8. Nada Menemui Frans Hutama

1261 Words
Hari ini aku bangun sangat pagi. Bukan berarti semalam aku tidur lebih awal. Namun karena saking lelahnya mengerjakan tugas dan memikirkan permasalahan yang harus aku selesaikan, justru membuat aku nggak bisa tidur nyenyak. Hingga jam tiga malam mataku masih terjaga. Jadi aku pikir lebih baik aku mencuci baju saja sepagi itu. Dari pada aku memaksakan tidur lalu aku bangun kesiangan. Lebih baik aku gunakan untuk hal-hal yang lebih berguna dan meringankan pekerjaanku pada siang hari. Setelah aku selesai menjemur pakaian , nggak terasa Azan subuh mulai berkumandang. Aku bersiap untuk membersihkan tubuhku dan beribadah sesuai Agamaku. Setelah itu aku memulai rutinitasku menelepon Ayah yang berada di Kampung. Setiap hari aku selalu menjaga komunikasi dengan Ayah. Tujuannya biar aku dan ayah merasa tenang setelah memberikan kabar masing-masing. Maklumlah! sejak usiaku sekitar lima tahun, aku nggak pernah lagi melihat Ibu. Aku hanya mengingat Ayahku yang selalu menjaga dan merawat aku sampai sekarang ini. Aku berasal dari keluarga yang sederhana. Kami tinggal di sebuah dusun di daerah Banyumas. Ayah bekerja tanpa mengenal lelah demi memperjuangkan masa depanku. Teriknya matahari tidak membuat Ayahku gentar. Derasnya hujan tidak membuat Ayahku mengurungkan niatnya untuk tetap mencari nafkah demi sesuap nasi dan masa depanku. Sehingga beasiswa yang aku dapatkan sekarang ini bisa dikatakan hasil kerja kerasku dan Ayah. Tidak lupa doa Ayah yang selalu mengalir untukku di setiap embusan napasnya. Walaupun aku sering dirundung oleh geng Mawar Merah itu nggak akan membuat nyaliku menciut untuk terus meraih impianku. Semburat jingga di ufuk timur mulai merona. Aku berjalan keluar kos untuk mencari penjual nasi uduk yang nggak jauh dari gang tempat kosku. Setelah sarapan dan memastikan kamar kos rapi, aku bergegas pergi ke kampus dengan berjalan kaki. Maklumlah! aku nggak memiliki kendaraan seperti kebanyakan mahasiswa yang lain. Bisa menyewa tempat kos dengan harga yang cukup miring saja, seakan menjadi sebuah keberuntungan. Aku nggak berharap terlalu banyak untuk memiliki kendaraan dengan keadaanku yang masih seperti ini. Tapi mungkin nanti setelah aku sukses dan bekerja, pastinya orang yang pertama kali akan aku bahagiakan adalah Ayah. Semoga semua itu dapat terwujud. *** Bel di kampus sudah berbunyi pukul sepuluh pagi. Tiba-tiba nomor ponsel yang kemarin menelepon aku, memberikan sebuah alamat kantor yang lumayan jauh dari kampusku. Demi menyelesaikan permasalahan ini, aku rela menempuh perjalanan itu. Semoga saja, setelah ini semuanya bisa benar-benar beres. Panas terik dan polusi aku terjang. Aku menaiki angkot beberapa kali. Karena memang jarak tempuh dari kampusku menuju kantornya bisa dikatakan lumayan jauh. Aku pun harus merogoh kocek yang seharusnya bisa aku gunakan untuk kepentingan lain. Tapi tidak apa-apa. Demi menyelesaikan perkara dengan Si penelepon misterius. “Kiri, Pak!” aku melihat plang nama kantor itu. Jadi aku mendadak menepuk bahu Pak sopir. “Makasih, Pak!” ucapku kepada Pak sopir setelah aku membayar ongkos angkotnya. Sekarang aku berdiri tepat di depan pintu gerbang kantor Frans Music. Agak sedikit ragu sih! Tapi aku memberanikan diri untuk berjalan ke arah pos satpam. “Siang, Pak!” sapaku kepada tiga Satpam yang ada di sana. “Siang, Dek! Dengan siapa saya bicara?” jawab salah seorang satpam yang tinggi tegap dengan rentang usia mungkin sekitar tiga puluh tahunan. Terlihat tegas dan berwibawa. Aku merasa seperti anak hilang yang sedang meminta pertolongan ke pos satpam. Padahal tujuanku ke sana untuk bertemu dengan seseorang yang bernama Frans. “Maaf Pak! Saya Nada. Mau tanya sesuatu semoga tidak mengganggu ya pak!” “Silakan, Dek ada yang bisa kami bantu?” jawab satpam yang bernama Hadi memperlakukanku dengan ramah. “Apa benar ini kantor Frans Music?” “Betul sekali, Dek memangnya ada perlu apa ya?” “Saya mau mencari dan bertemu seseorang yang bernama Frans Hutama.” “Adik kenal Beliau?” tanya satpam itu seperti sedang menginterogasiku. “Saya tidak kenal, Pak, tapi saya diminta datang ke kantor ini supaya bertemu sama Frans Hutama.” “Adik berarti sudah punya janji?” sekali lagi Pak satpam seperti sedang memastikan. “Saya sudah punya janji sama Frans Hutama. Saya diminta datang ke kantor dengan alamat ini. Tunggu sebentar! Saya tunjukkan pesan dari Beliau!” Aku segera mengambil ponselku yang ada di dalam tas. Supaya Pak satpam percaya kalau aku memang diminta datang ke kantor ini untuk bertemu dengan seseorang yang bernama Frans Hutama. Aku jadi penasaran seperti apa orang yang bernama Frans Hutama itu. Apa mungkin dia seseorang yang berpengaruh di kantor ini? Mungkin saja pria paruh baya yang arogan dan galak. Sehingga Pak satpam tidak mau bertindak gegabah untuk mengantar aku bertemu dengan orang itu. “Nah, ini Pak pesannya!” aku memperlihatkan pesan yang dia kirim. Supaya Pak satpam tahu kalau aku nggak berbohong. “Tunggu sebentar ya, Dek! Saya akan menghubungi sekretarisnya!” “Iya, Pak terima kasih.” Aku diminta untuk menunggu karena Pak satpam itu sedang menghubungi sekretaris Pak Frans. Mungkin dugaanku benar orang yang bernama Frans Hutama salah satu orang yang berpengaruh di kantor ini. Buktinya dia memiliki seorang sekretaris. “Dek, nama kamu Nada, kan?” Pak Satpam tiba-tiba keluar dari dalam ruangan kecil itu untuk menanyakan namaku. “Iya Pak!” “Tunggu sebentar, ya!” Aku hanya mengangguk ketika Pak Satpam memintaku untuk menunggu lagi. Mungkin memang mereka memastikan kalau aku bukanlah orang yang berbahaya. Baiklah! “Mari, saya antar!” Pak satpam itu memintaku untuk ikut bersamanya. “Terima kasih ya, Pak!” aku mengekor di belakang Pak satpam. Aku terus berjalan sembari menatap gedung tinggi yang sebentar lagi aku sambangi. Memasuki lobinya saja, aku merasa kecil. Udara dingin dari AC begitu terasa. Interior kantor terlihat rapi dan indah sejauh mata memandang. Ditambah lagi lampu-lampu yang ada di sepanjang koridor membuatku seakan masuk ke dalam istana. Maklum! Aku belum pernah memasuki gedung perkantoran seperti itu. Aku terus berjalan mengikuti langkah Pak Satpam. Hingga tiba di depan sebuah elevator. Pak satpam menekan tombol angka lima. Mungkin berarti ruangan Frans Hutama ada di lantai lima. Rasanya begitu deg-degan walau aku sama sekali tidak salah. Setibanya di lantai lima Pak satpam kembali berjalan menuju ke sebuah ruangan yang tertutup oleh kaca. Kami masuk ke sana dan Pak satpam berbicara pada seorang perempuan yang tidak lain adalah sekretaris Frans Hutama. Sembari menunggu, aku iseng melihat dekorasi ruangan itu. Sepertinya kantor ini sebuah kantor perusahaan yang bergerak di bidang musik atau label rekaman. Andai saja aku bisa memiliki kesempatan untuk memiliki sebuah lagu yang aku nyanyikan dan rekaman di kantor ini. Tapi itu semua hanya angan-angan aku semata. “Dek, Nada! Silakan ikut bersama sekretaris Pak Frans, ya! Saya hanya mengantar sampai sini saja!” Pak Satpam itu mengulas senyum kepadaku dan dia berpamitan untuk kembali bertugas. “Baik, Pak terima kasih sudah membantu saya!” Lalu setelah Pak satpam itu pergi. Pandanganku beralih ke sekretaris cantik yang siap mengantarku bertemu dengan seseorang yang mereka panggil sebagai Pak Frans. “Silakan Nada ikut sama saya!” sekretaris cantik itu sangat ramah dan dia mengajakku bertemu dengan Pak Frans. Mungkin Beliau ada di balik pintu kokoh yang menjulang yang tidak jauh dari meja sekretarisnya. Benar saja pintu kokih yang menjulang di depanku dibuka oleh sekretaris cantik itu. Aku kembali mengekor dan melihat bagaimana ruangan seseorang yang disebut sebagai Pak Frans di kantor itu. Ruangannya sangat besar, indah, sejuk, dan wangi. “Silakan!” suara sekretaris itu mengejutkanku. “Oh iya, Kak!” pandanganku terarah pada seseorang yang tengah duduk dan menatapku dengan sangat sinis di depan sana. Pria muda yang menggunakan setelan jas berwarna merah marun. Tatapannya tajam, tapi sialnya wajahnya tampan. Aku mulai berpikir apakah Frans Hutama itu dia? Sebenarnya aku ingin bertanya pada sekretaris itu, tapi dia keburu pergi. Aku benar-benar bingung dan rasanya sangat gugup.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD