NANA OH NANA - BAB 9

2025 Words
Pagi ini, Nana sudah berada di halte bus dekat dengan rumahnya. Seperti biasa, Nana menunggu Yuni memang di depan halte bus. Dewi fortuna memang berpihak pada Candra. Dia datang lebih dulu daripada Yuni. Nana melihat mobil yang berhenti di depannya. Dia tahu, mobil siapa yang berhenti di depannya. “Kenapa sepagi ini dia sudah di sini, sih! Sial banget hidupku dari kemarin!” rutuk Nana dalam hatinya. Candra keluar dari mobilnya, dia menghampiri Nana yang wajahnya terlihat kesal menatap dirinya. “Mau apa paman ke sini?!” tanya Nana dengan ketus. “Semalam kan aku bilang, aku akan mengantar kamu ke sekolah, dan mau menitipkan sesuatu untuk Pita dan untuk kamu,” jawab Candra dengan berdiri di samping Nana. “Ayo masuk ke mobil.” Candra menarik tangan Nana untuk masuk ke dalam mobil. “Ih... apaan, sih! Aku mau nunggu Yuni saja, lepaskan!” Nana memepiskan tangan Candra dengan kasar. “Na, ayo masuk.” Candra membuka pintu mobilnya, dan menyuruh Nana masuk ke dalam mobil. Ponsel Nana berdering, ada telfon masuk dari Yuni. Nana mengangkat telfon dari Yuni. “Oke, aku naik bus, kamu hati-hati di jalan, ya?” ucap Nana dengan Yuni. “Sial! Memang hari ini dewa keberuntungan berada pada paman mesumku ini. Yuni pakai acara sakit lagi, dan hari ini check up ke dokter!” rutuk Nana dalanm hati. “Nana, sayang, ayo masuk! Ini sudah hampir jam tujuh,” ucap Candra dengan suara keras. “Sialan manggil aku sayang di depan umum!” umpat Nana dalam hati. Nana terpaksa masuk ke dalam mobil Candra. Kejadian semalam masih melekat dalam ingatannya. Di mana Candra melakukan hal yang tidak seharusnya Candra lakukan pada dirinya. “Paman, tidak usah panggil sayang! Enggak lucu tau!” ucap Nana dengan menghunuskan tatapan sengitnya pada Candra. “Sayang sama keponakan sendiri tidak apa-apa, kan?” ucap Candra. “Gak lucu!” tukasnya. Nana diam dan kesal dengan pamannya yang semakin terlihat seesnaknya saja. Tidak tahu tujuan pamannya apa, sekarang malah sok peduli dengan dirinya. Mobil Candra sudah sampai di depan sekolahan Nana. Nana membuka pintu mobil dan langsung keluar dari mobil Candra. Namun, sayangnya, belum sempat Nana keluar dari dalam mobil pamannya, tangan Nana di pegang oleh Candra. “Aku mau turun, lepaskan tanganku!” ucap Nana dengan menarik tangannya, tapi Candra malah semakin erat memegangi tangan Nana. “Ini uang saku untuk kamu.” Candra memberikan lima lembar ratusan ribu untuk Nana. “Tidak perlu! Uang tutup mulut kemarin juga masih ada,” tolak Nana. “Terima ini atau kamu tidak usah masuk sekolah dan ikut paman meeting pagi ini!” tegas Candra. “Dasar pemaksa!” tukas Nana. “Ini untuk kamu. Aku kan janji pada ibu kamu, untuk membantu biaya sekolah kamu, Na, sampai lulus SMA,” ucap Candra. “Iya aku tahu, tapi bukannya paman bilang tidak janji?” ucap Nana. “Ya, paman sebenarnya tidak tega lihat kamu sepulang sekolah langsung kerja, pulang malam. Gadis seusia kamu harusnya menikmati masa-masa SMA yang indah, bukan bekerja, Na,” ujar Candra. “Iya, memang seperti itu sih, tapi aku menjalani semua ini dengan bahagia, senang, tanpa beban. Jadi ya enjoy saja seperti ini,” ucap Nana. “Mulai besok, tidak usah bekerja, ya? Kamu Resign dari cafe,” ucap Candra. “Tidak bisa, Paman. Aku sudah nyaman dengan hidupku saat ini, daripada Nana merepotkan semua orang. Sekarang Nana saja numpang di rumah eyang, tidak punya rumah. Nana tidak mau merepotkan paman, pakde, dan lainnya. Nana bisa membiayai hidup Nana sendiri. Uang itu simpan saja untuk Sekar, Paman,” ucap Nana. “Oke, kalau kamu tidak mau, paman akan kasih ke Sisca,” ucapnya. “Paman kemarin malam kan sudah ngasih Sisca banyak sekali?” ucap Nana. “Makanya terima ini, Sekar sudah ada jatahnya sendiri.” Candra memakasa Nana, dengan alasan uang itu akan dikasihkan ke Sisca. “Oke, terima kasih paman,” ucap Nana dengan mencium tangan Candra. “Sekolah yang benar. Nanti siang paman jemput dan antar kamu ke cafe. Mulai sekarang, kamu akan paman antar jemput, biar tidak merepotkan teman kamu itu,” ucap Candra. “Hmmm... Nana bisa pakai ojek, Paman. Paman tidak usah repot-repot,” ucap Nana. “Nurut sama paman, sekarang banyak kejahatan kalau malam hari, tidak mungkin teman kamu setiap hari selama kamu kerja akan antar jemput kamu, Na. Nurut sama paman,” ucap Candra. “Iya deh, iya....” jawab Nana. “Nana sekolah dulu, paman,” ucapnya sambil turun dari mobil Candra. Nana berjalan masuk ke sekolahannya. Dia masih penasaran dengan pamannya yang berubah jadi baik sekali padanya. Padahal saat Nana mau masuk SMA saja tidak mau mengantar Nana mendaftar atau memberikan uang pendaftaran pada Nana juga tidak mau. “Lumayan, lah. Buat isi-isi tabugan. Kali aja bisa membelikan rumah untuk ibu, biar kita tidak merepotkan eyang,” gumam Nana dengan memasukan uang dari pamannya ke saku rok nya. Candra masih melihat Nana yang berjalan menuju kelasnya. Lekuk tubuh Nana membuat Candra ingin selalu melihtnya. Candra tidak pernah menyangka kalau Nana akan memiliki tubuh yang indah dan seksi seperti itu. Melihat Nana sebentar saja sudah membuat mood kerjanya semakin bertambah. Itu mengapa dirinya ingin selalu mengantar Nana, dan karena kasihan juga Nana berangkat pagi, pulang malam karena dia harus bekerja di cafe sepulang sekolah, dan hanya punya libur di hari senin dan selasa. Weekend pun kadang Nana malah sibuk di cafe. Apalagi kalau malam minggu, dia pasti pulang sampai larut, karena Cafe pasti rame. Candra melajukan mobilnya setelah Nana sudah tidak terlihat lagi. Dia langsung menuju ke lokasi meeting pagi ini dengan kliennya. ^^^^ Malam ini Nana pulang dari cafe agak malam. Itu karena malam ini adalah malam minggu. Jam kerja Nana menjadi delapan jam, yang tadinya hanya lima sampai enam jam. Itu semua karena malam ini cafe terlalu ramai sekali. Candra tidak peduli menunggu keponakannya lama bekerja. Dia beralasan pada Ayu ada acara makan malam dengan relasi bisnisnya, jadi pulang agak terlambat. Candra menunggu Nana dengan menikmati secangkir kopi hitam  yang ia pesan di cafe Nana. Dia memilih tempat duduk yang berada di pojok, agar bisa mengawasi Nana yang sedang sibuk bekerja. Candra tidak mungkin ke apartemen Sisca dulu, karena hari ini Sisca keluar dengan teman-teman kuliahnya. Nana merasa tidak nyaman bekerja dengan diawasi oleh pamannya yang duduk di sebelah pojok, dengan lampu temaram. Nana tetap bekerja sesuai prosedurnya. ^^^ Pukul sepuluh malam, Nana pamit pulang pada teman-temannya. Candra sudah menunggu di depan Cafe dan berada dalam mobilnya. Nana melihat ada pesan masuk dari pamannya. “Langsung masuk ke mobi, Na.” Nana hanya mengernyitkan dahinya membaca pesan dari pamannya. Dia langsung berjalan menuju ke arah mobil pamannya. “Terniat banget nih paman, nungguin aku kerja sampai pulang,” ucap Nana sambil duduk di sebelah Candra. “Kenapa memang? Biar kamu enggak pulang sama tukang ojek. Ini sudah larut malam, bahaya kalau naik ojek,” ucap Candra. “Nana capek, pulang sekarang, ya? Jangan mampir-mampir,” ucap Nana. “Oke,” ucap Candra. Nana menyandarkan kepalanya. Dia memang merasa lelah sekali. Nana memejamkan matanya karena kantuknya benar-benar tidak bisa ia tahan. Tak lama tidur Nana semakin lelap, hingga terdengar dengkuran halus Nana di telinga Candra. Candra melirik keponakannya yang dari tadi diajak ngobrol tidak ada jawaban, malah mendengar dengkuran lirih dari Nana. “Aku ajak ngobrol malah tidur. Kamu pasti lelah ya, Na. Kasihan kamu, Na. Kamu pasti menyangka aku yang menghancurkan perusahaan ayahmu. Suatu hari nanti kamu pasti akan tahu,” ucap Candra dengan mengusap kepala Nana, Candra melihat Nana yang kepalanya semakin bersandar ke pintu mobil. Candra menepikan mobilnya. Dia membenarkan kepala Nana dan memebenarkan rambut Nana yang menutupi sebagian wajahnya. “Kamu manis sekali, Na. Kalau kamu bukan keponakanku, aku sudah mau kamu jadi simpananku,” gumam Candra. “Sadar, Candra! Itu keponakan kamu! Jangan jadi paman yang m***m pada keponakannya!” rutuknya dalam hati. Candra masih menatap lekat wajah Nana yang sedang tertidur sangat pulas karena dia kelelahan. Candra mengusap pipi Nana, dan dia semakin tidak bisa menahan nafsunya saat melihat bibir manis Nana dan dua gundukan sintal di d**a Nana. Tanpa aba-aba Candra mencium bibir manis Nana, melumatnya hingga dia puas beradu bibir dengan keponakannya. Tangannya menyusup ke dalam t-shirt yang Nana gunakan, hingga menyusup ke dalam bra Nana. Candra meremas dengan lembut gundukan sintal milik Nana. Hingga tubuh Nana mengeliat dan mengeluarkan lenguhan kecil. “Uhmmm..” Nana melenguh merasakan apa yang sedang terjadi pada dirinya. Nana merasakan gelenyar kenikmatan pada tubuhnya saat Candra terus bermain dadanya dengan lembut. “Uhmmm... faster baby....” lenguh Nana dengan tidak sadar mengeluarkan kata seperti itu. Candra semakin semangat melakukannya, hingga dia memainkan d**a Nana dengan  mulut dan lidahnya. Tangan Candra menyusup ke dalam rok Nana, dan menyentuh bagian yang sangat sensitif milik Nana. Ya malam ini Nana memakai seragam dengan bawahan rok selutut warna hitam, dan atasan kaos warna biru muda. Candra terus memainkan jarinya di area sensitif Nana, hingga Nana semakin mengeliatkan tubuhnya, dan Candra merasakan cairan hangat dari Nana mengenai tangannya. “Paman? Apa yang paman lakukan?” Nana terbangun dari tidrunya, dan melihat pamanya sedang bermain dadanya dengan mulutnya. “Nana, Maaf,” ucap Candra. “Paman, ini aku kenapa? Apa aku ngompol? Apa yang paman lakukan, ini kenapa baju Nana. Paman kenapa seperti ini?” Nana menangis dan menatap nanar wajah pamannya. “Nana, tenangkan dirimu, paman minta maaf, paman khilaf, paman hanya menyentuh saja, tidak lebih dari itu. Maafkan paman,” ucap Candra. “Nana mau turun, buka pintunya!” ucap Nana dengan air mata yang semakin membasahi pipinya. “Na, ini hujan, maafkan paman, paman antar pulang.” Candra langsung melajukan mobilnya menuju rumah Nana. Nana masih menangis membayangkan pamannya sedang menghisap dadanya seperti anak bayi yang sedang menyusu. “Ya Tuhan, apalagi yang tadi paman perbuat padaku? Kenapa aku merasakan basah di bagian bawahku?” gumam Nana dengan mengusap air matanya. Dia berhenti menangis, karena tidak mau terlihat sembab lagi matanya. Dia tidak mau ibunya curiga dari kemarin pulang dengan mata sembab. “Paman, tidak usah antar Nana ke dalam. Sampai depan jalan menuju rumah saja,” ucap Nana. “Oke,” jawab Candra. Candra malu sekali dengan keponakannya, karena dia tega melakukan hal yang tidak senonoh pada keponakannya. Dia menyesal telah melakukan itu dengan Nana. Nana turun dari mobil Candra, dia langsung berjalan menuju rumahnya menyusuri jalan kecil diiringi gerimis yang mengguyur lembut tubuhnya. Nana menyeka air matanya yang akan keluar dari sudut matanya. Dia tidak mau ibunya lagi-lagi melihatnya pulang kerja dalam keadaan menangis. Candra menatap Nana yang berjalan menuju rumahnya hingga Nana sampai ke rumahnya dan masuk ke dalam rumah. Candra mengusap wajahnya dengan kasar. Dia tidak mengerti kenapa nafsunya tidak bisa ia tahan melihat Nana yang tertidur dengan wajah yang menurut Candra begitu menggodanya. “Candra.... Candra.... kamu bodoh sekali! Sangat bodoh! Kamu sudah merusak keponakanmu, Candra! Meski kamu belum dalam melakukannya.” Candra merutuki dirinya sendiri, dan dia langsung melajukan mobilnya untuk segera pulang ke rumah. ^^^ Nana sudah berada di kamarnya. Beruntung yang membukakan pintu tadi asisten eyangnya. Dia langsung ke kamar mandi, karena dia masih merasakan lengket di bagian bawahnya. “Paman kenapa melakukan semua ini padaku? Kenapa aku malah merasa menikmatinya, dan aku benar-benar baru merasakan nikmatnya di sentuh lelaki. Tapi ini sungguh memalukan, karena pamanku sendiri yang menyantuhnya,” gumam Nana. Nana masih saja merasakan apa yang tadi ia rasakan saat dia merasa nikmatnya disentuh pamannya, meski setengah sadar dia merasakannya. Nana juga masih merasakan saat pamannya bermain dadanya seperti bayi yang sedang menyusu. Nana memang sering melihat adegan seperti apa yang pamannya lakukan pada dirinya tadi. Nana melihat itu di sebuah film dewasa yang kadang temannya juga melihatnya. Sekarang dengan nyata Nana merasakannya. “Menyesalpun tak ada gunanya, marah dengan paman pun juga tidak ada gunanya. Semua sudah terjadi, dan aku juga menikmatinya,” gumam Nana. Nana masih membayangkan apa yang pamannya lakukan tadi. Tanpa sadar dia menyentuh payudaranya yang sintal dan memejamkan matanya, merasakan apa yang tadi ia rasakan saat pamannya melakukan semua itu pada dirinya. Nana bingung dengan dirinya, kenapa dia tidak marah dengan pamannya yang melakukan tindakan tidak senonoh itu pada dirinya. Padahal dia ingin sekali menjaga dirinya, tapi semua sudah terlanjur ia rasakan nikmatnya di sentuh lelaki.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD