Rumah Lukas dan Ibunya

1029 Words
Pintu gerbang terbuka lebar, membuat Lukas atau Luna tidak perlu susah payah untuk turun dari mobil dan membuka pintu gerbang itu. Halaman rumah ini cukup luas, bisa untuk sekitar empat sampai lima mobil, belum terhitung taman rumput dengan kolam ikan yang ada di sisi ujung yang dihiasi air mancur kecil di mana suara aliran airnya mampu membuat tenang hati dan pikiran setiap orang jika mampu menikmatinya. Sebelum Luna dan Lukas turun dari mobil, mereka berdua sudah disambut oleh seorang perempuan paro baya yang berdiri di teras dengan senyum sumringahnya. Perempuan itu cantik. Matanya bulat dan lebar seperti Lukas, perawakannya pun tinggi langsing seperti Lukas juga. Sepertinya memang dirinya adalah ibu dari Lukas. "Luna, ayo turun," kata Lukas sambil melepas sabuk pengamannya. "Aduh, Lukas. Kok aku jadi deg-degan gini ya." Jantung Luna rasanya ada yang aneh. Detaknya mulai tidak beraturan bahkan tangannya terasa dingin. Perempuan itu memang tidak biasa untuk bertemu orang asing apalagi langsung menginap di rumahnya. Jadi wajar saja jika ada perasaan tidak enak yang muncul dalam benaknya. "Santai aja, Lun. Kayak mau ke rumah siapa aja. Ini kan rumah aku." Lukas tersenyum menatap Luna, berusaha memberinya kepercayaan diri untuk tetap biasa saja seperti biasanya. Setelah mengatur napasnya, Luna akhirnya bisa sedikit tenang. Memang benar kata Lukas, jika dirinya tidak perlu segrogi ini. Luna harus ingat juga bahwa niatnya datang ke sini adalah menjadi tamu yang baik, di mana ia juga akan melakukan tugas dari dosennya. "Alhamdulillah akhirnya sampai juga," ucap perempuan paro baya itu ketika Luna dan Lukas keluar dari mobilnya. Luna bisa tersenyum balik menyapa perempuan itu. Sedangkan Lukas, yang dilihat Luna ia hanya mencium tangan ibunya dan duluan masuk ke dalam rumah. Lukas sama sekali tidak bertegur sama dengan Ibunya. Di sini, keanehan mulai Luna rasakan. Luna tidak bisa melihat sebuah adegan temu kangen yang biasa ia lakukan bersama orang tuanya ketika ia pulang ke Bandung. Namun, Luna tidak boleh terlalu berpikir buruk juga, karena setiap orang bisa saja memiliki kebiasaan yang berbeda. "Kamu temannya Lukas ya?" ucap Ibu Lukas ketika Luna menyalaminya. Luna tersenyum dan mengangguk. "Iya, tante." "Suara kamu manis sekali." Disanjung begitu oleh Ibu Lukas membuat Luna terkekeh dan pastinya pipinya sudah memerah. "Ayo, masuk. Tante sudah nyiapin makanan enak buat kamu. Pasti kamu udah lapar ya," kata Ibu Lukas dengan merangkul Luna mengajaknya masuk. Luna tidak paham mengapa Ibu Lukas langsung membawanya masuk bahkan melewati ruang tamu di mana Lukas masih duduk di sana. Saat ini Ibu Lukas sudah membawanya ke meja makan dan di sana sudah terhidang berbagai menu yang sepertinya sangat enak. Berarti benar saja, ketika dirinya dan Lukas makan bebek goreng di lesehan, Lukas sama sekali tidak memberitahu ibunya. Jika pun Lukas memberitahu dan Ibunya sudah terlanjur memasak, seharunya ibunya tidak lagi menawarinya makanan sebanyak ini atau ibunya akan menawari dengan embel-embel suruh mencicipi saja. "Ayo, duduk." Ibu Lukas mempersilakan Luna untuk duduk. Sudah pasti perempuan itu tidak enak untuk menolak. "Kamu mau makan apa? Tante ambilin." "Kalau udah kenyang, nggak usah dipaksa makan lagi, Lun." Suara Lukas terdengar cukup keras, membuat Ibunya menghentikan segala aktifitas padahal satu centong nasi sudah berada di tangannya. Tatapan ibu Lukas mendadak linglung. Ia bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Pada akhirnya ia mengembalikan satu centong nasi tersebut ke wadahnya. Setelah itu, ia berbalik menghadap Lukas. "Kalian tadi sudah makan?" tanyanya dengan nada suara yang tidak seceria tadi. Tatapan ibunya pun berbinar menatap Lukas yang tidak membalas tatapannya. Lukas tidak menghiraukan ibunya. Ia langsung pergi begitu saja menaiki tangga dan meninggalkan Luna yang diselimuti kecanggungan dalam keadaan seperti ini. Akhirnya Luna memutuskan untuk menyusul Lukas setelah ibunya memberi kode mengizinkan untuk naik ke kamar Lukas. Perlahan Luna mengetuk pintu kamar Lukas yang tidak ditutup rapat dan lampunya tidak dinyalakan.  "Lukas, kamu ada di dalam?" ucap Luna perlahan, berharap Lukas bisa mendengarnya.  Tidak mendengar suara dan tanggapan Lukas, Luna kembali mengetuk pintu kamar Lukas. Ia jadi merasa tidak enak jika yang terjadi adalah hal seperti ini. Luna tidak suka terjebak dalam suasana seperti ini yang ternyata hubungan antara Lukas dengan ibunya tidak akrab. Luna pun tidak menyangka jika semua ini akan terjadi. Ia mulai bingung bagaimana dirinya akan melakukan penyesuaian pada Lukas dan ibunya. Luna sudah menyerah. Dirinya memilih untuk berdiri saja di sana di depan pintu kamar Lukas sampai Lukas keluar dari kamarnya. Tetapi, hingga beberapa menit dirinya berdiri di sana, Lukas tak kunjung keluar kamr juga. Ia sampai mengirimi pesan singkat pada pemuda itu, tetapi tidak dibalasnya bahkan tidak juga dibalas oleh Lukas. Suara sedikit gaduh berhasil membuat Luna mengangkat kepalanya dari pandangannya yang sedari tadi hanya melihat ponsel. Ternyata suara tersebut berasal dari tangga, di mana ibu Lukas seorang diri sedang mengangkat koper Luna ke lantai dua. Langsung saja Luna menghampiri ibu Lukas dan membantunya untuk mengangkat kopernya. "Tante, kan bisa Luna angkat sendiri," kata Luna sambil menyeret kopernya yang sudah sampai di lantai dua. "Nggak papa, Luna. Tante kira kamu itu lupa sama koper kamu," jawab Ibu Lukas yang sama sekali tidak terlihat lelah setelah mengangkat koper Luna melewati tangga. Ibu Lukas kemudian berjalan menuju ke kamar sebelah Lukas yang pintunya tertutup rapat. Butuh beberapa saat bagi dirinya untuk membuka pintu tersebut dengan kunci yang ada di tangannya. "Kamu nanti bisa tidur di sini, ya," ucapnya setelah membuka pintu tersebut dan menyelakan lampu. Tidak ada tanda-tanda debu di kamar ini walau Luna bisa mengira bahwa kamar ini adalah kamar tamu. Ibu Luna diikuti Luna berkeliling kamar dan mengecek air kamar mandi. "Nah, kamu kalau ada perlu kan bisa ke kamar Lukas atau bisa langsung panggil tante, ya," kata wanita itu setelah merasa cukup dengan semuanya. Luna hanya mengangguk saja. Sebenarnya ia sangat penasaran dengan alasan sikap Lukas yang dingin pada ibunya, tetapi jika Luna lihat lagi, ibu Lukas seperti tidak mengambil hati dengan sikap anaknya itu. Sepertinya ibu Lukas juga seudah terbiasa dengan sikap Lukas yang kurang ramah itu. Setelah ibu Lukas keluar kamar. Luna memutuskan untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum ia akan kembali mengetuk pintu kamar Lukas dan berbicara pada laki-laki itu. Luna akan berbicara bukan tentang diri Lukas yang bersikap tidak ramah kepada ibunya, tetapi Luna akan bertanya mengapa Lukas tidak menemaninya dan mengantarkan ke kamar dan malah terlebih dahulu masuk ke dalam kamarnya sendiri.   
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD