Balsem Gosok dan Minyak Kayu Putih

1119 Words
Luna tidak perlu takut lagi dengan bayangannya beberapa hari lalu tentang ketakutannya akan kecanggungan yang menimpa dirinya ketika berada dalam satu kendaraan bersama dengan Lukas. Saat ini sudah setengah perjalanan mereka tempuh. Sedari tadi tidak pernah ada hening. Selain lagu yang diputar di dalam mobil, Luna dan Lukas juga saling mengobrol dan beberapa kali menyanyi bersama. Tiga jam perjalanan, sepertinya semua genre lagu telah mereka nyanyikan. Bahkan mereka sampai bingung mau menyanyikan lagu apalagi. "Lagu siapa lagi, Lukas?" tanya Luna pada Lukas yang masih berantusias untuk menyanyi bersama. "Terserah kamu, Lun." Dijawab terserah oleh Lukas, membuat Luna memutar lagu anak-anak. Ketika musik mulai berputar, Luna melirik Lukas dan lirikannya dibalas oleh laki-laki yang harus fokus menyetir itu. Kemudian keduanya tersenyum, bersiap untuk menyanyi lagi bersama-sama. "Macet lagi jalanan macet." Yang pertama bernyanyi rupanya adalah Lukas. "Gara-gara si Lukas lewat." Luna menyambung nyanyian itu tetapi dengan lirik yang ia ubah. "Kok gitu sih liriknya," ucap Lukas tidak terima dengan lirik yang diubah Luna. Luna terkekeh. "Ya kan jalanan macet gara-gara kamu naik mobil, padahal bisa naik bus!" "Yeee! Salah siapa kamu ngaret!" Lukas tidak mau kalah. "Kan kamu juga ngaret juga, Lukas!" "Kamu yang palin ngaret!" "Kamu, Lukas!" "Luna, kamu yang paling ngaret." "Enggak!" Lukas mengalah. Ia tidak kau berusaha untuk menang hingga senyum lebar terukir dalam bibir Luna. "Cowok emang selalu salah ya, Lun," ucap Lukas kemudian. Luna menggeleng tidak menyetujui. "Enggak selalu salah, Lukas. Cuma posisi kamu sekarang ini emang ya lagi salah. Hahaha." Bahkan Luna menyempatkan untuk terbahak di sana, sementara Luka hanya memajukan bibirnya saja. Setelah satu lagu anak-anak berhasil diputar, Luna mengganti ke lagu K-Pop andalannya yang akhir-akhir ini sering ia dengarkan. Lagu tersebut mengalun sangat asyik menemani perjalanan mereka, membuat Luna dan Lukas tidak lagi ikut menyanyi bersama-sama. Selain Lukas yang tidak tahu dan tidak hafal lagu tersebut karena baru pertama kali mendengarkannya, tetapi memang lagu itu memberikan alunan yang membuat pendengarnya lebih memilih untuk menikmatinya dari pada menyanyikannya bersama-sama, apalagi dalam perjalanan melewati jalan bebas hambatan dengan cuaca yang sedikit gerimis. Sesekali Lukas melirik Luna yang menikmati hujan sembari mendengarkan playlist yang kemungkinan masih dengan penyanyi yang sama yang tidak dikatahui Lukas. laki-laki itu membiarkan saja perempuan itu untuk menikmati waktunya. Setidaknya, dengan begitu mungkin Luna tidak akan merasa kelelahan dalam perjalanan ini. "Lukas," panggil Luna tiba-tiba setelah beberapa menit mereka berdua hanya diam saja. "Hm?" "Mampir ke rest area dulu ya?" pinta Luna ketika papan penunjuk jalan menunjukkan bahwa rest area kurang satu kilo meter lagi. Wajah perempuan itu mendadak pucat dengan keringat dingin yang sangat nampak ketika Lukas melihatnya. "Kok kamu keringetan, Lun?" tanya Lukas yang mendadak khawatir. "Kamu nggak papa?" tanyanya memastikan sebenarnya apa yang sedang dirasakan perempuan itu. Luna menggeleng pelan. "Aku kayak mual, Lukas." Luna pun jujur. Ia sama sekali tidak malu ketika dirinya merasa mabuk perjalanan. Padahal tadi semuanya baik-baik saja. Mungkin karena terlalu banyak menyanyi hingga angin yang masuk pun memenuhi perutnya hingga membuatnya kembung, atau memang Luna yang sebenarnya sudah kecapekan. "Iya, Lun. Sabar ya. Kita mampir ke rest area," jawab Lukas yang kemudian langsung menambah sedikit laju mobilnya. Walau dirinya cukup khawatir dengan Luna, tetapi ia selalu berhati-hati agar kecepatannya tidak melewati batas maksimum.  Sesampainya di parkiran, Luna langsung keluar begitu saja dan berlari menuju toilet terdekat. Lukas tidak lantas menyusul Luna, tetapi laki-laki itu memilih mampir ke mini market terlebih dahulu untuk membeli minyak kayu putih dan balsem gosok. Kemudian setelah ia keluar dari mini market, rupanya sosok Luna belum juga nampak keluar dari toilet. Butuh beberapa menit bagi Lukas untuk menunggu perempuan itu keluar dari toilet. "Luna, kamu nggak papa?" tanya Lukas ketika Luna baru saja keluar dari toilet. "Aku nggak papa, Lukas. Cuma mual aja." Luna tidak bohong. Karena perutnya merasa mual dan setelah masuk ke toilet ia sudah memuntahkan semuanya, jadi badannya terasa lebih baik sekarang. Namun, dengan rasa khawatirnya, Lukas maaih saja mengecek suhu badan Luna dengan menempelkan punggung tangannya di dahi perempuan itu. Sontak saja hal tersebut membuat Luna terkekeh. "Lukas, aku itu mual, mabuk perjalanan, bukan masuk angin," katanya yang langsung membuat Lukas menurunkan tangannya. "Yaudah, Lun. Kamu pakai minyak kayu putih atau balsem gosok ini ya, biar nggak mual lagi." Lukas menyerahkan dua benda tersebut tanpa kantong plastik. "Kamu nggak masalah kalo dalam mobil nanti jadi bau balsem?" tanya Luna sebelum menerima dua benda pereda rasa mual tersebut. "Lah, apa masalahnya, Lun? Nggak papa kali. Aku juga biasa pakai balsem kalo kebetulan nggak enak badan." Kemudian Luna tersenyum menerima pemberian dari Lukas. "Aku masuk lagi ya," pamitnya sebelum kembali masuk ke toilet. Tidak perlu waktu lama, Luna sudah selesai menggosok perut dan dadanya dengan minyak kayu putih dan balsem. Ia pikir ketika ia pamit masuk lagi ke toilet, Lukas akan mencari tempat lain untuk menunggu. Rupanya tidak, laki-laki itu masih di tempat yang sama, berdiri sendirian sambil menunggu Luna keluar. "Udah?" tanya Lukas. Luna mengangguk. Keduanya lalu berjalan meninggalkan toilet. "Kamu nggak seharusnya nunggu di depan toilet kayak tadi, Lukas." "Terlanjur, Lun." Jawaban Lukas lagi-lagi membuat Luna tersenyum. Langit mendung sisa-sisa gerimis membuat mereka berjalan santai dari toilet menuju rumah makan yang ada di sana. Luna dan Lukas memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum akhirnya melanjutkan perjalanannya yang masih kurang setengah jalan lagi. Karena Luna yang baru saja mengosongkan isi perutnya, maka Luna harus kembali mengisi lahi tenaganya. Begitu pula dengan Lukas, laki-laki itu sudah merasa lapar. "Kamu makan ya, Lun?" perintah Lukas pada Luna, yang lebih terdengar seperti pertanyaan. Luna langsung menggeleng walau dirinya kini sedang membaca daftar menu di salah satu rumah makan ini. "Perut kamu kosong lho, Lun." "Nggak mau, Lukas. Kayaknya emang perut aku harus kosong dulu deh. Aku takut mual lagi," katanya dengan santai. "Masih mual sekarang?" Luna menggeleng. "Enggak." "Yaudah makan, Lun." "Nggak mau, Lukas." Lukas mengembuskan napasnya panjang. Sampai pelayan datang menanyakan apa yang mereka pesan. "Mbak, Mas, mau pesan apa?" Lukas dan Luna saling tatap. Mengerti jika dirinya sedang diberi kode oleh Lukas untuk memesan makanan, Luna akhirnya menggeleng. "Kue coklat aja dua, Mbak. Minumnya es teh panas," ucap Luna ala kadarnya karena tidak enak telah membuat pelayan tersebut menunggu. Ketika pelayan itu menulis pesanan Luna, setelah beberapa saat ia baru menyadari jika ada yang janggal. "Maaf, es teh panas?" Lukas dibuat menahan tawa dengan pertanyaan itu. "Ah, maksudnya teh panas, Mbak." Kemudian Luna beralih bertanya pada Lukas. "Kamu mau es teh apa teh panas, Lukas?" "Samain aja, Lun. Teh panas." Akhirnya dua menu itulah yang dipesan Luna dan Lukas untuk mengganjal perutnya. Sebenarnya Luna masih cukup mual untuk memasukkan makanan ke dalam perutnya, tetapi tidak apa dan tidak ada salahnya jika ia mencoba terlebih dahulu kue coklat yang ada di sini. Biasanya, kue coklat bisa menaikkan mood Luna. Siapa tahu dengan makan kue coklat, Luna menjadi segar kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD