Spongebob Squarepants

1605 Words
    Getaran handhone di samping bantal berhasil membangunkan Kal El. Ia sedikit kesal. Karena barusaja bisa tidur. Siapa orang yang menelpon dirinya selarut ini?     Kal El menyibak selimut, mengambil handphone-nya.  Semakin kesal rasanya setelah tahu siapa yang menelpon. Nama kontak si Penelpon adalah Spongebob Squarepants.     “Kenapa, Nas?”     “Sumpah, kost-an lo beneran di pedalaman ternyata. Tersembunyi di antara jalan tikus.”     Kal El mengernyit. Yonas tidak sedang ….     “Lo jemput gue, dong! Gue udah lelah nyasar terus dari tadi.”     “Pulang sana!”     “Ogah!”     “Gue nggak nerima tamu dari manapun.”     “Gue bukan tamu. Gue sahabat lo.”     “Really? Kok gue nggak ngerasa punya sahabat kayak lo, ya?”     “Kal, serius. Dingin banget ini di luar!”      Kal El mendengkus. Kapan ia bisa terbebas dari manusia menyebalkan macam Yonas. Alasan kenapa Kal El menamai kontak Yonas Spongebob Squarepants, adalah karena dulu ia sering dipanggil Nanas. Salah orang tuanya menamai anaknya Yonas. Dan lagi, Yonas memiliki wajah kotak yang mirip dengan Spongebob.      Yonas adalah sosok yang cukup manja saat bersama Kal El. Ia suka merengek. Yonas menganggap Kal El seperti kakak. Meskipun pada kenyataannya, dari segi umur Yonas lebih tua. Ya … hanya saat bersama Kal El.      Karena saat bersama orang lain, Yonas akan berubah menjadi sosok lain. Wajahnya bisa dikatakan garang. Yonas menyesuaikan karakternya dengan garis wajah yang ia miliki. Diam-diam menghanyutkan. Terlihan tenang, namun mematikan.      Tidak percaya? Sebagai bukti, Yonas pernah menusuk seseorang sampai meninggal. Itu adalah salah satu dari kenangan buruk dalam cerita persahabatan Yonas dan Kal El. Cerita yang tak akan pernah mereka lupakan selamanya.      “Kal, lo denger gue, nggak?”      Kal El kembali memakai selimut sampai menutup kepala. Ia menjauhkan handphone supaya suara Yonas tak terdengar lagi.      “Kal?”      Kal El sudah menutup kedua matanya. Ia sangat mengantuk. Seharusnya bisa segera tertidur lagi. Tapi … kenapa tidak bisa? Suara Yonas yang masih terdengar—meskipun lamat-lamat—membuat Kal El terus terngiang-ngiang.      “Kal, serius ini dingin! Gue nggak pakek jaket.”      Kal El barusaja mengumpat. Sialan memang si Yonas. Kal El kembali menyibak selimut, juga kembali meraih handphone. “Lo di mana?”   ***                 Yas mengetuk pintu kamar putrinya. Ia tahu ini sudah malam. Namun ia juga tahu, bahwa saat ini Namira belum tidur. Yas hapal benar dengan sifat anaknya. Namira selalu memiliki gangguan tidur tiap kali memiliki masalah. Karena gadis itu akan selalu memikirkannya—persis seperti adik bungsunya.     “Masuk!” seru Namira.     Barulah Yas membuka pintu. Namira sedang duduk bersandar pada mahkota ranjang. Kedua kakinya tertutup selimut. Ia sedang berkutat dengan layar handphone.     “Kenapa belum tidur?” tanya Yas basa-basi. Meskipun ia dan Namira sama-sama tahu apa gerangan yang membuat gadis itu belum tidur.     “Ayah kenapa ke sini? Depan nggak ada yang jaga. Oom-Oom semua pasti udah pada tidur, kan?”     Yas tersenyum mendengar pertanyaan putrinya. Dari dekat seperti ini, terlihat jelas sisa-sisa tangisannya tadi sore.      “Depan lagi sepi. Lagian ada Mas-Mas lain juga pada di sana, kan?” Yas membicarakan karyawan LUAlounge selain Trio TABANAS.      Selain mereka, karyawan LUAlounge memang diharuskan bekerja sampai tutup jam tiga pagi nanti. Trio TABANAS biasanya selesai membantu di LUAlounge sampai jam sebelas saja. Mereka harus segera tidur, karena keesokan harinya harus menggeluti pekerjaan masing-masing.     Yas mengambil duduk tepat di hadapan Namira. “Ayah udah ngobrol banyak sama Bunda tadi.”     “Soal?”     “Soal masalah yang kamu tanyain ke Oom-Oom tadi sore.”     Namira cemberut. Kembali sedih dengan semua yang terjadi.     Yas berusaha mengintip apa yang sedang Namira lihat di handphone-nya. “Nami lagi lihat apa, sih?”     Namira terkejut. Ia berusaha menyembunyikan handphone di bawah selimut. Agar Yas tidak bisa melihat sesuatu yang sedang ia coba cari jawabannya. Bisa gawat kalau Yas tahu.     Yas tersenyum memaklumi. “Sebelumnya Ayah mau tanya … apa bener, bahwa Tukang Cilok itu yang ngasih tahu kamu tentang hal itu?”      “Ng-ngasih tahu apa, Yah?” Namira tergagap. Gadis itu takut jika ayahnya marah. Meskipun itu mustahil. Seumur hidupnya, Namira belum pernah melihat Yas marah. Tapi ia tetap takut.      “Terbuka aja sama Ayah! Nggak ada yang perlu dirahasiain.”      Namira menunduk dalam. “Pasti Oom-Oom yang ngadu sama Ayah, kan? Semua nggak seperti yang mereka pikirkan, Yah. Kang Cilok itu orangnya baik. Nami emang tahu hal itu dari Kang Cilok. Tapi Kang Cilok nggak bermaksud jahat. Dia cuman cerita tentang keluarganya. Ada hal yang Nami nggak ngerti. Makanya Nami tanya sama para Oom.”      “Kenapa nggak nanyak sama Ayah?”      “Nami takut.”      Yas mengangguk-angguk. “Habis ini Nami nggak boleh takut-takut lagi. Misal ada apa-apa, Nami boleh curhat ke Ayah, atau ke Bunda, atau ke Oom-Oom ….” Belum selesai Yas bicara, Namira sudah menyela.       “Oom-Oom resek itu. Nami nyesel tanya sama mereka.”       “Bentar dong, Ayah belum selesai ngomong. Itu karena kamu tanya sama mereka di saat yang kurang tepat. Oom Theo sama Oom Elang baru pulang kerja. Mereka masih capek. Oom Chico juga capek, pulang dari majelis langsung bantuin Ayah di depan. Makanya tanggapan mereka begitu. Lain kali Nami harus bisa lihat situasi juga.”       “Bunda juga baru pulang kerja. Tapi tadi Bunda baik mau nenangin Nami, pas Nami nangis.”       “Bunda beda dong, Sayang. Habis maghrib, Bunda emang bantu di LUAlounge juga. Tapi Bunda, kan, cuman diem di kasir sambil meriksa PR kamu sama Eren. Bunda juga udah masuk kamar sejak jam sembilan. Bisa langsung istirahat sampai pagi. Sedangkan Oom-Oom? Mereka masih terus repot sampai malem, lho. Nami juga harus mikirin hal itu.”       Nami semakin menunduk dalam, kali ini disertai rasa bersalah. “Iya, deh. Nami juga salah.”       “Gitu, dong, Anak Baik!” Yas mengacak-acak rambut putrinya. “Jadi melanjutkan maksud Ayah datang ke mari tadi ….”       Namira mengangkat kepalanya. Mendadak jantungnya berdetak berkali lipat lebih cepat. Karena Yas akan segera membahas hal itu.       “Ayah dan Bunda sama-sama sadar, bahwa zaman sekarang, anak-anak nggak bisa dididik dengan cara yang sama, dengan cara orang tua mendidik kami dulu. Karena zaman sekarang, saat anak-anak merasa penasaran dengan sesuatu, merasa tidak puas dengan jawaban setengah-setengah dari orang-orang di sekitar, mereka pasti akan langsung bertanya secara detail pada … internet. Nami juga lagi browsing masalah itu, kan, sekarang?”       Namira tersenyum malu-malu.       Yas melanjutkan penjelasannya. “Anak-anak zaman sekarang, seperti kamu, harus dijelaskan secara terbuka tentang s*x education, tentang LGBT, dan tentang edukasi komprehensif lain secara terbuka. Kenapa? Supaya kalian bisa memahami perilaku yang menyimpang di baliknya. Supaya kalian tahu batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Dan yang pasti, supaya kalian tidak selalu penasaran, sehingga mencari tahu sendiri, kemudian justru terjebak di antara pengetahuan yang salah.”       Namira mengangguk-angguk. Kini Namira percaya kalau Ayahnya dulu pernah menjadi guru. Cara menjelaskannya benar-benar mudah dimengerti. Murid-murid Yas di masa lalu, pastilah selalu berprestasi.       “Apa yang udah Nami dapat dari hasil browsing?”       “Uhm … gay itu … laki-laki yang suka pada laki-laki juga.”       Yas membenarkan. “Memang seperti itu. Dan itu salah. Hal itu merusak moral. Dilarang agama.”       “Kasihan Kang Cilok.”       “Kasihan kenapa?”       “Nami bingung.”       “Bingung kenapa?”       “Kata Kang Cilok, Papanya menikah dengan Mamanya. Tapi ….”       “Tapi kenapa?”       “Papanya pacaran sama cowok lain.”       Seketika Yas menelan ludah. Tadi ia sendiri yang meminta Namira untuk terbuka dan menanyakan apapun yang ingin ia tahu. Dan Yas akan menjelaskan. Tapi … untuk masalah ini ….       “Jadi Papanya Kang Cilok bukan gay, tapi biseksual, Yah?”       “Uhm ….” Yas gelagapan. Sepertinya ia butuh diskusi lagi dengan Bu Alila tentang masalah ini. Ia tidak punya cukup materi untuk menjelaskan pada Namira sekarang. Yas melihat jam beker di atas nakas. “Udah malem, Sayang. Gimana kalau Ayah jelasin masalah itu besok aja?”        “Yah … padahal Nami penasaran banget!”        “Besok ya, Sayang! Sekarang Nami harus tidur. Kasihan Bunda besok kalo Nami susah dibangunin. Mengingat jam beker itu selalu gagal melaksanakan tugas.” Yas berhasil beralibi dengan mulus.       Namira menertawakan candaan Ayahnya yang sangat mengena. “Iya, deh. Besok aja. Tapi janji lho, Yah!”       “Iya, janji!”       Yas mengecup kening putrinya. “Nice dream, Baby!”       “Happy working, Ayah!” Namira terbahak, menertawai Yas sang makhluk nokturnal.       Yas juga ikut tertawa bersama Namira. Tapi hanya sampai anak itu memejamkan mata. Yas menaikkan posisi selimut putrinya, sembari berpikir keras.       Kenapa kisah keluarga si Tukang Cilok begitu menyesakkan d**a?       Bagaimana ia harus menjelaskan pada Namira besok? ***       Kal El mengusap wajah basahnya dengan handuk, meraih jaket yang dicantolkan pada paku di dinding, kemudian memakainya.       Dinginnya malam segera menyambut saat ia membuka pintu.       Derap langkah Kal El terdengar keras. Sepi sekali. Tentu saja. Pasti semua penghuni kost sudah tidur. Sedangkan dirinya masih harus menjemput makhluk astral bernama Yonas.       Kal El memicingkan mata melihat seseorang yang berdiri di depan pagar besi kost. Sial! Ia dikerjai!       Yonas sedang berdiri sambil melambai padanya. Jangan lupakan senyuman sok manis yang ia pamerkan. Dan, Yonas memakai jaket, Saudara-Saudara!       “Gue susah banget ngawalin tidur, baru bisa tidur lo ganggu, dingin-dingin gue belain cuci muka demi jemput lo. Ternyata lo udah di sini. Cengar-cengir nggak jelas.”       “Makasih pujiannya, Kal!” Yonas sok tersipu-sipu.       “Pulang sana!”       “Buruan bukain pintu gerbangnya!”       “Pulang!”       “Open the fence, Kal!”       “Ogah!”       “BERISIK!” teriak salah satu penghuni kost yang terganggu dengan perdebatan tengah malam Kal El dan Yonas.       “Kal, lo nggak punya pilihan! Hurry, open this fence for me!”       Kal El mengumpat lagi-lagi. Namun kedua kakinya tetap tergerak untuk membuka pintu gerbang.       Dasar, Spongebob! *** TBC
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD