Gadis cantik ini selalu terlihat ceria. Tidak ada yang tahu, dia menyimpan beban yang berat. Terlahir tanpa ayah dan ibu. Hanna tinggal bersama kakek dan neneknya yang sudah sangat tua dan sakit-sakitan. Tidur di rumah sakit dan kembali ke rumah. Hanna harus segera pergi bekerja dengan cepat dan professional. Menjadi kekasih Hans tidak membuatnya manja. Sore hari dia harus kembali lagi ke rumah sakit.
"Selamat, Hanna." Jenifer memeluk Hanna, kemudian Lilly juga ikut memeluk mereka bertiga berpelukan. Joe mendekat ingin ikut memeluk tapi mendapatkan pelototan dari Jenifer, sehingga pria itu kembali duduk di kursinya dengan cemberut. Rena tidak ada di ruangan sejak Hanna datang. Setelah mereka melepaskan pelukan, Joe mendekat mengulurkan tangannya kepada Hanna,
"Selamat, Hanna," ucap Joe.
"Terima kasih," balas Hanna
"Apa kamu akan pergi?" tanya Jenifer.
"Tiga bulan ke depan aku akan berada di lapangan dan bekerja di dua perusahaan," jawab Hanna tersenyum.
"Maksudnya?" tanya Lily.
"Proyek pembangunan hotel akan mulai di kerjakan tiga bulan lagi," jelas Hanna.
"Kita tidak bisa bersama-sama lagi." Lily memeluk Hanna dari samping.
"Tentu saja bisa. Aku akan datang ke kantor seperti biasa dengan memnatau semua pekerjaanku." Hanna mencubit pipi Lily.
"Aw, nanti hidungku merah." Lily mengusap hidungnya. Mereka tertawa bersama.
"Aku harus pulang sekarang dan pergi ke rumah sakit." Hanna mengambil tasnya dan akan keluar dari ruangan. Jenifer menarik tangan Hanna.
"Kenapa kamu ke rumah sakit?" tanya Jenifer.
"Maafkan aku lupa memberitahu. Pekerjaan ini cukup menyita waktu. Nenekku sakit." Hanna menepuk jidatnya dan dapat tambahan pukulan dari Jenifer.
"Baiklah aku akan mengantarmu." Jenifer kembali ke ruangannya untuk mengambil tas dan kunci mobilnya.
"Tidak usah. Aku tidak mau merepotkan, Bu Bos," ucap Hanna.
"Tidak apa. Aku sedang tidak ada kerjaan." Jenifer menarik tangan Hanna dan berlalu pergi meninggalkan ruangan.
"Dah, Lily, dah Joe." Hanna melambaikan tangannya dan berlalu mengikuti tarikan tangan Jenifer.
Rena mendengarkan percakapan mereka dari balik pintu yang tidak di tutup, ia tidak berniat untuk masuk. Ketika Hanna dan Jenifer keluar ruangan, Rena bersembunyi di balik tembok pembatas dinding. Mereka berdua berjalan masuk lift dan menuju parkiran mobil. Jenifer sudah mengirimkan pesan kepada Juanda, ia mengatakan akan menemani Hanna ke rumah sakit. Hanna dan Jenifer masuk ke dalam mobil yang melaju dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit tempat nenek di rawat. Juanda melaporkan bahwa Jenifer pergi ke rumah sakit bersama Hanna.
"Bos, Jenifer izin pergi menemani Hanna ke rumah sakit," ucap Juanda.
"Kenapa dia tidak mengajakku?" tanya Hans.
"Bos, bukankah kalian merahasiakan hubungan ini? Jadi, tidak mungkin Hanna mengajak Anda pergi bersama," jelas Juanda.
“Benar. Ah, Hanna belum punya mobil. Bagaimana dia pergi bekerja?” tanya Hans lagi.
“Taksi dan kadang bersama Hengki,” jawab Juanda.
“Siapa Hengki?” Hans menatap Juanda.
"Kepala Divisi Senior," jawab Juanda singkat.
"Hanna harus segera membeli mobil." Hans berjalan menuju meja kerjanya dan mengambil jas hitam lalu mengenakannya.
“Mau kemana?” Juanda segera berdiri.
"Ke rumah sakit." Hans keluar ruangan dan diikuti Juanda. Mereka masuk lift dan menuju ke tempat parkir. Mobil dengan sopir pribadi milik Hans melaju menuju rumah sakit. Rena tahu Hans akan ke rumah sakit. Rena mengirim pesan kepada Henky dan memberi tahu bahwa nenek Hanna dirawat di rumah sakit. Hengky melihat jam tangannya, sudah waktunya pulang, ia membalas pesan Rena dan bertanya alamat rumah sakit.
"Mari kita berangkat bersam." Pesan dari Rena.
"Kamu bawa mobil sendiri," balas Hengky.
"Tidak apa. Aku tinggal di kantor," ucap Rena.
"Baiklah," jawab Hengky
Hengky keluar dari ruangan kerjanya dan melihat seorang wanita dengan pakain seksi sudah menunggu di depan pintu, tersenyum manja. Hengky membalas senyuman Rena. Mereka berjalan masuk lift dan menuju parkiran. Hengky mengendarai mobil dengan kecepatan sedang menuju rumah sakit.
"Bagaimana kabar ayahmu?" tanya Hengky.
"Ayah baik," jawab Rena tersenyum.
"Syukurlah, aku sudah lama tidak bertemu dengan ayahmu," ucap Hengky tanpa menoleh ke arah Rena, ia tetap fokus pada stir mobil dan menatap lurus ke depan.
"Jika, ayah mengundang kamu makan malam, apa kamu akan datang?" tanya Rena lagi dan menggeserkan tubuhnya lebih mendekat ke arah Hengky.
"Tentu saja," jawab Hengky tersenyum sekilas pada Rena. Mereka adalah teman sejak kecil begitu juga dengan Hanna.
Hanna dan Jenifer telah sampai di rumah sakit, mereka segera menuju ke ruang rawat nenek. Gadis muda dan cerdas itu membuka pintu perlahan, ia melihat tempat tidur nenek kosong bersih dan sudah rapi.
"Dimana nenekku?" Hanna kebingungan dan berlari mendekati ranjang kosong.
"Tenang, Hanna. Coba hubungi kakek." Jenifer menepuk pundak Hanna.
"Ah benar, mungkin mereka sudah pulang ke rumah." Hanna mengambil ponsel dari tasnya dan mencari nomor kakeknya dengan tergesa-gesa. Dia melakukan panggilan, tetapi tidak ada jawaban. Dia mulai khawatir.
“Dokter Riduan.” Hanna segera berlari menuju ruangan dokter Riduan.
“Hanna, tunggu!” Jenifer menyusul Hana.
"Permisi, Dok.” Hanna mengetuk pintu perlahan dan membukanya. Seorang dokter duduk dan tersenyum menyambut kedatangan gadis yatim piatu itu.
"Silakan masuk dan duduklah dengan tenang." Dokter Riduan berdiri menyambut kedatangan Hanna.
"Terima kasih, Dok." Hanna duduk di kursi depan dokter Riduan dan diikuti Jenifer.
"Maaf Dok, nenek saya di mana?" tanya Hanna langsung tanpa menunggu lama dan basa basi.
"Kamu harus tentang. Tubuh nenek semakin lemah karena sudah menolak makanan, bahkan hari ini air impuls saja tidak dapat di serap," jelas dokter Riduan. Hanna tidak menjawab ia hanya terdiam, air mata mulai menetes membasahi pipi mulusnya. Jenifer mengusap punggung Hanna untuk memberikan kekuatan.
"Maaf, Dokter. Sekarang nenek Hanna dirawat di mana?" tanya Jenifer pelan.
"Mari saya antar." Dokter Riduan beranjak dari kursinya dan berjalan keluar.
"Hanna, kita melihat keadaan nenek." Jenifer membantu Hanna beranjak dari kursi dan merangkulnya berjalan bersama mengikuti dokter Riduan menuju ruang ICU. Dari ujung koridor Hanna bisa melihat kakek tertuduk sedih seorang diri.
Hanna berlari dan memeluk kakeknya. Gadis itu benar-benar merasa hancur melihat kakek dan neneknya. Ia menangis sesenggukan dalam pelukan pria tua yang juga meneteskan air mata, menatap ke dalam ruangan berdinding kaca melihat nenek tak sadarkan diri. Jenifer ikut menangis melihat Hanna yang biasa ceria kini terpuruk sedih. Dokter Riduan meninggalkan mereka kembali ke ruangannya. Jenifer mendekati Hanna yang tak bisa melepaskan pelukan kakeknya.
"Hanna, kakek pasti lelah." Jenifer mengusap punggung Hanna menyadarkan gadis itu yang telah membuat kakeknya berdiri begitu lama.
“Kakek, maafkan Hanna.” Hanna segera mengajak kakek duduk di kursi, mereka saling menghapus air mata yang terus mengalir. Jenifer duduk di samping kakek.
Aapa kabar, Kek?" Jenifer mengulurkan tangannya dan disambut kakek dengan senyuman tanpa jawaban. Kakek merasa ia sudah tidak punya tenaga lagi untuk menjawab pertanyaan itu. Pria tua itu trasa rapuh melihat belahan jiwanya yang terbaring kaki di atas tempat tidur putih.
“Hanna, aku pergi membeli minuman.” Jenifer meninggalkan Hanna dan kakek. Wanita itu berjalan menuju lantai bawah. Dia mau membeli makanan dan minuman dari restaurant di depan rumah sakit.
"Tuan Hans." Jenifer kaget melihat Hans dan Juanda berdiri di depannya.
"Kamu mau kemana?" tanya Hans dengan tatapan tajam.
"Aku akan membeli makanan untuk Hanna dan kakek," jawab Jenifer.
"Tidak usah lagi. Kami sudah membawa makanan untuk mereka." Juanda menunjukkan plastik berisi kontak makanan.
"Di mana Hanna?" tanya Hans.
“Anda sangat peduli.” Jenifer menaikkan alisnya.
“Hanna adalah karyawanku, tentu saja aku peduli,” tukas Hans.
“Dan gadis itu memegang proyek besar,” lanjut Hans.
"Nenek Hanna masuk ruang ICU," ucap Jenifer berjalan kembali ke tempat Hanna dan kakek, yang diikuti Hans dan Juanda. Mereka melihat Hanna yang duduk memeluk tangan kakek dengan merebahkan kepalanya di pundak renta pria beruban itu.
"Hanna," sapa Jenifer.
Hanna Mengangkat kepalanya. Dia melihat Hans dan Juanda di belakang Jenifer.
"Tuan Hans, silakan duduk." Hanna memberi hormat dengan menundukkan sedikit kepalanya. Itu cukup membuat Hans sedikit kesal karena kekasihnya bersikap formal. Ada banyak kursi tunggu di depan ruang ICU, dan pasien rawat hanya nenek saja. Hans mengambil bungkusan makanan yang di bawa Juanda dan memberikan kepada Hanna.
"Makanlah, jaga kesehatan kamu. Aku tidak mau proyek ini gagal hanya karena kamu sakit." Hans menyodorkan makanan kepada Hanna dan ia duduk di kursi samping kiri kakek.
"Selamat malam, kakek. Perkenalan saya atasan dan kekasih Hanna." Hans mengulurkan tangannya pada kakek dan mengejutkan Jenifer
“Apa?” Jenifer menatap Hanna.
“Hans.” Hanna melotot.
“Jenifer, kamu harus merahasiakan hubungan kami!” perintah Hans.
“Baiklah. Kita akan bicara lagi nanti.” Jenifer duduk di samping Juanda.
“Kakek, saya akan menjaga Hanna.” Hans menggenggam tangan kakek.
"Terima kasih, Kakek bisa tenang," ucap kakek mengusap kepala Hanna.
"Kakek, kita makan bersama ya," ajak Hanna pada Kakek, sejak nenek masuk rumah sakit mereka sudah lama tidak makan bersama. Kakek mengangguk.
Hanna membuka satu buah kontak nasi yang cukup besar dengan bermacam lauk pauk. Dia menyuapkan nasi ke mulut kakeknya dan setelah itu masukkan ke mulutnya begitu terus secara bergantian hingga mereka menghabiskan satu kotak nasi bersama. Hanna tidak memperdulikan ketiga orang yang melihat dirinya. Ia memberikan Kakek minum setelah itu ia meminum dari botol yang sama dengan kakek.
"Kita harus sehat supaya bisa menjaga nenek." Hanna mengusap tangan keriput kakeknya lalu menciumnya. Jenifer dan Juanda menatap Hanna sedih, berbeda dengan tatapan Hans yang berharap dia bisa bermesraan dengan kekasihnya.
"Andai saja yang di suap dan di cium tangannya adalah diriku," pikir Hans menatap Hanna.
Rena dan Hengky tidak menemukan ruangan nenek Hanna di rawat. Pria itu sudah mengubungi nomor telepon Hanna, tetapi tidak mendapatkan jawaban karena ponsel yang didiamkan, begitu juga dengan ponsel Jenifer. Mereka berdua tidak tahu nama nenek Hanna sehingga tidak bisa bertanya pada petugas informasi. Hengky gagal bertemu dengan nenek Hanna. Semua di luar rencana. Dengan terpaksa, dia harus mengantar Rena pulang ke rumahnya dan ikut makan malam bersama dengan keluarga Rena. Wanita itu sangat senang akhirnya ia bisa membawa Hengky datang kerumahnya, dan ia merasa beruntung karena tidak bertemu dengan Hanna.