Persiapan Keberangkatan

1002 Words
Mas Kun bilang, papa dan mama sedang pengajian di rumah tetangga. Tadi siang ketika mama bilang bahwa dirinya bisa video call bersama Luna dan Lukas, rupanya mama sedang lupa kalau sudah ada undangan pengajian rutin. Akhirnya melalui Mas Kun, mama dan papa memberikan izin bagi Luna dan Lukas untuk pergi ke Kota Solo. "Kalian hati-hati. Ingat ya, Lukas, kamu nggak harus jagain adek gue!" ucap Mas Kun yang kesekian kalinya melalui panggilan video bersama Luna dan Lukas. "Siap, Mas," jawab Lukas dengan mantap. "Dan kamu, Luna, kamu juga harus bisa jaga diri baik-baik ya! Kamu jangan lupa share lokasi setiap satu jam sekali. Okai?" Luna juga mengangguk mantap. Setelah merasa cukup, akhirnya panggilan video itu berakhir. Luna kembali menyimpan ponselnya di atas meja. Ia kemudian menatap Lukas di mana Lukas juga balik menatapnya. "Apa?" ucap Lukas. Tidak ketus, nadanya biasanya saja. "Kita mau berangkat besok?" tanya Luna pada laki-laki itu. Lukas mengangguk. "Boleh. Semakin cepat bakal semakin baik," katanya tanpa keraguan sedikit pun. "Tapi aku belum siap-siap, Lukas." Lukas harus menggeser duduknya terlebih dahulu supaya bisa menghadap Luna. "Ya siap-siap sekarang dong, Luna." Luna mengembuskan napasnya panjang-panjang. Ia kemudian mengedarkan pandangannya di seluruh ruangan ini, hingga kedua bola matanya tertuju pada jam yang menempel di dinding. "Lukas, udah jam sepuluh. Bukannya aku mau ngusir, tapi kayaknya kamu harus pulang deh," kata Luna berhati-hati dalam ucapannya. Padahal Lukas pun tidak akan masalah jika Luna menggunakan nada seperti biasa, tidak seperti orang yang sedang meminta maaf, karena itu memang tidak perlu. Lagi-lagi Lukas mengangguk saja dan bersiap untuk pulang. Ia sudah berdiri dari duduknya. "Kalo gitu, gue pulang dulu ya, Luna." "Lukas hati-hati ya." Laki-lali itu menyunggingkan bibirnya. Sebelah tangannya terangkat untuk mengusap pelan puncak kepala Luna. "Habis ini siap-siap. Bawa baju seperlunya, jangan lupa keperluan pribadi juga. Habis itu langsung tidur, karena besok kita berangkat pagi-pagi." Lukas menyempatkan diri untuk memberi sedikit pesan kepada Luna. Ia tidak tahu apakah Luna paham dengan semua yang perlu dibawa ketika pergi ke luar kota. Setidaknya sedikit pesan darinya dapat bermanfaat bagi perempuan itu. "Lukas bisa pulang sendiri? Apa mau pesen ojek online aja?" tawar Luna dengan kekhawatiran perempuan itu pada Lukas dan lukanya. Ia sudah bersiap dengan ponselnya yang sudah membuka aplikasi ojek online. "Gue bisa pulang kok, Lun. Lagian yang sakit kan tangan kiri, nggak masalah," jawab Lukas dengan penuh percaya diri. Namun, hal itu justru membuat Luna semakin khawatir sama pada laki-lali itu dengan hal-hal yang tidak diinginkan yang kemungkinan bisa menimpa dirinya. "Lukas yakin?" tanya Luna lagi yang benar-benar meyakinkan bahwa Lukas sudah yakin dengan pilihannya untuk pulang sendiri. "Gue yakin. Yaudah, gue pulang dulu ya. Sampai ketemu besok pagi, gue jemput deh!" "Janji hati-hati pulangnya?!" Luna sudah mengangkat kelingkingnya di depan wajah Lukas saja. Perempuan itu benar-benar khawatir. Wajahnya yang polos seakan mengatakan bahwa ia tidak pernah berbohong dengan setiap ekspresi yang ia keluarkan dari perasaan-perasaannya. Lukas mengaitkan kelingkingnya. Lagi-lagi ia terhibur dengan sikap kecil Luna yang tidak pernah ia dapatkam dari siapapun sebelumnya. "Siap, Luna." "Kalau udah sampai kost, kabarin ya." Luna menarik paksa senyumannya. Lukas mengangguk, memanfaatkan kesempatan terakhir mengacak puncak rambut Luna untuk malam ini. "Iya." Senyumnya melebar, lalu datar ketika ia berbalik dan melangkah pergi dari rumah kost Luna. -- Luna harap barang bawaannya sebanyak satu koper ini cukup untuk dua hari dua malam sesuai dengan rencana mereka berdua di kota Solo. Luna juga sudah menyiapkan peralatan pribadi dan beberapa barang cadangan untuk kejadian yang mungkin akan tiba-tiba mereka alami dan belum direncanakan sebelumnya. Semuanya sudah selesai. Esok hari pukul enam Lukas akan segera datang menjemputnya. Sebenarnya Luna bisa saja langsung datang ke terminal tanpa harus dijemput oleh Lukas karena khawatir membuat Lukas malah memutar arah karena jalur yang berlawanan daru rumah Lukas ke terminal dengan rumah Lukas ke rumah kostnya. Tetapi, Lukas berikeras agar mereka benar-benar berangkat berdua. Ponsel Luna berdering. Akhirnya yang dinantikan perempuan itu diterima juga. Satu pesan masuk dari Lukas berhasil membuat dirinya menarik sudut bibir hingga membentuk lengkungan senyum. Wajah Luna mungkin tersenyum, tetapi ia mengetik balasan kepada Lukas yang terbaca seolah-olah ia sedang kesal. Luna: Kok lama banget? Masa perjalanan dari kost aku ke rumah kamu satu jam? Kamu aman kan? Rasa khawatir tetap ada. Bukan hanya pada Lukas, Luna bisa memiliki rasa khawatir kepada siapapun. Perempuan itu memang sangat suka overthinking, apalagi dengan kejadian buruk yang mungkin saja menimpa dirinya atau bahkan temannya. Pesan Luna langsung dibalas oleh Lukas. Isinya tidak menanggapi tentang pertanyaannya tetapi hanya mengucapkan selamat malam dan mengingatkan Luna agar tidak bangun kesiangan. Lukas tidak tahu saja kalau Luna itu suka bangun pagi, tetapi setelahnya ia akan tidur lagi jika dirasa butuh dan akan bangun pada siang hari. Semoga saja Luna tidak seperti itu esok hari. Satu pesan Luna terima lagi. Padahal dirinya belum menjawab pesan Lukas yang tadi. Membaca pesan Lukas kembali membuat Luna tersenyum. Pesannya cukup singkat tapi sangat berkesan. Lukas: Selamat malam, Lun. Tidur yang nyenyak biar besok semangat! Perasaan Luna kembali berbunga-bunga. Diucapkan selamat malam seperti itu memang jarang diterima Luna, apalagi dari seorang laki-laki. Lagi-lagi, yang Luna anggap cowok dingin dan irit bicara itu ternyata lebih hangat dari jaket tebal yang biasa ia kenakan. Maksudnya, berada di sebelah Lukas dan mengobrol bersamanya sebenarnya lebih dari menyenangkan. Kalai sudah begini. Bisa jadi Lukas akan ia jadikan sahabat untuk saat ini, esok, dan nanti. Ah, itu juga kalau Lukas mau bersahabat dengannya. Karena sampai sekarang Luna juga belum tahu pasti apakah Lukas sebenarnya nyaman mengobrol bersamanya atau tidak. Luma memutuskan untuk menonaktifkan mobile data pada ponselnya. Ia sudah merasa cukup untuk malam ini dan sepertinya memang dirinya harus segera tidur. Tidak lupa, ia mengatur alarm tambahan untuk berjaga-jaga jika setelah bangun sholat subuh esok hari Luna kembali tertidur pulas. Ia tidak mau membuat Lukas menunggu atau yang paling mengerikan adalah perjalanan mereka yang dibatalkan. Beruntung saja besok tidak ada kelas yang harus di hadiri karena komite jurusan sedang rapat serentak dan dosen hanya memberikan tugas pada semua mahasiswanya. Karena itu lah, Lukas dan Luna berani mengambil waktu dua hari dua malam untuk absen masuk kelas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD