Pagi Sekali Hanna berangkat dari rumah sakit untuk kembali kerumahnya. Ia bergegas menuju kamar untuk membersihkan diri dan menggantikan pakaian. Hari ini Hanna, Hans dan Juanda akan pergi ke perusahaan Adhy Anjaya, untuk membicarakan proyek pembangunan hotel milik perusahaan Andreas. Wanita cantik itu berjalan menuju halte tidak jauh dari rumahnya. Ia duduk termenung menunggu taksi. Sebuah mobil mewah berwarna merah terang berhenti tepat di depan Hanna, pintu mobil bagian depan terbuka, Juanda keluar.
"Halo Hana, naiklah!" Juanda membuka pintu belakang di dalam sudah ada Hans duduk elegan dengan salah satu kaki terangkat di atas kaki lainnya, dan tangan yang menopang dagunya menatap ke samping kaca mobil.
"Terima kasih." Hana tersenyum masuk ke dalam mobil duduk di samping Hans.
"Selamat pagi Tuan," sapa Hana manja.
"Apa kamu mau aku hukum?" Hans menatap tajam pada Hana.
“Kenapa?” Hana tersenyum.
“Berikan aku ciuman!” Hans memegang dagu Hana.
“Hans, ada Juanda.” Hana melihat kedepan.
“Dia tidak melihat.” Hans melumat bibir kekasihnya. Dia sangat lelah harus berpacaran secara sembunyi-sembunyi.
“Aku mau segera mengumumkan hubungan kita,” tegas Hans.
“Tidak sekarang!” Hana menatap Hans.
“Kenapa?” Hans menatap tajam pada Hana.
“Aku baru saja memenangkan proyek ini. Apa kata karyawan lain?” Hana mengambil tisu dan mengeringkan bibirnya.
“Baiklah. Aku akan menunggu persetujuan kamu.” Hans terlihat kesal.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang, menuju perusahaan Adhy Anjaya miliki Andreas. Sesampai di halaman perusahaan. Mereka bertiga turun tepat di depan pintu utama perusahaan. Jonathan telah menunggu dan membawa tamu menuju ruang utama Andreas. Mereka menggunakan lift pribadi, tidak berapa lama telah sampai di depan pintu ruangan CEO. Jonathan membukakan pintu dan mempersilahkan tamu masuk.
Ruangan yang cukup luas, dilengkapi dengan kursi tamu dan tiga meja kerja. Mereka di sambut oleh Laura, yang membuat Hans dan Juanda kaget, Laura memeluk Hana dengan begitu akrabnya, hingga menanyakan kabarnya. Setelah Andreas berjabat tangan ia pun langsung menghampiri Hanna menanyakan kabar kakek dan nenek sehingga membuat Hans dan Juanda melongo. Hans tidak percaya dengan apa yang ia lihat,
“Apakah mereka sudah sedekat ini? Atau mereka memang sudah saling kenal?" Ada banyak pertanyaan di dalam pikiran Hans dan Juanda.
Mereka semua duduk di kursi tamu, bercengkrama dan membahas masalah proyek yang akan di laksanakan tiga bulan lagi, hingga jam makan siang telah tiba. Laura mengajak mereka semua untuk makan siang di restoran tepat di lantai bawah gedung perusahaan. Hans adalah tipe orang yang sedikit bicara, gengsi dan jual mahal berbeda dengan Andreas yang menampakkan segala sesuatu secara langsung. Jika ia suka seseorang maka Andreas akan memberikan perhatian lebih.
Di restoran, mereka meja segiempat dengan enam kursi. Andreas duduk tepat di samping Hanna, sedangkan Hans dan Laura di depan mereka di ujung kiri dan kanan di isi oleh Juanda dan Jonathan. Ketika makan siang, Andreas lebih banyak berinteraksi dengan Hanna di bandingkan dengan Hans yang notabenenya sebagai Bos, sedangkan Hanna hanya seorang pegawai.
Memahami situasi yang dibuat oleh Andreas, Laura selalu berusaha berinteraksi dengan Hans dan Juanda, tapi hanya Juanda yang berusaha berkomunikasi dengan Laura, sedangkan Jonathan tidak akan berbicara kecuali di berikan pertanyaan. Andreas dan Hanna berbicara tanpa canggung mereka terlihat tampak akrab dan dekat. Ada tatapan mata tajam penuh dengan kecemburuan.
"Andreas berlebihan," kesal Hans.
Laura dapat merasakan panas api cemburu di meja makan. tak berapa lama pesanan makanan telah tersaji di meja mereka. Hanna pamit ke toilet. Laura mengikuti Hanna tanpa sepengetahuan Hanna. Ia menunggu Hanna di depan pintu toilet.
" Laura." Hanna kaget ketika membuka pintu.
"Maaf, apa aku boleh bertanya?" tanya Laura serius.
"Tentu saja, ada apa?" Hanna tersenyum.
"Apakah kamu berpacaran dengan Hans?" tanya Laura langsung hingga membuat Hanna tertawa, orang-orang di sekitarnya menatap ke arah Hanna, dengan cepat Hanna menutup mulutnya dan menggeleng.
"Baiklah, ayo kita kembali ke meja makan." Laura berjalan mendahului Hanna yang tersenyum dan tampak berpikir.
"Apakah Laura menyukai Hans?" Hana mengikuti Laura dari belakang. Ketika sampai di meja makan Hanna kaget melihat piringnya telah terisi makanan, Laura tersenyum, ia tahu pasti itu ulah adik sepupunya.
"Aku yang memilih makanan untukmu. Apakah ada yg tidak kamu suka?" tanya Andreas dengan wajah khawatir. Hans menatap tajam dan tidak suka pada Andreas.
"Terima kasih,, aku tidak pemilih, aku bisa makan apa saja, bahkan jika aku kelaparan aku juga bisa memakan kamu," canda Hanna duduk di kursinya, hingga membuat semua tertawa kecuali seseorang yang sedang mengaduk- aduk makanannya menahan cemburu.
"Benarkah? Aku sangat ingin menjadi makananmu," lanjut Andreas menambah keriuhan meja makan. Sendok Hans jatuh ke lantai.
“Ada apa?” Hanna mengambilkan sendok baru untuk Hans.
"Tuan Hans, kenapa anda tidak makan? Apakah makanan tidak enak?" tanya Laura kepada Hans yang dari tadi tidak memakan makanannya hingga menjatuhkan sendok.
"Maaf, saya kepikiran pekerjaan yang masih banyak di kantor," jawab Hans mengelak.
"Bos, saya rasa pekerjaan kita telah beres sebelum berangkat ke sini." Juanda melihat Bosnya yang mendapat balasan tatapan tajam mematikan, sehingga Juanda kembali menunduk dan menghabiskan makanannya dengan segera.
"Jika Anda terburu-buru, aku yang akan mengantarkan Hanna pulang, karena setelah tanda tangan kontrak Hanna tidak boleh melakukan pekerjaan lainnya." Andreas menatap serius kepada Hans.
"Bahkan Hanna boleh datang dan pergi ke perusahaan kamu dan perusahaan Adhy Anjaya," lanjut Andreas. Suasana meja makan menjadi dingin Hans dan Andreas saling bertatapan.
"Anda benar Tuan Andreas tapi Hanna adalah karyawan saya, dan saya bertanggung jawab atas Hanna,” kesal Hans.
"Maaf Tuan Andreas, benar yang di katakan tuan Hans, saya juga sudah selesai makan." Hanna menengahi mereka.
"Saya juga harus ke kantor untuk membereskan pekerjaan saya," lanjut Hanna.
"Baiklah. Andreas mengalah. Hans tersenyum penuh kemenangan. Laura, Juanda dan Jonathan hanya jadi penonton di meja makan.
"Terima kasih atas makan siangnya," ucap Hans berdiri dan berjabat tangan dengan Andreas.
"Sama-sama," jawab Andreas. Mereka bertiga pamit, berjalan bersama menuju lobi utama, mobil telah menunggu di depan pintu.
Kendaraan segera melaju kembali ke perusahaan Hans. Suasana dalam mobil sepi tanpa ada suara. Hanna merasa canggung, ia tidak nyaman dengan suasana suram seperti ini tapi ia juga tidak tahu harus memulai pembicaraan tentang apa. Hans menatap lurus ke depan, duduk dengan elegan. Pria itu sedang marah dan cemburu.
“Apa kamu marah?” tanya Hanna pelan.
“Aku tidak suka kamu terlalu ramah dan dekat dengan Andreas. Pria itu berlebihan padamu,” tegas Hans.
“Baiklah.” Hanna tersenyum.
“Jika kamu masih dekat-dekat dengan pria lain, aku akan mengumumkan hubungan kita,” ancam Hans.
“Ya.” Hanna mengangguk dan Hans mencium dahi kekasihnya.
Sesampai di kantor, Hanna menuju ruangannya bertemu dengan rekan-rekannya. Hans berjalan cepat diikuti Juanda ia langsung masuk ke kamar mandi dan mencuci mukanya. Ia masih merasa panas pada wajahnya karena menahan marah dan cemburu.
"Kenapa bos? Wajah Anda telihat kusut?" tanya Juanda yang bisa melihat kekesalan di wajah Hans.
“Aku rasa Andreas menyukai Hanna.” Hans merebahkan tubuhnya di atas sofa panjang dan memejamkan matanya.
“Nona Hanna memang sangat menarik perhatian semua orang,” ucap Juanda.
“Apalagi usia yang masih sangat muda,” lanjut Juanda.
“Apa aku sudah tua untuk Hanna?” tanya Hans ragu.
“Cinta tidak pandang usia.” Juanda tersenyum.
“Kamu benar. Kami saling mencintai.” Hans meyakinkan diri.