yang seakan menuntut sebuah jawaban yang bisa menenangkan hatinya. “Setidaknya dengan menerima kenyataan, akan membuat kita tetap bisa merasa bahagia. Walau awalnya cukup berat,” ucapan Nada yang terasa jujur, membuat hati Frans berdebar. Dia justru penasaran dengan sosok Nada. Di balik sikap dan dandanannya yang polos. Dia terlihat misterius. Seakan mengetahui sebuah rahasia.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD