Orang-orang Melihat Mereka Berdua

1025 Words
Luna hanya bisa diam dan masih tidak bisa berkata-kata. Ia masih dalam keadaan syok mendengar penuturan Lukas. Ia harap, pendengarannya kali ini sedang bermasalah. Ia harap, Lukas tidak perah mengatakan hal tersebut, biarpun itu terlanjur dikatakan Lukas, Luna harap laki-laki itu hanya bercanda saja. Toh, mengapa juga Lukas merekomendasikan sekolah yang sangat jauh dari kota ini bahkan Luna sendiri belum pernah ke sana. Ditambah lagi, Luna bukan tipikal perempuan yang suka pergi ke sana ke mari ke luar kota untuk urusan apapun itu, apalagi untuk observasi yang menjadi tugas salah satu mata kuliah, ditambah ia akan pergi bersama Lukas yang bukanlah teman baiknya. Sangat tidak mungkin dan Luna pun sangat sulit untuk membayangkannya. Bukannya Luna meremehkan tugas seperti ini sampai harus jauh-jauh ke luar kota bahkan luar provinsi, tetapi Luna hanya ingin memaksimalkan semangatnya untuk berusaha mendapatkan sekolah yang dekat-dekat saja dari sini. Yah, setidaknya masih dalam lingkup Malang Raya dan Surabaya, Luna masih bisa melakukannya. Dengan begitu, Luna yakin jika semuanya akan cepat selesai dan tidak perlu banyak tenaga untuk sampai ke Kota Solo seperti apa yang telah Lukas sarankan. Luna masih diam saja, tidak tahu hendak apa. Ia masih syok, masih tidak bisa percaya dengan ide buruk laki-laki di hadapannya itu. "Syok banget ya dengernya?" tanya Lukas kemudian, yang membuat Luna tersadar dari lamunannya. Laki-laki itu menatap kedua mata Luna dengan santainya, seperti tidak ada beban setelah Lukas mengucapkan idenya yang cukup buruk bagi Luna. "Jadi, kita bakal observasi ke Solo gitu?" tanya Luna masih belum bisa juga percaya. Lukas mengangguk. "Nanti kita bisa nginep dua hari dua malam," jawab Lukas dengan entengnya. Walau Lukas nampak santai, sebenarnya laki-laki itu sangat dingin. "Enteng banget kalo ngomong." Luna sudah mencerca saja. Dirinya malah mencak-mencak walau Lukas sudah menemukan sekolah di mana mereka bisa melanjutkan nasib tugas kelompoknya. "Kamu itu niat ngasih solusi apa enggak sih, Lukas? Apa kamu nggak mikirin kalau orang tua aku setuju apa enggak, dan apa kamu nggak tanya dulu apa akunya mau apa enggak juga?" Luna sudah marah-marah saja saking kesalnya. Bagaimana tidak kesal, sudah pasti ia tidak bisa terima diajak begitu saja dengan Lukas, laki-laki yang bahkan baru kali ini mengobrol cukup panjang dengan dirinya. Lukas malah mengerutkan keningnya. "Kok marah-marah? Lo kesambet apa deh? Kalo nggak setuju mah yaudah kali, nggak usah pake marah-marah kayak gitu." Lukas juga tidak terima melihat Luna berkata dengan nada yang kasar pada dirinya. Luna baru sadar jika dirinya memang sedikit berlebihan menanggapi perkataan Lukas. Tidak seharusnya dirinya sampai marah-marah seperti ini. Hal tersebut juga membuat mahasiswa di sekitar mereka memperhatikannya. Apalagi Lukas terkenal sebagai laki-laki yang dingin dan jarang sekali berbicara dengan lawan jenis. Baru kali ini orang-orang di sekitar melihat Lukas mengobrol dengan perempuan dengan sangat serius. Hal tersebut sudah pasti membuat mahasiswa lainnya sangat penasaran dengan apa yang sedang dibicarakan oleh Luna dan juga Lukas. Ah, sekadar informasi saja, Lukas memang terkenal sebagai cowok dingin di kampus ini, tetapi Lukas terkenal juga karena ia yang memiliki rupa setampan artis internasional, model top dunia. Ah, jika Lukas bukanlah orang biasa, sudah pasti ia akan menjadi artis di luar negeri sana. Bahkan, seandainya Lukas menjadi artis di dalam negeri, pasti ia sudah menjadi aktor yang terkenal dan membintangi film-film ternama. Sayangnya Lukas hanya seorang mahasiswa biasa yang hobi membolos kelas dan baru beberapa kali mengobrol dengan Luna, sudah membuatnya kesal saja. Luna pun melirik ke arah sekitar. Pasti orang-orang sedang berbisik-bisik membicarakan Luna yang berani-beraninya mencak-mencak di depan laki-laki tampan di mana laki-laki itu malah diam saja tanpa menunjukkan ekspresi bersalah juga. Jika orang-orang mereka sedang ada masalah hubungan sebagai kekasih, sepertinya tidak mungkin. Karena Lukas dan Luna sama sekali tidak terlihat seperti sepasang kekasih dan juga mereka memang terlihat kurang cocok saja. Jika Luna dan Lukas adalah sepasang kekasih, agaknya akan membuat seluruh warga kampus terkejut bukan main. Memang benar Lukas sangat jarang sekali mengobrol dengan lawan jenis, tetapi sekalinya Lukas punya pacar pasti pacarnya itu sangat cantik. Luna tidak ada apa-apanya dengan pacar Lukas yang terakhir diketahui publik. Dilihat dari rambutnya saja sudah berbeda. Jika pacar Lukas adalah seorang perempuan yang terlihat sangat sering mengunjungi salon untuk perawatan rambut, Luna hanya seorang perempuan biasa yang keramas setiap dua hari sekali dengan shampo yang ia beli seharga seribu rupiah dapat empat sachet. Ah, bukannya Luna tidak mampu, tetapi memang shampo itulah yang cocok dan kebetulan harganya murah. "Kan dilihatin orang, malu nggak?" ucap Lukas lirih namun penuh penekanan. Mata laki-laki itu memang bulat, jadi sedikit melotot saaj Lukas sudah terlihat menyeramkan bagi Luna. Apalagi Luna tidak tahu watak asli Lukas ketika marah, semoga Lukas tidak pernah marah kepada dirinya. Luna menunduk. Wajahnya nampak menyesal telah marah-marah pada Lukas, tetapi ia tetap kesal juga pada lelaki itu. Untuk beberapa saat keduanya hanya saling diam saja. Entah apa yang sedang mereka pikirkan, keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing. Merasa tidak ada obrolan lagi, Luna malah merasa canggung. Ia pun berniat untuk membuka sebotol air mineral yang masih tertutup rapat segelnya, tetapi sialnya ia kesusahan untuk membukanya, membuat Lukas langsung mengambil alih botol air mineral itu tanpa permisi dari tangannya. Sedetik kemudian, botol itu berhasil dibuka oleh Lukas dan langsung ia berikan pada Luna tapa sepatah kata pun. Luna menerimanya juga tanpa sepatah kata. Ia langsung menegaknya. “Nggak bilang terima kasih gitu?” Luna hampir saja tersedak, tetapi ia berhasil mengontrol tenggorokannya. Perempuan itu hanya melirik Lukas sekali, lalu kembali asyik menegak air di botol itu hingga setengahnya. “Oke. Makasih, Lukas,” kata Luna setelah menutup kembali botol air mineral itu, sedikit melirik Lukas dan berhasil membuat laki-laki itu terkekeh sekejap. “Terus gimana? Lo ada opsi lain?” tanya Lukas yang kembali ke obrolan mengenai sekolah yang akan mereka lakukan untuk observasi. Luna mengembuskan napasnya lelah. “Ya lo juga bantuin mikir, Lukas. Lo tanya deh sama siapa gitu, lo kan banyak relasinya!” “Relasi apaan? Lo nyindir gue?” Ah, sedetik kemudian Luna merasa bersalah karena memang di dalam kelas Lukas terkenal tidak memiliki teman dekat. Namun, Luna tidak benar-benar tahu jika di luar kelas. Walau Luna tahu jika Lukas tidak mengikuti organisasi atau UKM apapun itu, tetapi bisa jadi Lukas memiliki relasi yang luas tanpa seseorang sekelasnya yang tahu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD