Chapter 35

1056 Words
“Kalung ini pun muncul dalam alam nyataku” kalimat dengan pekikan itulah yang menjadi hal pertama untuk didengar oleh Semi ketika dirinya sadar di alam mimpi. Belum sempat memproses segalanya, dedaunan yang jatuh dan mengenai kepalanya sempat sempatnya membuat fokus gadis itu beralih ke sekelilingnya. Ah.. ternyata di alam mimpi kali ini, sudah memasuki musim gugur. “Semi bagaimana ini!! Aku yakin ada hal yang aneh dengan diri kita di alam nyata” lagi dan lagi suara panik Irene menyadarkan gadis yang lebih muda untuk fokus pada permasalahan utama mereka. “Kenapa?? Kau menemukan apa?? Tenang dahulu” ujar Semi sembari membawa yang lebih pendek untuk terduduk di batang pohon yang runtuh demi menenangkan dirinya sejenak. “coba ceritakan pelan pelan” “Kalung ini.. kalung ini muncul di alam nyataku. Ia aku temukan berada di laci syal yang ada di ruang pakaianku” ujar Irene sembari menunjukkan kalung berbandul oranye, yang semenjak ia temukan selalu ia pakai itu. “selama ini aku pikir kalung ini tidak muncul di alam nyataku. Nyatanya tidak. Jika semua yang di alam mimpi ini bisa muncul dan berpengaruh di alam nyata, maka artinya ada sesuatu di alam mimpi ini, Semi!!” belum sempat si pemilik nama menimpali, Irene kembali membuka suaranya. “tapi kurasa alam mimpi bukan permasalahnnya. Permasalahnnya adalah alam nyata kita!! Aku pergi ke peramal tadi siang, lalu peramal tersebut mengatakan ‘sejak awal, disini hanya ada satu. Dua lagi harus pergi’!!” celotehnya tak habis habis yang jujur saja membuat Semi kagum akan nafasnya yang tidak putus putus. Tapi tunggu dulu- “Apa tadi katamu?? Kau ke peramal?? Apakah tidak ada yang curiga??” bingungnya. “Ah.. aku menyamar menjadi pelayan” jawab Irene menceritakan awal mula ia melakukan penyamaran hingga berhasil kerumah peramal yang dimaksud. “tapi sepertinya tetap ada yang curiga” keluhnya lagi. “ketika kembali pulang, aku ketahuan oleh para penjaga. Aku yakin mereka akan melaporkan hal ini pada ayah. Jadi sehabis aku ketahuan, aku hanya berdiam diri di kamar dan tidak keluar. Lagi pula, apa yang diucapkan peramal itu cukup membuatku shock” Semi yang mendengarnya mengangguk dalam diam. “kau tadi bilang peramal tersebut berkata bahwa dua lagi harus pergi karena sejak awal hanya ada satu disini, kan?? Ingat tidak perkataan nenek nenek asing kala kau terseret arus manusia di festival kala itu? Ia berkata bahwa kita berdua seharusnya tidak ada disini.  Jika dua lagi harus pergi dalam artian kita berdua, siapa satu orang yang di maksud ini???” bingungnya. “Sejak awal, yang terhubung oleh benang merah lewat mimpi ini hanya ada kita berdua. Tidak ada orang ketiga. Atau jangan jangan, orang ketiga ini ada di setiap mimpi, tapi dia tidak menampakkan dirinya??” kelakarnya yang membuat Irene menenggokkan kepalanya ke kiri dan kanan mencoba mencari sosok nomor tiga yang dimaksud. Tapi tidak ada siapa siapa disana. Ya.. itu akan memang hanya kemungkinan yang baru Semi ucapkan saja. “Juga, mengapa aku berkata bahwa ada yang aneh dengan alam nyata kita adalah- fakta bahwa aku koma lalu bangung bangun tidak memiliki ingatan” ujar Irene lagi ketika ia mengingat perjuangannya berjam jam di dalam perpustakaan istana. “semua dokumentasiku dari aku lahir hingga remaja ada, tersimpan dengan apik. Namun, semenjak remaja di usia yang entah keberapa, hingga aku bangun dari koma ku, tidak ada dokumentasi apapun. Sedangkan mereka semua berkata bahwa aku hanya koma beberapa bulan akibat diracuni” mengambil nafas sebentar lalu- “orang orang di negeri ku pun tak ada satupun yang mengetahui tentang wajahku sampai beberapa minggu lalu aku berminat untuk datang langsung ke tengah tengah masyarakat. Mereka berkata bahwa identitasku sengaja tidak dipublikasi, lalu tahu tahu dipamerkan dengan mudah ketika aku dijodohkan dengan Adam. Aku curiga ada sesuatu di jarak umur panjang yang tidak memiliki dokumentasi ini” “Ya.. kurasa memang ada hal yang aneh di alam nyata kita” kata Semi akhirnya mengiyakan. Apa yang diceritakan Irene padanya memang benar benar aneh. “akupun hampir terbunuh beberapa hari yang lalu” mulanya yang membuat Irene seakan tidak selesai selesai dari rasa terkejutnya. “Ini dimulai semenjak aku sadar aku berada di tengah tengah medan perang” akhirnya Semi memutuskan untuk cerita dari awal, sama seperti Irene yang menceritakan segala hal padanya. “Ketika aku terbangun di tengah tengah perang, aku menyadari bahwa aku kehilangan ingatanku. Ketika pulang ke negeri kami, aku mulai mencoba melukis segala mimpi yang kita jalani” dongengnya. “kemarin, seorang bocah penjual alat lukis berkata padaku bahwa tempat yang aku lukis- desa ini, tempat yang kita injak sekarang adalah bekas negeri besar yang sudah hancur lebur akibat kalah perang. Menurutnya, negeri tersebut dahulunya berdampingan dengan Velvetenus, jadi posisi antar negara tidak terlalu jauh. Maka aku akhirnya mengambil cuti untuk mencari tempat ini di alam nyata. Sialnya, di tengah perjalanan, penasihat kerajaan Velvetenus datangan dengan anak buahnya mencoba untuk membunuhku” lanjutnya yang kini mengakhiri cerita panjang yang dibuat amat sangat singkat itu. Entah karena angin musim gugur yang memang terasa dingin, atau perasaan Irene saja, tapi gadis itu merapatkan mantel yang ia gunakan ketika bulu kuduk nampak berdiri dengan sendirinya. Sial. Hal yang mereka lalui ini rasanya lebih mistis dari hal hal menyeramkan yang pernah Irene dengar dari para pelayan ketika ia menguping. “ja-jadi, kita harus apa??” “Semenjak kejadian percobaan pembunuhan itu, aku mencoba mencari tahu lebih banyak hal- apalagi mengenai nenek asing yang memberi kita clue itu. Menurut banyak orang, nenek tersebut tidak memiliki identitas yang jelas, dan tidak banyak yang mengetahui mengenai dimana keberadaan dia yang sebenarnya. Tapi aku mencoba bertanya pada orang tua si bocah penjual alat lukis- karena sejauh ini hanya dia yang koorporatif dalam memberi informasi-, aku menemukan fakta bahwa nenek asing tersebut adalah seseorang yang katanya dikutuk karena menggunakan ilmu hitam. Ia berkediaman di desa ini, lebih tepatnya di titik tertinggi di sini” “Titik tertinggi?” Irene mengerutkan dahinya bingung. “di.. sana??” tanyanya ragu sembari menunjuk satu tempat. “Ya. Disana” jawab Semi mengiyakan tempat yang dimaksud. Lebih tepatnya di atas gunung tinggi yang bahkan dari sekelebat melihatpun, keduanya tahu bahwa jalan menuju kesana akan sangat terjal dan susah dilalui. Tapi mau bagaimana lagi, kan?? Jadi- “Ayo Semi, kita jangan menghabiskan waktu terlalu lama” ajak Irene sembari mencoba menengok kearah sosok yang diajaknya bicara. Namun ketika ia menengok, tidak ada siapa siapa disana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD