7. Gara-gara Nomor Ponsel

1109 Words
Nada yang lelah seharian berada di kampus saat ini tengah membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur berukuran 120 cm di kamar kosnya. Dia mencari tempat kos yang harganya masih terjangkau. Walau dia merasa harus mencari pekerjaan paruh waktu demi membantu ayahnya dalam memenuhi biaya hidup selama dalam perantauan di kota. Lamunanya buyar seketika dia mendengar suara ponselnya berdering. Namun Nada tidak menghiraukannya karena berasal dari nomor asing. “Nomor siapa? Bukannya nomor Ponselku ini belum lama aku beli ya? Lagi pula yang tahu nomor itu kan hanya orang-orang tertentu saja? Biarlah kalau memang penting pasti akan mengirimkan pesan!” Nada tidak menggubrisnya hingga panggilan telepon itu berhenti. Nada beranjak dari tempat tidurnya untuk mengerjakan tugas kampus yang harus dikumpulkan besok pagi. Sebelum mengerjakan tugas, dia membuat satu cangkir kopi cappucino untuk menemaninya malam ini. Nada menaruh secangkir kopi itu di meja belajarnya. Lalu ia meraih kacamatanya dan perlahan membuka modul untuk memulai mengerjakan tugas. Suasana di kamar Nada begitu sunyi. Hanya terdengar suara detak jam dinding yang menemani. Tiba-tiba ponselnya kembali berdering. Nada kembali melihat ke layar ponselnya untuk memastikan siapa penelepon kali ini. “Ini nomor siapa sih? Bukannya ini nomor yang tadi mencoba menghubungi ponsel aku?” Nada mulai mengernyitkan dahi dan dia melepas kacamatanya. Nada meraih ponsel itu dan berusaha untuk menerima panggilan tersebut. “Halo?” Nada menjawab telepon itu dengan sedikit ragu karena memang tidak mengenal nomor yang melakukan panggilan. Dia tengah menunggu suara yang menyahut dari nomor itu. “Halo? Pak Dodi?” suara seorang pria yang misterius menyebut sebuah nama yang terasa asing untuk Nada. “Pak Dodi? Mungkin Anda salah sambung!” jawab Nada dengan datar. “Nggak usah pura-pura deh! Saya mau bicara sama Pak Dodi sekarang juga! Kamu pasti wanita suruhan Pak Dodi kan untuk menjawab telepon ini?” tuduh pria di balik telepon itu. “Maksudnya apa, ya? Di sini nggak ada yang namanya Pak Dodi! Ini juga nomor ponsel saya!” Nada mulai kesal karena sang penelepon tiba-tiba marah-marah. “Saya nggak percaya! Mana Pak Dodi? Bilang sama dia besok harus mengembalikan uang yang sudah dibawa kabur!” “Loh saya nggak bohong! Ini ponsel saya dan ini juga nomor saya! Ayah saya juga namanya bukan Pak Dodi! Memang Anda siapa?” Nada ikut terbawa emosi. “Saya Frans Hutama! Kalau besok Pak Dodi tidak mengembalikan uang saya, akan saya laporkan ke pihak yang berwajib!” ancam pria misterius yang ternyata adalah Frans Hutama. “Kok main laporin ke polisi? Saya bukan Pak Dodi! Saya juga nggak kenal sama Pak Dodi! Ini nomor ponsel saya! Belum lama ini saya membeli nomor ini beserta ponselnya! Nggak mungkin dong, kalau saya kenal sama Anda! Mungkin Anda yang salah mengetik nomor ponsel! Sehingga nyasar ke nomor saya!” Nada berusaha untuk menjelaskan kalau dia benar-benar tidak mengenal orang yang dimaksud oleh Frans. “Saya nggak percaya! Oke! saya matikan pembicaraan ini untuk sementara, lalu saya akan memencet lagi nomor ponsel Pak Dodi. Kalau memang saya salah sasaran, itu artinya tidak akan lagi menyambung ke nomor ponsel Anda, tapi kalau sampai balik lagi ke nomor ponsel ini, itu berarti kamu mengenal Pak Dodi!” “Siapa takut?” Nada tidak takut dengan ancaman pria itu karena memang dia merasa benar. “Oke!” Frans mematikan panggilan teleponnya. Saat ini Nada bisa bernapas lega. Namun dia masih menunggu beberapa saat kalau sampai nomor tadi kembali menghubunginya. “Semoga aja orang tadi itu memang benar-benar nyasar!” Nada merasa deg-degan menunggu apakah nomor itu akan kembali menelepon atau tidak. Nada menunggu beberapa saat. Dia pikir orang itu benar-benar menyasar. Sehingga Nada kembali meraih kacamatanya untuk melanjutkan mengerjakan tugas kampus. Namun apa yang dipikirkan oleh nada ternyata meleset. Nomor itu kembali menelepon dirinya. “Nggak salah nih? Aku angkat apa nggak ya?” Nada merasa galau. Namun dia harus mau menghadapi apa yang terjadi. Nada berusaha untuk menarik napasnya dalam-dalam mengembuskannya perlahan agar dia merasa lebih tenang. “Halo?” Nada berharap kalau pria itu memberikan informasi sesuai dengan dugaannya, kalau dia salah pencet tombol nomor. “Saya sudah mencoba menekan angka yang tertera pada kartu nama Pak Dodi, lalu kembali terhubung ke nomor ini! Kembalikan uang saya yang Anda bawa kabur atau Anda akan saya laporkan ke pihak berwajib!” Frans kembali mengancam Nada yang dia pikir adalah antek-antek pria yang bernama Dodi. “Saya berani sumpah! Kalau saya bukan Pak Dodi! Tidak mengenal sama sekali dengan nama itu!” Nada merasa lemas setelah mendengar pernyataan dari pria misterius yang meneleponnya yang tidak lain adalah Frans. “Saya tetap tidak percaya!” “Apa yang harus saya lakukan supaya Anda percaya?” Nada yang bingung merasa ingin cepat menyelesaikan permasalahannya yang dituduh sebagai antek-antek Pak Dodi yang dimaksud oleh Frans. “Temui saya besok pagi di kantor! Untuk menjelaskan semuanya! Kalau tidak datang, Saya tidak segan-segan untuk melaporkan Anda ke kantor polisi!” ancam Frans tidak main-main. “Demi membuktikan kalau saya bukan Pak Dodi seperti yang Anda maksud dan demi membersihkan nama baik saya, Saya akan datang ke kantor Anda! Berikan saja alamatnya! Saya akan datang ke sana Setelah saya selesai kuliah!” Nada merasa harus menyelesaikan permasalahannya agar tidak berlarut-larut. “Jangan pura-pura tidak tahu di mana kantor saya!” “Saya memang tidak tahu di mana kantor Anda! Saya akan datang untuk menyelesaikan semuanya dan membersihkan nama baik saya!” Nada kembali mengungkapkan apa yang ingin dia sampaikan. “Baiklah akan saya kirim alamat kantor saya agar Pak Dodi tidak amnesia lagi!” Frans mengatakan hal itu dengan nada ketus dan begitu sinis kepada Nada. “Saya tunggu!” kemudian Frans Menutup telepon untuk mengakhiri pembicaraan itu. Nada kembali bisa menghalang napasnya setelah Frans menutup teleponnya. Nada langsung melepas kacamatanya dan berjalan ke atas tempat tidurnya. Dia ingin menenangkan diri sejenak sebelum kembali mengerjakan tugas kampusnya. ‘Nasib-nasib! Ada-ada saja! Belum lagi urusanku dengan geng Mawar Merah di kampus selesai, ternyata sekarang muncul lagi masalah baru! Aku harus datang ke kantor itu sebelum masalahnya menjadi berlarut larut!” Nada hanya bisa menghela napas sembari tetap berusaha berdamai dengan hatinya. Walau saat ini dia merasa begitu kesal dengan tuduhan dari pria yang mengaku ditipu oleh seseorang yang bernama Pak Dodi yang nomor ponselnya sama dengan nomor ponsel Nada. “tapi kenapa ya? nomor ponsel orangnya itu sama dengan nomor ponsel yang aku pakai? Rasanya ada yang aneh? Apa mungkin sekarang lebih baik aku menelepon operator provider aja?” Terbersit dalam benak Nada untuk menghubungi operator providernya. Dia ingin mengetahui apakah nomor yang dia gunakan sama dengan nomor ponsel orang lain atau tidak. Dengan begitu Nada bisa lebih tenang dan merasa percaya diri ketika harus datang ke kantor pria itu esok hari.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD